BAB 15

103 15 5
                                    

Sudah terhitung tiga hari lamanya sejak Rangga menembak Dhira. Hingga saat ini, Dhira belum juga memberi jawaban. Ketika Rangga memanggil, Dhira selalu saja menghindar dengan pura-pura tidak dengar seperti pagi ini.

"Dhir!" panggil Rangga.
Dhira tidak membalikkan badan pura-pura tidak dengar dan mempercepat langkahnya.

Dhira sebenarnya sedang memikirkan bagaimana cara memberi jawaban pada Rangga tanpa menyakiti perasaannya. Sejujurnya, Dhira tidak mempunyai perasaan pada Rangga. Lagipula, untuk saat ini dia tidak ingin berpacaran. Ingin fokus dengan sekolahnya hingga dia menjadi orang sukses sesuai mimpinya.

Dari kemarin-kemarin, Dhira kenapa ya? Aku panggilin gak nyaut-nyaut. Apa gara-gara gue nembak dia ya? Tapi masa sih? Ah mungkin emang dia gak bener-bener denger atau bisa aja dia sedang sibuk.

Batin Rangga mencoba menelisik apa yang terjadi pada Dhira hingga dia merasa jika Dhira mengabaikannya.

"Ngga, tumben muka lo kusut gitu? Kayak baju yang gak disetrika," tanya Bayu karena jarang sekali Rangga bersikap seperti ini.
Rangga tetap diam dan tidak menjawab. Dia masih memikirkan apa kira-kira jawaban Dhira atas tembakannya.

Saat pelajaran pun seringkali Rangga melamun, tidak memperhatikan. Sebelumnya dia tidak seperti ini. Apa mungkin ini karena suka? Cinta? Rangga pun belum tahu benar cinta itu apa? Apakah sama dengan rasa suka? Entahlah.

Bahkan ketika bel istirahat berbunyi, Rangga masih tetap dalam diamnya. Bayu mulai merasa aneh dengan teman sebangkunya ini.

"Ngga, ke kantin yuk! Udah istirahat nih," ajak Bayu.

Rangga tetap diam dan pandangannya kosong. Dhira benar-benar membuatnya jadi seperti orang linglung.

"Woy!! Ngga! Lo kenapa sih sebenernya?" teriakan Bayu membuncah, mampu membuat Bayu sedikit terlonjak dan tersadar dari lamunannya.

"Apa sih Bay, aku denger kali. Jangan pake teriak-teriak kayak gitu." Rangga mengomel.
"Mana ada! Gue udah ajak lo dari tadi kali. Dengan suara paling pelan dari gue. Tapi, lo malah diem aja."
"Kapan kamu manggil?" tanya Rangga yang tidak mendengar.
"Au ah! Ayok dah kita ke kantin. Laper nih gue. Lo juga kayaknya butuh yang seger-seger, biar muka lo gak kusut lagi." Ternyata seorang Bayu mempunyai rasa perhatian juga terhadap temannya ini.

Akhirnya Rangga pun ikut dengan Bayu. Mereka duduk di bangku pojok. Bayu memilih bangku itu karena di sana nyaman. Saat Bayu memesan makanan, Rangga kembali lagi ke dalam lamunannya. Sorot matanya mengarah ke kerumunan murid-murid yang sedang makan di bangku-bangku tengah. Namun, fokus matanya entah kemana. Hingga sosok yang sangat dia kenal melewati sorot matanya.

Dhira! Batin Rangga berteriak.

Terlihat Dhira baru saja datang dan di bangku tengah yang kosong. Setelah berpikir, Rangga pun menutuskan untuk menghampiri Dhira.

"Hai Dhir," sapa Rangga.
"Hmm, hai Rangga," jawab Dhira kikuk, karena kali ini dia tidak bisa lolos dari Rangga.
"Ada apa?" lanjut Dhira dengan pertanyaan.

Rangga terdiam sesaat.

"Lah, kemana nih bocah satu. Gue udah berbaik hati mesenin makanan, dia malah ngilang. Jarang-jarang loh gue kayak gini. Ngehargain dikit kek."

Bayu mengomel dalam kekesalannya hingga retina mata miliknya menangkap sosok Rangga yang sedang berbicara dengan gadis sialan itu.

Dih! Ngapain tuh si Rangga? Batin Bayu bertanya-tanya.

"Nanti sore ya?" tanya Dhira.
"Iya, bisa nggak?" tanya Rangga lagi.

Dhira memutuskan untuk memberi jawaban pada Rangga sore ini. Dia juga tidak bisa terus menghindar darinya. Rangga mengajak Dhira ketemuan di taman dekat sekolah sore ini.

"Bisa," jawab Dhira.
"Baiklah, jangan lupa ntar sore ya." Rangga mengingatkan.
Dhira mengangguk sebagai jawaban.

"Eh Ngga, lo ngapain nyamperin si cewek sialan itu?" tanya Bayu setelah Rangga menjatuhkan bokongnya di kursi kayu.
"Ada deh. Kepo amat kamu Bay," raut wajah Rangga kusut itu hilang seketika setelah bertemu gadis ngeselin itu. Bayu mulai merasa aneh dan curiga.
"Atau jangan-jangan lo suka ya sama dia?" terka Bayu.
"Kalo iya kenapa? Ada masalah sama kamu? Atau kamu juga suka sama dia?"
"Dih, amit-amit gue suka sama tuh cewek. Lagian, apa sih yang lo suka dari dia?"
"Dia tuh cewek spesial. Jarang banget ada cewek seperti dia di jaman sekarang ini. Sejak pertama kali masuk sekolah ini, aku udah suka sama dia. Setelah sedikit demi sedikit tau tentangnya aku jadi makin suka sama dia," tiba-tiba pertanyaan Bayu, membuat Rangga mencurahkan isi hatinya. Sedangkan Bayu hanya ber-oh ria mendengarnya.

Emangnya se-istimewa apa sih tuh cewek? Sampe bisa bikin Rangga suka banget sama dia? Menurut gue biasa-biasa aja. Cantik juga enggak, ngeselin yang ada.
Batin Bayu bersuara seraya dia memasukkan bakso demi bakso ke dalam mulut.

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa saat lalu. Sebelum ke taman, Rangga membeli dua minuman dingin di starbucks dekat sekolah. Ketika tiba di taman, Dhira belum menampakkan diri. Rangga mengenggam kedua minuman dingin itu dengan senyum manis di wajahnya. Dia sangat menanti jawaban Dhira dan berharap memiliki rasa yang sama.

Dari arah samping taman, terdengar suara langkah kaki yang mengalihkan atensi Rangga padanya.

"Eh, hai Dhira," sapa Rangga.
"Udah lama?"
"Enggak kok, baru aja. Nih, minuman buat kamu." Rangga menyodorkan minuman itu.
"Jadi gimana jawaban kamu atas pertanyaanku tempo hari?" tanya Rangga to the point tanpa basa-basi.

"Hmm, maaf sebelumnya, Ngga. Karena kemarin-kemarin saya terlihat seperti menghindar dari kamu," ucap Dhira pelan.
"Nggak apa-apa kok," ujar Rangga disertai gelengan kepala.

"Sebelumnya, saya menghargai perasaan kamu pada saya, Ngga. Tapi, maaf untuk saat ini saya tidak berniat pacaran." Rangga mematung seketika setelah mendengar jawaban Dhira.
"Ngga? Kamu gak apa-apa?"
"Hmm enggak kok Dhir, aku nggak apa-apa," jawab Rangga lalu menyedot cappuchino yang mulai tidak dingin itu.
"Jadi maaf ya sekali lagi, Ngga," ujar Dhira merasa tidak enak karena menolak perasaan Bayu.
"Kamu jangan minta maaf Dhir, aku memaklumi kok sama keputusan kamu. Untuk saat ini, kita harus fokus dengan pendidikan. Jadi, aku nggak apa-apa dan akan menunggu kamu hingga siap," ujar Rangga panjang lebar.
"Terima kasih atas pengertiannya, Ngga. Kita tetap teman kan?"

Ada beberapa orang karena disebabkan rasa suka di dalam jalinan pertemanan, membuat pertemanan itu renggang. Bahkan, tidak berteman lagi. Namun, tidak untuk Rangga dan Dhira. Mereka tetap berteman.

"Iya dong, kita tetap berteman. Ngapain juga bermusuhan," jawab Rangga diikuti sedikit kekehan namun tidak dalam hatinya. Batinnya merasa sedih mendengar jawaban Dhira. Tapi, dia juga tidak bisa memaksa perasaan Dhira.

Dhira pun tersenyum mendengarnya dan menyedot cappuchino yang sedari tadi diabaikan.

"Yaudah, saya pulang dulu. Sampai jumpa besok, Ngga," pamit Dhira lalu melambaikan tangan.

Rangga membalas lambaian itu.

Aku sebenarnya sedikit sedih mendengar jawaban kamu, Dhir. Tapi, aku juga tidak mau egois dengan perasaanku sendiri. Aku akan tetap menunggumu, Indhira Ayu.

Rangga benar-benar menyukai Dhira.

Misapprehend #ODOC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang