Delapan

16.8K 2.1K 376
                                    

Yudha dan Mario saling pandang dengan tatapan menyelidik. Maria hanya bisa menyaksikan dua pria tamvan dan mavan itu saling menilai. Ia jadi merasa minder sendiri karena hanya dirinya yang seorang rakyat jelata.

"Maria, ayo pulang!" Yudha lebih dulu membuka suara berupa sebuah perintah. Maria memelototkan matanya. Mantan gebetannya dulu mengajaknya pulang? Pulang kemana coba?

Mario menoleh ke arah Maria yang menunjukkan raut wajah tidak suka. Merasa berada di atas angin. Dengan berani, Mario pun menantang pria di hadapannya?

"Kamu siapa?"

Pertanyaan bernada meremehkan itu membuat Yudha merasa kesal. Memangnya siapa sih lelaki itu sok - sokan berlagak menjadi pahlawan kesiangannya Maria?

"Dia tetangga sekaligus teman sejak kecilku," jawab Yudha dengan mantap. Karena merasa mengenal Maria lebih dulu, Yudha pun dengan penuh rasa percaya diri mengklaim jika Maria harus patuh padanya.

"Oh cuma teman, jadi boleh dong Maria ikut pergi bersamaku." Mario memasang smirknya. Yudha jadi semakin kesal karena merasa di remehkan.

Mario segera membukakan pintu untuk Maria dan meminta gadis itu untuk duduk di samping kemudi.

"Maria...!" Yudha berusaha menahan kepergian gadis itu. Sedangkan dari dalam mobil milik Mario. Maria tersenyum mengejek sambil mengacungkan jari tengahnya ke arah Yudha.

Setelah mobil Mario berjalan menjauh, Maria menghela nafas lega. Akhirnya setelah sekian lama, ia berani mengejek Yudha sebagai pecundang. Say thanks to Mario.

Sedangkan Yudha hanya bisa menatap kepergian Maria dengan tatapan nanar. Kemudian ia berjalan menuju ke mobil dan menendang ban untuk melampiaskan kekesalannya. Perlahan - lahan perasaan cemburu mulai menggerogoti hatinya. Perasaan yang tiba - tiba saja muncul dan membuat Yudha didera dilema. "Shit"

*********

Mario melirik Maria karena baru saja mengejek pria yang menahan keduanya di tempat parkir. Entah kejadian apa yang pernah Maria alami bersama pria itu, sehingga membuat keduanya berseteru.

"Jadi lelaki tadi tetanggamu?" Mario mulai kepo.

Pertanyaan Mario membuat Maria jengah. Memangnya Yudha itu siapa? Hanya masa lalu yang keberadaannya kini seperti kutu sehingga harus dihempaskan sejauh mungkin. Namun saat teringat jika Yudha pernah menjadi pusat dunianya, semburat merah pun muncul di wajah Maria.

Mario yang sesekali melirik perubahan ekspresi Maria jadi merasa yakin jika ada sesuatu yang special antara keduanya. Namun mengapa Maria seolah berusaha menghindar? Apakah pria itu pernah menyakiti hati Maria?

Praduga tersebut menumbuhkan perasaan posesif untuk melindungi Maria. Begini kah rasanya memiliki seorang adik perempuan? Ah bukan. Seperti inikah rasanya menjadi seorang kakak laki - laki yang ingin melindungi sang adik?

Karena terlanjur merasakan euforia, Mario pun membelokkan mobilnya di sebuah rumah sakit. Ia sudah tidak sabar mengetahui apakah Maria benar - benar adik yang selama ini ia cari.

"Loh, Bapak sakit? Kok kita malah ke sini. Bukankah Bapak tadi mau mengajak saya makan, ya?" Maria menatap Mario dengan tatapan bingung.

Setelah mematikan mesin mobilnya, Mario pun membuka dompet dan mengambil selembar foto. Kemudian ia mengulurkan benda tersebut ke arah Maria.

Maria melihat foto tersebut dengan perasaan heran. Wajah perempuan dalam foto itu begitu mirip dengan dirinya. Ia pun menatap Mario penuh tanda tanya.

"Itu adalah foto mendiang ibuku. Sebelum meninggal dunia setahun yang lalu, beliau memberi tahu jika aku memiliki seorang adik perempuan berbeda ayah. Wajahmu sangat mirip dengan ibu, dan namamu juga sama dengan yang disebutkan oleh beliau. Karena itu ijinkan aku melakukan tes DNA padamu untuk membuktikan jika kamu adalah adik perempuan yang selama ini kucari." pinta Mario dengan penuh harap.

Ucapan Mario membuat hati Maria tertohok. Bukan perasaan bahagia karena ternyata dirinya masih memiliki kerabat. Namun justru perasaan sakit hati karena merasa terabaikan. Jika dulu mereka meninggalkan Maria hingga harus menjalani hidup penuh penderitaan? Mengapa sekarang mereka baru mencari keberadaannya?

Dengan mata merah karena menahan tangis, Maria melemparkan foto tersebut ke arah Mario. Kemudian ia keluar dari mobil sambil membanting pintu dengan keras. Ia ingin segera menghindar dari Mario.

Maria merasa sangat marah. Kenapa semesta seolah membencinya? Setelah ia harus hidup dengan caci maki orang - orang disekitarnya. Ditolak oleh lelaki yang sangat ia cintai, dan kini dirinya mendapati kenyataan jika ia memang anak yang sengaja dibuang.

Mario tidak menduga dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Maria. Tanpa menghiraukan foto sang ibu yang tercecer, ia segera keluar dari mobil untuk mengejar Maria.

"Maria, tunggu! Aku akan jelaskan semuanya." Mario berusaha mengejar Maria. Tangannya terulur untuk menepuk bahu gadis itu.

Maria segera berbalik badan dan menendang perut Mario dengan lututnya. Mario yang tidak menyangka dengan perbuatan gadis itu segera melepaskan cekalannya dan membungkuk sambil memegangi perutnya seraya mengaduh kesakitan. Kesempatan itu tidak di sia - sia kan oleh Maria. Gadis itu segera berbalik badan meninggalkan Mario dan menyetop angkutan kota yang kebetulan melintas di depannya.

******

Maria menemani Safira menonton TV. Matanya memang tertuju ke layar, namun angannya justru melayang - layang entah kemana. Hari ini Maria memang kembali diminta oleh Safira untuk menginap karena kedua orang tuanya sedang menghadiri pernikahan kerabat di luar kota.

"Oh ya, bagaimana acara makan siangmu bersama pak Mario?" Safira mulai kepo. Maria hanya mengangkat bahu tanpa berniat untuk bercerita.

"Saf, tanyain ke adikmu dong! Dia membutuhkan asisten rumah tangga atau tidak?" kini gantian Maria yang merengek pada Safira.

"Lah? Bukankah kamu sudah bekerja bersamaku di SPBU? Kalau kamu resign, lalu aku harus menghadapi si Rico dan si Sundel sendirian dong." Safira menatap heran pada Maria.

"Yudha sudah mengetahui keberadaanku, Saf. Makanya aku ingin pergi dari tempat itu." Maria berusaha mengarang alasan.

Tidak ada yang lebih buruk dari saat ini, ketika Maria harus bekerja dengan perasaan was - was. Bisa saja kan tiba - tiba Yudha ataupun Mario datang kembali untuk menyambanginya?

"Tenang saja, Mar. Kan ada Pak Mario."

Di ingatkan tentang Mario membuat Maria semakin dilanda dilema. Ingin sekali ia menceritakan tentang kejadian hari ini. Namun karena belum ada bukti, Maria lebih memilih untuk diam.

"Move on dong, Saf!"

"Gimana aku bisa move on kalau aku selalu bertemu Rico setiap hari. Kamu saja yang jarang bertemu Yudha juga belum bisa move on." gantian Safira mengingatkan Maria.

Untuk beberapa saat kemudian keduanya kembali fokus ke layar televisi yang tengah menayangkan iklan kopi yang dibintangi oleh salah satu member boyband Korea.

"Kenapa si Lucas cuma bilang 'cobain kuy' doang? Coba dia bilang 'cobain gue kuy' langsung aku beli si Lucas supaya aku bisa move on dari Rico." celetukkan Safira membuat Maria yang sedari tadi dilanda galau jadi tertawa.

"Kalau Yudha datang. Kamu ngumpet aja, Mar! Aku akan membantu mengawasi sikon dan memberitahumu jika dia datang." kata Safira sambil tangannya sibuk membuka story WA.

Sebuah status yang di unggah Rico membuat Safira terdiam.

"Mar, ini kenapa si Rico pasang status beginian?" Gantian Safira yang curhat dengan wajah menahan tangis.

Maria merebut ponsel milik Safira dan melihat foto gambar tangan pria dan wanita sedang bergandengan.

Tak lama kemudian notifikasi group karyawan SPBU tempat mereka bekerja berkali - kali berdenting mengomentari status WA milik Rico.

Mail : Beneran nih, Rico jadian sama si anak minimarket?

Tbc






Ketika Cinta Telah Bicara (End) Where stories live. Discover now