Gempa menatap kearah kedua mata Thorn dalam-dalam. Mata yang selalu memancarkan kecerian dan kepolosan. Gempa menyukainya. Perlahan, ia tersenyum lembut pada Thorn lalu mengusap kepalanya pelan dan lembut, penuh dengan kasih sayang. Ah ya, senyuman yang semua rindukan.

"Terimakasih, Thorn. A-Aku juga sayang dengan Thorn! K-Karena itu.. aku tidak akan pergi lagi!"

Thorn memeluk sekitar leher Gempa dengan erat lalu menangis dengan tersedu-sedu, "Th-Thorn rindu kak Gempa! Thorn rindu senyuman kakak! Thorn rindu semuanya! Thorn tidak ingin kehilangan semua itu lagi! Thorn takut!"

Halilintar yang melihat hal itu pun hanya bisa tersenyum kecil sembari menghela nafas pelan. Ia tau bahwa saudara-saudaranya sangat merindukan Gempa, semua perhatian dan perlakuannya. Mungkin sebaiknya Halilintar membiarkan mereka menghabiskan waktunya bersama Gempa.

"Baiklah, kalian bertiga sebaiknya temani Gempa dulu dan bermainlah bersama diruang tamu. Aku akan memasak sarapan untuk semuanya." Halilintar mengambil teflon yang berada ditangan Gempa lalu mengangguk pada Blaze dan Taufan.

Akhirnya mereka pun dengan senang hati menggiring Gempa bersama menuju ruang tamu untuk bermain sementara Halilintar mulai memasak didapur untuk mereka semua.

Diruang tamu, Blaze mulai mengeluarkan bola-bola apinya dan memulai atraksinya untuk menghibur Gempa. "Saksikanlah pertunjukkan bola-bola apiku yayyy!!!"

Gempa memandang atraksi tersebut dengan mata berbinar, walau tersirat rasa takut dan cemas disaat teringat ia pernah tersiksa karena api tetapi Gempa mencoba untuk menghilangkan pemikiran tersebut dan menikmati pertunjukkan yang Blaze berikan untuknya. Lagipula saudara-saudaranya tidak mungkin menyakitinya kan?

"Kau yakin akan hal itu, Gempa…?"

Gempa tersentak kaget disaat mendengar suara tersebut. Ia memandang kearah cermin yang berada tepat dibelakang tubuh Blaze. Disana terpantul bayangan Reverse yang sedang menatap kearahnya sembari bersingkap dada dengan angkuh.

Gempa menggelengkan kepala nya kasar dan mencoba untuk berfokus kembali pada pertunjukkan Blaze. Namun pandangannya tidak bisa fokus, malah terlihat kabur. Ia malah bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang kini berdetak dengan cepat dan tidak karuan. Nafasnya pun mulai terasa berat. Ia memandang kearah Taufan dan Thorn yang masih menikmati pertunjukan Blaze tanpa menyadari kehadiran Reverse yang ada dicermin itu. Sepertinya hanya dirinya yang bisa melihat Reverse.

"Kenapa, Gempa..? Berharap saudara-saudaramu itu akan membantumu?"

Reverse tertawa dengan lantang, terdengar sangat jahat. Suaranya itu memekik keras di gendang telinga Gempa, membuat telinganya itu sakit. Namun Gempa mencoba untuk tidak mempedulikannya dan bersikap senormal mungkin agar tidak membuat saudara-saudaranya ini khawatir dan panik. Hal itu tentu membuat reverse menyunggingkan seringai lebar, mengejeknya yang berusaha mati-matian untuk tetap tenang.

"Kau masih berharap mereka membantumu, Gempa…? Apa kau lupa sesuatu…?" Reverse menyipitkan matanya tajam lurus kearah Gempa. Seringainya berubah menjadi senyuman sinis. Tatapannya pun menggelap. Ia menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya sendiri, seperti membuat tanda untuk diam.

"Merekalah yang sudah menyiksamu, Gempa~"

Gempa langsung membelakakan matanya lebar disaat Reverse mengatakan hal tersebut. Layaknya sebuah kaset yang diputar kembali, Gempa mulai mengingat kembali memori-memori disaat ia diculik, disekap, disiksa sedemikian rupa hingga semuanya terasa begitu mati rasa. Bahkan Gempa pun langsung teringat dimana ia dikunci diruangan itu… ruangan dimana… saudara-saudaranya sendiri menyiksa dia habis-habisan.

Ditutup kedua telinganya dengan erat. Nafasnya mulai berhembus dengan cepat dan memburu. Keringat pun mulai bercucuran dari wajahnya. Terpancar raut takut dan trauma kembali karena memori tersebut. Jantungnya memompa cepat, seakan kekurangan udara. Semuanya terasa begitu sesak dan sakit.

Taufan, Blaze dan Thorn yang melihat hal itu pun mulai panic. Bahkan Blaze langsung menghentikan pertunjukannya dengan wajah yang pucat pasi.

"K-Kak Hali! Kak Halii! Tolong!" Taufan berseru lantang dengan suara yang sedikit bergetar, memanggil Halilintar yang langsung datang dengan raut wajah yang panik.

"Ada apa—-astaga Gempa!"

Halilintar menghampiri Gempa dan langsung memeluknya dengan erat. Gempa mencoba untuk melepaskan diri, ia memberontak kuat sembari bernafas tidak beraturan seperti terkena serangan asma.

"Le-Lepas! Lepaskan aku!"

Halilintar menggelengkan kepalanya kuat sembari terus mendekap Gempa erat, "ini aku Hali, Gempa!! Kakakmu! Kumohon sadarlah! Jangan seperti ini!!"

Gempa mencoba untuk menenangkan dirinya sekuat tenaga. Ia memberanikan dirinya menatap Halilintar yang kini mendekapnya erat.

"K-Kak Hali…" panggil Gempa dengan suara yang pelan dan parau.

Halilintar menatap Gempa dengan cemas dan khawatir, ia menelangkup wajah Gempa lembut sembari menyekat keringat yang memenuhi wajah Gempa. "Iya Gempa ini aku! Kau tidak apa-apa?! Apa yang terjadi?!"

Blaze menatap kearah Taufan dan Thorn dengan ekspresi yang takut. Ia takut bilamana Gempa seperti ini karena salahnya yang membuat pertunjukkan api. Namun Taufan langsung mengelus punggung Blaze lembut dan menggelengkan kepalanya, memberi isyarat untuk tidak takut. Sementara Thorn langsung memeluk tubuh Taufan erat. Ia juga takut jika Gempa trauma kembali dan mencoba untuk meninggalkannya lagi. Thorn tidak ingin hal itu!

Gempa meneguk ludahnya berat sembari menunjuk kearah cermin dengan jari yang bergetar. "Re-Reverse…"

Halilintar menatap Gempa dengan pandangan terkejut.

Reverse. Nama itu. Nama yang sangat ia ingat hingga sekarang. Nama yang membuat semuanya menjadi mimpi buruk. Ternyata dia belum menghilang…

Mereka pada akhirnya dihadapkan oleh masalah lain yang harus mereka selesaikan secepatnya...

Sebelum semuanya terlambat.

.

.

.

=To Be Continue=

.

.

.

Puppet and String (Re-publish)Where stories live. Discover now