Nyaman

4 0 0
                                    

Ini bukan lagi hayalanku atau perasaan ku saja. Rizwan benar2 mundur teratur. Aku bukan anak kemarin sore yang langsung saja percaya diberi alasan sibuk , banyak urusan. Aku bukan ahli psikolog tapi aku tahu dan hapal benar gaya chat setiap teman2ku. Rizwan totally berubah. Awalnya kupikir memang dia dalam masa jenuh atau stress pekerjaan, tapi ketika kubaca setiap komentar yang dia berikan pada teman2 lain yang join recordnya, aku paham. Hanya aku yang disingkirkan nya secara halus. Apa salahku? Aku pernah bertanya secara langsung padanya, dan alasan klise itu muncul lagi. Aku bantah? Tentu tidak. Aku berusaha berpikir positif meski hatiku tak menerima. Sudahlah, mungkin dia belum siap atau belum cukup bukti untuk memojokkan ku menjadi terdakwa yang membuat nya terluka dan membenciku.

"Asyik sendiri nih sampe lupa ada cogan nungguin" aku terkejut. Haris menebarkan pesonanya. Wangi parfumnya begitu menggoda. Aku tersenyum.
"Eh, belanja ya kamu?" Tanyaku
"Engga, lagi nungguin"
"Nunggu siapa? Temenmu? Kerja di sini juga? Siapa?" Aku celingukan. Haris terkekeh.
"Mayda Ramaniya" Aku melongo kemudian menunjuk hidungku sendiri.
"Kamu mau jemput aku? Tapi aku bawa motor" Haris tertawa.
"Ga masalah" Ditekannya nomor seseorang dari handphone nya.
"Masalah selesai, aku nebeng motormu" dia nyengir membuatku gelagapan.
"Memangnya kamu mau kemana?"
" Makan yuk, dan ga boleh nolak, aku udah kelaparan dan ga bawa kendaraan buat pulang"
" Yey, emangnya salahku, kamu ke sini ga bilang2" aku bersungut. Haris kembali tersenyum kemudian menatapku intens.
"Salahmu dah bikin aku rindu setengah mati" woooyyy, pasti tahu kan efeknya kalo cowok ganteng ngomong gitu sama jomblo akut macam aku, hehehe.
Kudorong badannya agar sedikit menjauh. Aku jengah dan nervous.
"Ni tempat kerja, ga enak sama karyawan lain dikira mau umbar mesum" Haris terkekeh lagi.
"Sepuluh menit lagi aku pulang" aku nyerah juga daripada Bu Ratna berkoar2 karena sedari tadi aku tahu dia mengamatiku. Haris mengangguk lalu pergi sambil sebelum nya berbisik di telingaku.
"Jangan bikin aku mati karena menahan rindu terlalu lama ya" kupukul pelan lengannya kemudian mendorong nya agar pergi. Haris berjalan santai melempar senyum pada Bu Ratna kemudian mengedipkan matanya padaku. Astagaaaa... Ni bocah ga paham aku lagi diambang perkara ya.

"Pacarmu May?" Tuh benarkan, mulai deh Bu Ratna belaga jadi jaksa penuntut.
"Temenku Bu, mau ambil pesanan bukunya" ucapku sekenanya. Bu Ratna mengangguk kemudian berlalu menyisir karyawan lainnya. Ups, selamat. Bisikku. Aku segera merapikan pekerjaan ku. Memilah berkas yang sudah dikerjakan, yang masih proses, dan belum tersentuh sama sekali. Kuberi catatan kecil di atasnya, kemudian membuat jurnal kegiatan hari ini agar lawan shiftku tahu apa yang harus dikerjakannya.

Pukul 04.10 aku sudah menatap wajah imut Haris di parkiran. Haris mengisyaratkan agar dudukku mundur. Aku menurut saja, toh aku juga enggan membonceng dia, iikh nanti dia peluk2 aku dari belakang. Rugi besar aku. Ya kan? Motor aku yang modalin eh iya dapat bonus grepe2 aku, uiiiikh....ngeri aku membayangkannya.
Sore seperti ini Bandung sedikit padat. Jam pulang kerja. Tapi Haris seperti nya hapal betul jalanan di kota ini. Jalan tikus yang dia pilih membuatku tak bisa memperkirakan kemana dia akan membawaku.
"Kita mau kemana sih?" Aku sedikit berteriak.
"Kamu pasti suka" jawabnya sambil sedikit menengok kebelakang. Sumpah aku ga bisa menahan tawaku melihatnya memakai helm pink yg selalu ku bawa sebagai cadangan kalau tiba2 ada temanku yang ikut pulang.
"Kenapa?" Tanyanya polos di sela konsentrasi nya menyetir.
"Ga apa2, hati2 aja nyetirnya, aku masih berharap ada yang halalin aku sebelum mati " Haris terbahak2.

____

Hamparan lampu kelap kelip dari beribu rumah di kejauhan mempesona ku. Patahan Lembang terlihat menakjubkan dari menara pandang Puncak Bintang Cimenyan. Yup, Haris pandai memanjakan ku. Dan aku yakin ini pasti hasil Nuri berkicau karena hanya dia yang tahu kalau aku belum pernah ke tempat ini dan sangat ingin ke tempat ini .
"Hayo ngaku dapat ide dari siapa bawa aku ke sini?" Haris menggaruk tak gatal tengkuknya.
"Kamu ga bisa ya sesekali belaga polos?" Aku terkekeh mendengar ucapannya.
"Makasih ya, ini benar2 indah" Haris mengangguk dan tersenyum. Entah berapa lama aku terdiam menatap keindahan ini dan Haris, entah apa yang dilakukan nya. Aku terpukau dengan semua hal di depan mataku. Tiba2 tanganku digenggam jemari hangat. Haris di sampingku menatap dalam kedua mataku.
"Bolehkah aku lebih dari sekedar menemani mu hari ini?"  Mataku mencari arah pembicaraan nya di kedua mata indahnya.
"Aku ingin menemanimu, sejak detik ini hingga akhir hidup kita" ada sinyal kuat di otakku yang memerintah kanku tersadar kalau dadaku sudah dipenuhi dentuman hebat. Aku yakin jantungku bekerja amat kuat memompa darahku hingga seluruh wajahku berwarna merah. Aku tertunduk berusaha menstabilkan aliran darahku. Haris mengangkat daguku pelan, menatap mataku kembali dalam2.
"Aku tak berharap kamu menjawabnya hari ini. Aku hanya ingin kamu sedikit membuka hatimu dan membiarkan aku mencoba mengisinya" kupalingkan wajahku menghindari mata penuh cinta itu. Aku diambang gelisah. Aku tak tahu dengan jelas apa yang kurasa. Mungkin jika aku gadis belia, aku akan segera memeluknya dan meraih semua mimpi yang dia tawarkan. Tapi aku seorang Mayda, wanita yang sudah kehilangan separuh hatinya dan kini berusaha mengumpulkan puing2 percaya dirinya. Aku mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di mataku.
"Terima kasih" lirih ucapku nyaris tak terdengar.
"Untuk apa?" Haris tampak bingung
"Untuk menyadarkan ku kalau aku ternyata cukup berarti untuk seseorang" Haris memegang kedua bahuku dan menuntunku menghadapnya.
"Kau bukan hanya pantas bahkan aku yakin aku bukan satu2nya yang mencari persetujuan mu untuk memilikimu" sudahlah aku tak peduli air mataku mencari jalannya.
"Hey, kenapa? Aku tak bermaksud menyakitimu" Haris tampak panik.
"Bocah bodoh" ucapku sambil mengusap air mataku.
"Bocah? Kamu bilang aku bocah? Hey nenek tua, bocah ni kalo mau bisa melumat bibir menggemaskanmu sampai kau lupa ini masih di dunia" aku berinisiatif mundur takut. Haris tertawa.
"Akan kulakukan nanti kalo kau sudah menerima maharku" aku mencubit perutnya kesal. Haris mengaduh pelan kemudian merangkul ku erat. Aku kok enggan menolak malah menikmati aroma tubuh dan bidang dadanya. Nyaman rasanya. Kalo saja pelayan sialan tak datang membawa menu yang kami pesan, aku hanya ingin tetap di detik kenyamanan itu hadir. Aaahh, apa ini???

Woy jgn ngiri ya, mama juga masih jomblo mau tuh di peluk cowok ganteng yg wangi hehehehe
Komen ajalah ga usah banyak ngayal ga jelas ya
Jgn lupa vote

BaperWhere stories live. Discover now