Mayda pun duduk dengan muka masam.

Hampir setengah jam obrolan yang di dominasi oleh pak Indra dan hanya memberikan sedikit kesempatan untuk Mayda angkat bicara.

Anne? Dia hanya bisa menjawab seadanya dan terkadang mengajak Mayda masuk kedalam obrolan mereka yang berakhir dengan ucapan Pak Indra yang berhasil mematahkan hatinya.

"Bu Anne kan baik, pasti jodohnya juga orang baik lah!"

Entah apa maksud perkataan itu, seolah Pak Indra tau siapa sebenarnya seorang Mayda.

"Pak Indra maaf nih, aku mau ngambel kelapa pulak tadi di suruh mamak, kami pulang duluan lah ya pak ya?" kesal melihat kedekatan Pak Indra dan Anne.

"Loh, kok buru-buru kali? Yaudah pulang duluan aja, nanti Anne saya yang antar pulang!"

Mata Mayda mau keluar mendengar Pak Indra mengucap nama Ibu Anne menjadi Anne. Kekesalannya pun semakin menjadi dengan menatap Anne sinis.

"Boleh kan saya panggilnya Anne aja!" lanjut Pak Indra.

Anne hanya tersenyum kecut.

"Gak usah pak! Saya naik kereta sama Mayda." Refleks Anne.

Pak Indra tidak bisa mencegah Anne.

***

Brakkk...

Lubang besar menyambut Anne dengan terbuka lebar. Anne terjatuh kekiri diikuti oleh kereta hitamnya. Suara klakson berbunyi panjang mengisi jalanan. pengemudi kereta dan mobil berhenti dan menonton kejadian itu. tidak sedikit juga yang membantu memapah tubuh Anne yang sudah terkulai lemah di pekatnya aspal. Soerang lelaki paruh baya membawa kereta Anne ke tepi jalan. Seorang Ibu muda meminumkan air mineral ke bibir Anne. Sesaat setelah itu, Anne tersadar apa yang terjadi, tubuhnya terasa sakit. Anne merintih kesakitan. Bajunya robek hingga memperlihatkan luka menganga di bagian siku tangan dan lututnya, ditambah dengan kepalanya yang seperti kena hantaman.

"Ada sodara kak yang mau di telpon biar jemput kakak kesini?" seorang lelaki muda menanyainya.

"Ma-" suara Anne tercekat. Ia baru menyadari ini semua terjadi karena dia berkecepatan tinggi untuk mengejar Mayda yang kesal kepadanya.

"Gak-gak, aku gak pa-pa kok!" jawab Anne langsung.

Berselang lima belas menit, keadaan kembali seperti semula, tidak ada lagi kerumunan. Hanya tersisa Ibu muda yang rela menunggu Anne dan memberikan tawaran untuk mengantarnya pulang. Anne menolaknya dengan halus.

"Aku bisa sendiri kok kak, paling bentar udah baek lagi nya!"

Tidak tega melihat Anne, wanita itu menunggu hingga Anne benar-benar sudah bisa mengemudikan kereta dengan baik.

Air mata Anne hampir saja terjatuh mengingat kejadian hari ini, perjalanan pulangnya diisi dengan dada yang sesak hingga tidak bisa bernafas dengan sempurna. Perlahan tapi pasti, akhirnya kereta sampai di halaman rumah, perlengkapan yang dititip kepada Mayda sudah ada di teras rumah. Anne menelan ludah. Sesalah itu kah aku? tanyanya dalam hati. . Lagi, dan lagi, Anne hanya bisa beristighfar kepada maha pemberi rasa, maha pemberi kekuatan.

Keadaan rumah yang sepi tak berpenghuni sedikit membuat Anne lega, dia bisa membersihkan sekujur tubuhnya tanpa harus diketahui oleh lika dan yang lainnya.

Anne membaringkan tubuhnya yang terasa remuk di atas ranjang yang berlapiskan tikar tipis.

Terngiang semua kejadian yang menimpanya dari awal dia menginjakkan kaki di tempat itu hingga detik dimana dia terhempas dari kereta hingga meremukkan sekujur tubuhnya. Mengingat lagi orang-orang yang ditemuinya satu persatu hingga saat ini. Hingga ia terlelap dan terbangun mendekati adzan maghrib.

Air Mata AnneWhere stories live. Discover now