Enam

16.8K 2K 253
                                    

Maria baru saja merapikan alat - alat kebersihan di gudang. Sekarang ia bermaksud menyambangi ruangan Safira untuk membantu menyortir uang recehan.

Saat memasuki kantor, Maria melihat Safira tampak kacau. Terlihat jelas di wajahnya jejak air mata yang mengalir. Maria yang merasa khawatir langsung kepo.

"Kamu kenapa? Saf." Maria duduk di depan Safira dan menunggu sahabatnya itu untuk bercerita.

"Ada yang ngambil uang modal." jawab Safira sambil menghapus air matanya yang kembali meleleh.

Maria jadi merasa ketakutan. Sekarang ia numpang tinggal di kantor loh, dan ada yang panjang tangan mengambil uang modal tanpa bilang - bilang. Wadidaw... Bisa - bisa Maria yang dijadikan tertuduh inih.

"Aduh, Saf. Aku kok jadi merasa nggak enak gini sih. Soalnya aku juga numpang tinggal di sini loh. Aku memang anak seorang penjahat kambuhan, tapi demi Tuhan. Aku nggak berani masuk ruanganmu saat kosong, apalagi mengambil uang."

"Aku tidak menuduh kamu. Lagipula aku sudah tahu siapa yang mengambil. Bukannya bilang secara baik - baik. Saat kutegur, dia malah bicara kasar ke aku," curhat Safira dengan wajah terluka. Maria langsung tanggap dengan si biang onarnya. Si setan alas Rico. Kebiasaan mabuk dan judi tidak hanya membuat lelaki itu berkantong tipis, tapi juga berani mengambil uang perusahaan secara diam - diam akibat kasbonnya sudah melebihi batas yang diijinkan.

Maria membantu Safira menyortir uang recehan tanpa banyak berbicara. Hatinya merasa miris melihat sahabatnya itu menjadi seorang bucin yang masih saja diam melihat kelakuan bejat mantan pacarnya. Maria jadi heran, sudah tahu Rico sebejat itu, kenapa masih saja mengharapkan cinta dari pria itu? Hau... Ngenes!

"Mar!" panggilan Safira membuat Maria yang sedang fokus menghitung lembaran uang dua ribuan kucel itu terkejut.

"Imar. Au.. Costenita soy..."

Latah akut yang di derita Maria membuat Safira tertawa. Untuk sesaat ia lupa dengan rasa galaunya karena ulah si bangsat Rico.

"Eh... Maaf." Maria kembali merasa tidak enak hati. Bukannya ber empati dengan keadaan Safira, ia justru bertingkah konyol. Ya Tuhan tolong sembuhkan latah yang ku derita dong...

"Nanti malam kamu menginap di rumahku ya. Ayah dan ibuku sedang mengunjungi adikku di luar kota."

Maria hanya mengangguk. Safira sedang galau. Kasihan kalau sendirian di rumah.

*******

Maria menatap layar televisi dengan bosan. Safira sendiri sedang 'ngadi salira' alias perawatan wajah. Sesekali perhatian Safira teralih dari layar televisi untuk sidak isi kotak make up milik Safira yang sangat lengkap itu. Berbeda dengan Maria yang hanya sedia bedak dan lipstik doang.

"Iya ya, Mar. Aku tuh udah berusaha tampil cantik begini tapi Rico tidak melirikku sama sekali," curhat Safira sambil membersihkan wajahnya dengan cairan pembersih.

Maria hanya meringis. Terlalu sering di ajak Safira hang out, ia jadi tahu budget Safira setiap bulannya untuk membeli kosmetik aneka rupa. Belum lagi biaya perawatan dan krim - krim dari klinik kecantikan ternama. Ditambah lagi parfum berharga mahal yang dibeli secara online, gegara terbujuk rayuan member KPOP idolanya.

"Seharusnya kamu bersyukur, Saf. Berarti Rico bukan lelaki yang tepat untukmu." Kemudian Maria kembali fokus dengan acaranya Roy Kiyoshi.

"Kira - kira kalau aku minta tolong Roy Kiyoshi lewat email. Pesanku bakal ditanggapi tidak ya?"

Maria menepuk keningnya. "Bukankah kamu sudah meminta bantuan sama mbah D?"

"Ya masalahnya aku sudah ikut ritual pun, Rico masih bersikap tidak menyenangkan padaku." ucap Safira sambil mengeluarkan sebuah bunga gading dari dalam plastik. "Kau pikir aku nggak tersiksa apa mesti menelan bunga ini!" Safira menunjukkan bunga gading yang harus ia telan untuk melengkapi ritualnya.

Maria hanya bisa nyengir dengan wajah kasihan melihat Safira berusaha memakan bunga gading tersebut. Bukan salah Maria dong ketika memilih yang masih segar dan besar - besar di penjual bunga. Karena Safira hanya meminta tolong untuk membelikan tanpa menjelaskan jika bunga tersebut adalah untuk dimakan. Maria bergidik saat membayangkan rasa bunga itu berada di dalam mulutnya. Wihi.....

"Kurasa yang perlu kamu lakukan adalah bersabar dan ikhlas. Mencoba berdamai dengan nasib seperti aku." Maria mengingatkan sahabatnya sambil mengenang sosok Yudha.

Iya, Saf. Mengikhlaskan dan berdamai dengan nasib, adalah solusi paling mujarab untuk menyembuhkan patah hati agar cepat move on.

********

Beberapa hari ini, Maria tinggal di rumah Safira. Bahkan ibunya Safira sering mengingatkan supaya tidak lupa membelikan Maria makanan. Maria jadi merasa sungkan diperlakukan dengan sebaik itu.

"Ibumu itu baik banget ya, Saf. Masa kamu tega memberi menantu sebejat Rico." Maria mencoba membujuk Safira untuk move on dari Rico.

Meskipun bukan ibu kandung Maria, tapi ia merasa tidak tega melihat ibunya Safira yang baik hati itu ikut menderita karena anaknya.

"Lha terus aku sama siapa?" tanya Safira dengan nada merajuk. Syndrom wanita berumur yang telat menikah mulai melanda Safira. Apalagi teman - teman yang dulu selalu hangout bersamanya, satu persatu mulai meninggalkannya karena menikah dan sibuk mengurus anak.

"Pokoknya jangan Rico. Aku nggak rela kamu menikah dengan bangsat satu itu."

"Memangnya kamu ada referensi cowok selain Rico." Safira melirik Maria sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa kamu nggak deketin Pak Mario saja, Saf!" Maria menyebutkan nama seorang pria tamvan dan mavan yang kemarin menyambangi SPBU untuk melakukan audit.

Ucapan Maria membuat Safira tertawa. "Eeeh... Kupikir kamu yang naksir Pak Mario."

Maria tersenyum sambil mengibaskan tangannya. "Mana pantas aku jadi pendampingnya Pak Mario. Bibit, bobot, dan bebetku nggak sepadan. Kamu tuh yang pantas! Ayah dan Ibumu orang yang baik di mata masyarakat. Karena kamu berasal dari keluarga baik - baik, kamu seharusnya mendapat lelaki baik. Bukan yang modelan bejat seperti Rico."

Safira menghentikan tawanya dan menatap Maria. "Kamu juga orang baik, Mar. Kamu berhak untuk bahagia. Kalau Pak Mario ada rasa sama kamu. Masa kamu akan menolaknya?"

Ucapan Safira membuat Maria menatap sahabatnya dengan mata melotot. "Kamu jangan membuatku berharap dong, Saf. Aku jadi melambung loh. Kalau jatuh bakalan sakit nih." Maria bergaya lebay sambil memegang dadanya, berakting sakit jantungnya kambuh. Jangan sampai di dekati Mario deh ya. Jika pria itu tahu seperti apa latar belakang keluarga Maria, pasti ia akan di depak jauh - jauh. Cukup seorang Yudha saja yang menjatuhkan dirinya ke jurang paling dalam. Yang lain jangan!

Safira hendak mengompori Maria, namun suara keributan di pulau membuat keduanya segera mendekati jendela dan melihat ke luar.

Tampak banyak pelanggan sedang memprotes operator SPBU di pulau Premium. "Sepertinya ada masalah nih." Safira bergegas turun ke bawah untuk mengetahui apa yang terjadi.

Tidak ingin dituduh mencuri, Maria pun ikut mengekor Safira untuk keluar ruangan.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Safira pada salah seorang pelanggan.

"Ini kenapa bisa begini? Saya baru saja mengisi premium di sini. Tapi kok kendaraan saya malah tidak bisa berjalan. Mesinnya mogok."

Mohon bersabar semuanya, saya akan mengecek apa yang terjadi." Teriak Safira. Kemudian ia segera memghubungi mandor nya untuk mengecek rekaman CCTV.

Beberapa saat kemudian sang mandor memberikan laporan. "Gawat, Saf. Tadi malam Rico salah mengawasi bongkaran. 8000 liter solar dimasukkan ke dalam tangki pendam Premium."

Informasi tersebut membuat wajah Safira langsung menjadi pucat pasi.

Tbc

No edit abaikan typo.


Ketika Cinta Telah Bicara (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang