Ice meneguk ludahnya gugup. Ia perlahan menutup pintu kamar Gempa dan berjalan dengan hati-hati ke samping ranjangnya. Ice mendudukkan dirinya, berlutut disamping ranjang Gempa sembari menatap Gempa yang kini sedang duduk tegak di atas ranjang sembari menatap kedepannya dengan tatapan kosong.

Ice menundukkan kepala nya, menatap kearah tangan Gempa yang ditutupi oleh perban yang cukup tebal, saling bertindih dipangkuan Gempa. Ia ingin sekali memegang tangan tersebut dan merasakan kehangatan yang selalu ia dapatkan dulu, namun ia sadar diri bahwa kini dirinya tidak pantas bahkan untuk menyentuh kakaknya yang dicintainya ini. Bibir Ice terasa kelu. Ia tidak tau harus memulainya dari mana. Semua kata yang telah ia susun sebelumnya, hilang begitu saja. Ditatapnya kembali Gempa yang ternyata kini tengah menatapnya, masih dengan tatapan yang kosong dan hampa.

"Kak Gempa…"

Tidak ada respon apapun.

'Haha, tentu saja. Kak Gempa mana mau meresponku..' Batin Ice yang tertawa miris.

"Kak.. Aku… I-Ice ingin… Ice ingin minta maaf pada kakak…"

Masih tidak ada respon apapun. Ice menghela nafas kecil.

"Maafkan Ice.. karena sudah menyakiti kakak… Ice tidak bermaksud… sungguh…"

Ice mengeratkan pegangannya pada sisi ranjang Gempa. Alisnya mengerut sedih. Ia menundukkan kepala nya kembali dan menatap kearah tangannya sendiri sembari tersenyum miring.

"Ice sayang kak Gempa… Ice… Ice cinta dengan kak Gempa… bahkan sebelum taruhan tersebut… tapi…" Bibir Ice terlihat bergetar. Matanya pun mulai memanas. Ia tidak boleh menangis, ia tidak boleh terlihat lemah dihadapan Gempa. Ia menggelengkan kepala nya pelan dan terkekeh lirih, "tapi Ice malah.. takut dengan respon teman-teman ice… tentang hubungan kita… Ice bodoh dan sangat pengecut ya, kak…?"

Ice menghirup nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Ia mencoba untuk tetap tenang dan tidak panik.

"Maaf ya kak.. Maaf Ice sudah menyakiti kakak karena tingkah bodoh Ice… I-Ice harap.. kakak mau memaafkan Ice dan… dan kita bisa seperti dulu lagi kak…"

"Ice rindu kakak…"

Mata Ice terbelakak saat bisa dirasakannya sebuah tangan yang kini bertumpu di kepala nya. Ia mengadahkan kepala nya perlahan dan memandang Gempa yang masih menatapnya dengan tatapan yang sangat kosong, namun Gempa tersenyum. Gempa tersenyum tipis kepadanya dengan tangannya yang kini berada di kepala Ice.

Air mata pun mengalir dari kedua mata Ice. Ia tidak bisa menahannya lagi. Perlahan, di sentuhnya tangan Gempa yang berada di atas kepala nya dan disentuhkannya tangan Gempa itu pada pipi Ice yang kini menangis kian deras.

"Maaf… maafkan Ice kak… Ice benar-benar minta maaf…"

Disitulah Ice menumpahkan semuanya. Perasaan menyesal dan kesedihan yang sudah ia sembunyikan sejak lama. Gempa mungkin memang belum kembali sepenuhnya namun Ice yakin, kakaknya yang sangat ia sayang ini pasti akan kembali dengan senyuman lebar yang selalu ia ukir. Ice yakin itu.

=ooo=

Sudah satu bulan lamanya semenjak Gempa dipulangkan ke rumah. Semuanya masih beraktivitas seperti biasa. Luka-luka pada tubuh Gempa pun sudah mulai pulih sedikit demi sedikit dan Gempa kini sudah mulai belajar berjalan. Luka di kakinya memang yang terparah karena tulangnya itu hampir hancur seutuhnya, namun kini keadaan kedua kakinya sudah mulai membaik.

Puppet and String (Re-publish)Where stories live. Discover now