“Oh ya? Benarkah kita tidak usah khawatir? Jika kau pikir bahwa dia ini benar-benar ‘baik’, lalu kenapa dia tidak menolong kak Gempa yang disekap? Yang ada, dia ini malah menjebak kita!” Jawab Ice dengan sarkas dan menatap kearah Fang dingin.

Fang yang mendengar pembicaraan itu, memalingkan wajahnya dengan cuek, “untuk apa? Aku tidak punya hak untuk menyelamatkan saudaramu itu. Tak ada gunanya.”

“Apa kau bilang?!!” Seru Blaze yang sudah sangat geram dengan tingkah laku Fang yang sangat menyebalkan. “Kau mau cari mati hah?!! Kalau begitu sini, bertarung denganku!! Akan kubunuh—--“

Belum selesai Blaze melanjutkan omongannya, mereka dikejutkan dengan pintu ruang UGD yang terbuka. Dokter yang menangani Gempa melangkah keluar dari ruangan itu. Dengan cepat, Boboiboy bersaudara pun beranjak dari duduknya dan menghampiri dokter itu dengan raut wajah yang khawatir bercampur sedih juga takut.

“Dokter, bagaimana keadaan Gempa?! Dia baik-baik saja kan?!” Tanya Halilintar yang memandang dokter itu dengan berharap bahwa Gempa akan baik-baik saja.

Namun dokter itu menghela nafas lelah dan memandang keenam Boboiboy itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Sejujurnya dengan keadaan saudara kalian yang dipenuhi banyak luka-luka serius seperti itu, seharusnya saudara kalian ini sudah tidak bisa tertolong. Namun entah mengapa dia bisa bertahan dan menanggung luka-lukanya itu. Hal ini sebenarnya adalah berita baik, namun tetap saja keadaan yang dialaminya ini tidak masuk akal.” Jelas dokter itu yang membuat keenam Boboiboy bernafas tercekat.

‘Reverse’

Hanya itu yang bisa mereka pikirkan.

“Namun syukurlah keadaannya kini lebih stabil. Kalian membawanya tepat waktu. Setelah ini kami akan memindahkannya ke ruang inap jadi kalian bisa menjenguknya. Tetapi dimohon untuk tidak membuat kegaduhan dalam ruangan, saudara kalian masih belum sadarkan diri, jadi dia membutuhkan ketenangan lebih.” Jelas dokter itu lagi sembari tersenyum.

Setelah memberikan penjelasan detail dengan pengurusan surat-surat administrasi rumah sakit tentang biaya dan penanganan rawat inap Gempa, Boboiboy bersaudara beserta Ochobot dan Fang pun langsung pergi menuju ruang yang ditempati Gempa.

Belum juga mereka sepenuhnya memasuki ruangan itu, mereka dikejutkan kembali dengan teriakan Gempa yang terdengar dalam ruangan. Dengan perasaan yang tidak karuan, mereka langsung membanting pintu ruangan tersebut dan terkejut saat melihat Gempa yang memberontak diatas ranjang rumah sakit dengan ditahan oleh dua suster yang berada disitu.

“Ada apa ini??! kenapa Gempa seperti itu, sus?!” Seru Halilintar yang langsung menghampiri ranjang Gempa.

“Kami juga tidak tau! Saudara Gempa tiba-tiba seperti ini saat sadar.” Ucap salah satu suster yang menahan pergelangan tangan Gempa dengan kuat.

Gempa yang tanpa sengaja memandang Halilintar, tiba-tiba berhenti memberontak dan menatap Halilintar dengan mata yang lebar yang memancarkan rasa takut yang besar. Ia dengan kuat menepis kedua tangan suster yang memegang pergelangan tangannya itu dan mencabut selang infus yang tertanam di lengannya.

Dengan takut, Gempa memundurkan badannya hingga terjatuh dengan keras dari ranjangnya. Tanpa mempedulikan rasa sakit, Gempa terus memundurkan badannya hingga ia pun tersudut di tembok belakangnya. Ia menutup kepala nya dengan kedua tangannya sembari menundukkan badannya, meringkuk, seperti mencoba untuk melindungi dirinya sendiri.

Hati Halilintar berdenyut sakit saat melihat keadaan Gempa yang terlihat sangat menyakitkan. Kelima saudaranya yang lain sudah menangis kembali saat melihat Gempa yang sepertinya dilanda oleh trauma berat karena siksaan yang dialaminya. Jujur, Halilintar pun ingin sekali menangis dan menumpahkan semua perasaannya. Namun ia tidak boleh melakukannya. Sebagai yang tertua dalam keluarga, Halilintar harus tegar dan kuat untuk melindungi dan menjaga saudara-saudaranya ini.

Dengan perlahan, Halilintar mencoba melangkah mendekati Gempa. Namun Gempa malah berteriak histeris dan menggelengkan kepalanya cepat dengan tubuh yang sudah bergetar hebat. Terdengar isakan yang muncul darinya.

“Jangan… kumohon jangan setrum… jangan setrum aku lagi… Gempa mohon… sakit…” Gumam Gempa dengan lirih dan nada suara yang serak dan tercekat.

Perkataan Gempa itu membuat perasaan Boboiboy bersaudara mencelos sakit. Seperti ada yang menghantam mereka dengan keras dari dalam. Entah apa yang sudah Retak’ka lakukan sehingga membuat Gempa ketakutan saat melihat mereka.

Thorn dan Solar sudah menangis histeris saat melihat hal itu. Mereka mungkin tampak kuat dan tegar, namun bagaimanapun juga merekalah yang termuda dalam keluarga. Tentu hal itu sangat menyayat hati mereka apalagi jika menyangkut tentang kakak tersayangnya. Taufan pun dengan inisiatifnya mengiring kedua adik kecilnya itu keluar dari ruangan untuk menenangkan mereka, walau jujur dirinya ingin berteriak dan melampiaskan semuanya juga. Tetapi keadaan adiknya sekarang yang terpenting.

Sementara Blaze yang sudah tidak tahan lagi dengan pemandangan didepannya itu langsung pergi keluar dari ruangan itu dengan kasar. Amarah api yang terbendung dalam tubuhnya ini sudah tidak bisa ditahan lagi. Ia merasa ingin membakar sesuatu dan meluapkan semua amarahnya. Terdengar dari luar suara Taufan yang mencoba menghentikan Blaze pergi.

Ice yang memandang kepergian Blaze hanya bisa terdiam. Air mata yang mengalir dari matanya tidak bisa dihentikan. Rasa bersalah kini menyelimuti dirinya kembali. Ia ingin mencoba untuk mendekati Gempa dan meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat. Namun Ice tau bahwa dirinya tidak pantas melakukan hal itu sekarang. Dirinya tidak layak untuk dekat dengan Gempa sekarang. Ice selalu berfikir, kenapa tidak dia saja yang berada di posisi Gempa sekarang. Ia yang lebih pantas menderita dibandingkan kakak yang dicintainya itu. Tetapi semuanya sudah terjadi, Ice tidak bisa memutar balik waktu dan memperbaiki semuanya. Segalanya sudah terlambat sekarang.

Halilintar pun hanya terdiam, memperhatikan Gempa yang masih gemetar ketakutan dengan kehadirannya. Akhirnya ia pun memberanikan dirinya berjalan lebih dekat pada Gempa. Ia menjongkokkan dirinya tepat didepan Gempa yang mencoba menyembunyikan dirinya dari Halilintar.

“Tidak! Jangan mendekat… kumohon ampun… sakit… Gempa tidak mau lagi… sakit..”

Halilintar menggigit bibirnya kuat saat melihat reaksi Gempa seakan dirinya ini akan menyiksa Gempa. Ia tidak mungkin melakukan hal itu. Halilintar lebih baik membunuh dirinya sendiri daripada menyakiti Gempa.

Dengan lembut dan hati-hati, Halilintar menyentuh pipi Gempa dan mengusapnya halus. Gempa sedikit tersentak saat merasakan sentuhan itu. Tubuhnya mulai gemetar hebat dan isakannya terdengar semakin keras. Namun Halilintar tidak menyerah. Ia pun dengan sangat hati-hati, mendekap tubuh Gempa yang terlihat sangat rapuh dimatanya seperti kaca yang hampir pecah seutuhnya. Halilintar mengusap surai rambut Gempa lembut yang membuat Gempa memandang Halilintar dengan tatapan yang tidak percaya bahwa ternyata dirinya tidak disetrum kembali.

Rasa takut masih ada didalam diri Gempa, namun Halilintar mencoba menghapus rasa takut itu dan membuat Gempa percaya bahwa dirinya ini tidak mungkin menyakiti Gempa seperti yang dikatakan. Halilintar mulai mendekap Gempa sedikit erat dan berbisik lembut ditelinga nya.

“Maafkan aku, Gempa… Maafkan aku karena sudah menjadi kakak yang sangat tidak berguna untukmu… Maaf karena tidak bisa menyelamatkanmu…”

Halilintar pun akhirnya menangis dalam diam.

.

.

.

=To Be Continue=

.

.

.

Puppet and String (Re-publish)Onde histórias criam vida. Descubra agora