"Jangan sentuh Gempa sembarang seperti itu, Fang…!" Gumam Halilintar yang menatap sinis kepada Fang yang dibalas dengan tatapan datar khas Fang itu sendiri. Dengan sengaja, Fang menyunggingkan seringai jahil dan dengan langsung memeluk tubuh Gempa dari samping dengan erat.

"Tak mau!"

"Berani kau!! Mari sini kau, Fang!"

Suasana dalam ruangan itu pun kini kian ramai dengan teriakan, gelak tawa, juga macam-macam kejahilan yang dilakukan. Hari itu bukanlah hari yang sempurna. Namun hari itu merupakan hari yang cukup baik bagi mereka semua. Mereka yakin, dengan keadaan Gempa yang semakin membaik pastilah hari mereka pun akan semakin membaik hingga Gempa pulih dengan sepenuhnya.

.

.

.

=To Be Continue=

.

.

.

Omake

"Kau yakin ingin mandi sendiri, Gempa? Tidak ingin dibantu?" Tanya Halilintar sembari menyerahkan handuk kepada Gempa.

Gempa mengambil handuk tersebut dan menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, "i..iya! mau!"

Halilintar tersenyum kecil sembari mengacak-acak rambut Gempa lembut, "baiklah kalau begitu. Aku sudah menyiapkan air bathtub nya didalam. Jangan lupa lepaskan perbanmu dulu ya saat berendam. Nanti aku kesini lagi setelah selesai menyiapkan makan siang untuk kita semua."

Gempa sekali lagi hanya menganggukkan kepalanya lalu menutup pintu kamar mandi itu erat-erat. Halilintar pun segera keluar dari kamar Gempa dan berjalan menuju dapur.

Setelah dirasa bahwa Halilintar sudah pergi, Gempa membuka pintu kamar mandinya dan mengintip keluar.

Tidak ada siapa-siapa.

Gempa pun membiarkan pintu kamar mandinya itu terbuka sedikit. Ia pun melangkahkan dirinya menuju dan tanpa melepaskan pakaiannya ataupun melepakan perban seperti yang diperintahkan kakak tertuanya itu, Gempa dengan langsung saja menaiki dan merendam dirinya kedalam bathtub.

Dirinya terdiam sejenak disitu. Senyuman pada wajahnya kini menghilang, digantikan dengan tatapan datar tanpa senyuman. Ia menatap lurus kearah cermin yang kini ada dihadapannya.

"Kau sudah menyusahkan mereka, Gempa.."

"Kau sudah menyusahkan orang-orang disekitarmu…"

Gempa menatap kearah pantulan dirinya. Namun pantulan tersebut bukan membentuk dirinya. Melainkan orang lain yang mirip dengannya.

Reverse.

"Kau sudah menjadi beban bagi keluarga ini, Gempa.. Kau tau itu kan?"

Gempa perlahan menganggukkan kepalanya dan menatap sedih kearah pantulannya itu.

"Lalu sekarang, apa yang akan kau lakukan hmm?"

Gempa menggerakkan tangannya, menuju saku bajunya dan meraih sesuatu yang sudah ia sembunyikan sejak tadi.

Ia menggenggam benda tersebut dan membuka pengamannya.

Reverse yang melihat hal tersebut langsung menyeringai lebar.

"Pilihan yang bagus.. dengan hal itu, kau bisa membuat saudara-saudaramu bahagia, Gempa.."

Gempa menatap kearah benda itu dengan begitu lama. Benda yang diam-diam ia ambil dari kakaknya disaat lengah. Benda yang mungkin akan membuatnya terbebas dari dirinya sendiri yang menjadi beban untuk keluarganya.

Sebuah pisau lipat.

Jujur, Gempa ini sangat egois, ia sadar akan hal itu. Ia ingin bersama dengan semua saudaranya yang lain dan hidup bersama lagi dengan gembira, namun disatu sisi ia juga tidak ingin menjadi beban yang harus dipikul oleh keluarganya sendiri. Gempa membenci hal itu. Gempa tidak mau menjadi beban bagi siapapun.

"Ge… Gempa… akan.. me-membuat… semua.. b-bahagia!"

Senyuman lebar terukir di wajah Gempa. Dengan perlahan, Ia mendekatkan pisau lipat itu ke pergelangan tangan kirinya.

Lalu dengan satu gerakan, Gempa mengiris pergelangan tangannya sendiri secara horizontal dengan irisan yang dalam. Air dalam bathtub pun kini dipenuhi oleh aliran darah Gempa.

"Kau sudah memilih keputusan yang tepat, Gempa~"

Puppet and String (Re-publish)Место, где живут истории. Откройте их для себя