Tigapuluh Tiga

26.2K 1.9K 276
                                    

Menghitung mundur menuju tamat. Jika kalian menyukai cerita ini, jangan lupa votes ya. Terima kasih atensinya. Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.

Senyum mesum yang ditunjukkan oleh Yudha membuat Maria merasa panas dingin. Apalagi saat ini mereka hanya bertiga di dalam mobil dan di tepi jalan sepi yang kanan kirinya berupa areal persawahan. Kondisi tersebut tidak memungkinkan bagi Maria untuk kabur.

"Kamu mau ap-- apa?" tanya Maria gelisah ketika tubuh Yudha kini mulai condong ke arahnya. Yudha hanya bercanda kan? Tidak mungkin pria itu akan mengajak Maria berbuat konyol di tempat seperti ini. Pikiran ngacau mulai menghantui.

"Nanti Arka bangun, loh!" Maria berusaha menjadikan si baby embul sebagai tameng.

Yudha menghentikan gerakkannya dan nenatap Arka yang tertidur pulas dalam gendongan Maria. Kemudian beringsut menjauhkan tubuhnya. "Kamu itu paling jago ngelez." ucapnya dengan nada dongkol. Martabatnya sebagai lelaki yang di idolai banyak wanita langsung jatuh dari puncak tugu Monas. Bagaimana bisa wanita yang dulu memuja dan selalu mengejar - ngejarnya di masa lalu, kini justru terang - terangan menolaknya.

Melihat Yudha ngambek, Maria jadi khawatir jika suaminya itu enggan mebgantarkannya ke rumah mbah D.

"Ya--, itu nanti kita lakukan setelah sampai di rumah saja!" ucap Maria tanpa berpikir panjang. Darurat ini,  mumpung Yudha masih bisa dibujuk rayu.

Yudha bersiul penuh kemenangan. "Oke aku pegang janjimu."

*******

Mbah D menatap kedatangan Maria sambil tersenyum - senyum. "Jarene ora gelem entuk mase, Nduk?" (Katanya tidak mau mendapat masnya, Nak)
Tanya beliau sambil menyambut tangan Maria yang hendak memberi salam.

Pertanyaan tersebut membuat Maria menjadi salah tingkah, sedangkan Yudha justru semakin dipenuhi dengan tanda tanya. Ini maksud obrolannya apa yak?

Gegara sogokan bersedia dicium, Maria berhasil membuat Yudha mempending acara interogasinya. Mungkin nanti ia akan mencecar Maria dengan pertanyaan lagi. Pokoknya petrus, pepet teros...

"Ini karena kepepet, Mbah. Buntutnya si Mas membutuhkan ibu sambung cepat nggak pakai lama." jawab Maria asal sambil menunjuk baby embul yang tertidur lelap di gendongannya.

"Lha iki tujuane mrene ono opo?" (Lha tujuan kalian kemari ada apa)

"Pertama untuk bersilaturahmi, Mbah. Yang kedua untuk minta doa supaya Safira tidak kambuh baperannya." Maria mengutarakan kronologi maksud kedatangannya secara singkat, padat, dan jelas.

"Jadi tolong sekalian Safira dibuat melupakan Rico." pinta Maria.

Mbah D nampak berdoa untuk menerawang kondisi Safira. Beliau menghela nafas prihatin melihat kondisi Safira. Gegara durian, Safira kembali kena sawan.

"Coba temanmu dulu tidak bermain - main dengan minyak nyong - nyong itu. Pasti guna - gunanya nggak akan separah ini." curhat mbah D. Dari semua pasien beliau, Safira adalah pasien yang paling lama untuk beliau sembuhkan. Apalagi Rico juga rajin menarik ulur perasaan Safira demi kepentingan pribadinya.

Kemudian tangan mbah D meraih botol air mineral untuk beliau doakan. Yudha menatap cengo semua aktivitas yang dilakukan oleh mbah D. Sebagai lelaki yang bersifat realistis, ia kurang menyukai kegiatan praktik perdukunan. Tapi setelah mendengar penjelasan mbah D tentang apa yang di alami Safira, ia pun memaklumi.

Mbah D selesai membacakan doa kemudian menyerahkan botol air mineral tersebut kepada Maria. "Yo wes kono, ndang di gowo mulih!" (Ya sudah sana segera di bawa pulang) mbah D memberi intruksi pada Maria. Tak lupa beliau mengingatkan doa apa saja yang harus dibaca sebelum air tersebut diminum oleh Sahabatnya.

Ketika Cinta Telah Bicara (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang