"Siapa?! Siapa yang berani menyakiti kak Gempa sampai seperti itu hah?! Akan kubunuh dia!" Seru Blaze yang sudah dikuasai rasa amarah. Tangannya terkepal lebih kuat sampai memunculkan api disekitarnya. Ice menepuk bahu Blaze, mencoba menenangkannya walau sebenarnya Ice pun tidak bisa tenang, namun ia berusaha untuk lebih mengontrol emosinya jika sesuatu terjadi.

"Kami juga tidak tau siapa yang melakukannya, Blaze. Kami hanya menemukan topi kak Gempa dan alat perekam itu saja disana. Tak ada petunjuk lain. Sepertinya siapapun itu telah memindahkan kak Gempa ke tempat lain." Ucap Ice lirih dan dengan nada yang tercekat saat mengucapkan nama Gempa.

Halilintar memincingkan matanya pada Ice, menyadari tingkah aneh yang dilakukan Ice sejak awal mencari Gempa, apalagi nada suara yang dikeluarkannya terdengar aneh saat menyebut nama Gempa. "Sebenarnya aku sudah mencurigai sesuatu sejak awal dan aku sudah muak menganggap semuanya baik-baik saja disaat tingkahmu seperti itu. Apa yang kau sembunyikan dari kami sebenarnya, Ice? Itu ada kaitannya dengan Gempa kan?" Tanya Halilintar tiba-tiba dengan nada yang tajam dan sinis.

Seluruh tubuh Ice seketika itu menegang dan tersentak saat mendengar pertanyaan dari kakak sulungnya itu. Ia memalingkan wajahnya, menurunkan ujung topinya untuk menyembunyikan wajah yang kini terlihat takut dan dipenuhi oleh rasa bersalah.

"Apa maksudmu kak..? Aku tidak mengerti... Mungkin itu hanya perasaan kak Hali saja." Ujar Ice pelan.

Halilintar yang sudah tidak tahan lagi dengan tingkah laku Ice pun mulai beranjak dari duduknya dan menarik kerah baju Ice dengan kasar, memandang tepat pada mata Ice dengan tajam dan ekspresi yang penuh dengan kemarahan.

"Hentikan tingkah pura-pura tidak taumu itu, Ice! Kau pikir aku ini bodoh atau apa hah?! Kau kira aku tidak akan sadar dengan perilaku anehmu saat mendengar atau mengucapkan nama Gempa?!" Bentak Halilintar tepat pada wajah Ice. Sementara Ice yang mendapat perlakuan itu hanya diam dan tak bergeming. Ia takut dan tak berani berbicara.

"Jangan hanya diam saja! Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dari kami, Ice?! Apa yang sudah kau lakukan terhadap Gempa?!"

Thorn memeluk erat lengan Solar, dirinya terisak kecil akibat takut dengan marahnya Halilintar saat ini. Menurutnya Halilintar memang sangat mengerikan saat sudah marah. Solar pun mengusap kepala Thorn dengan lembut dan memeluknya erat, mencoba untuk menenangkan tangisan Thorn.

Ice menggigit bibir bawahnya cukup keras, dirinya sudah gemetar hebat akibat menahan tangisan juga emosi yang sudah meluap karena ditahannya. Dan dengan perasaan takut juga bersalah, akhirnya Ice mulai menceritakkan masalahnya yang terjadi dengan Gempa dimulai dengan awal mereka menjalin hubungan hingga kepada masalah inti yang terjadi satu minggu yang lalu disertai isakan kecil yang keluar karena tak sanggup mengingat kejadian yang sudah menyakiti kakak tersayangnya juga dirinya sendiri.

Tanpa ada peringatan Halilintar langsung meninju wajah Ice dengan keras sampai tubuh Ice terbentur ke lantai setelah mendengar kebenaran dari mulut Ice yang membuat sauadara-saudara lainnya syok dan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.

"Bedebah kau Ice! Berani sekali kau menyakiti Gempa seperti itu!!! Apa kau sadar dengan apa yang kau perbuat?!!" Teriak Halilintar yang sudah geram dan amarahnya memuncak. Taufan yang melihat itu langsung memeluk kakak sulungnya dari belakang dan menahan tubuhnya untuk tidak menghajar Ice lagi.

"Sudah! Jangan menghajarnya lagi, kak! Bagaimanapun Ice itu adikmu!"

"Lepaskan aku, Fan! Biar aku kasih pelajaran padanya karena sudah menyakiti Gempa seperti itu!!"

Puppet and String (Re-publish)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora