TTM

131 6 4
                                    

          Perjalanan hidup tidak seperti membaca sebuah novel, ketika membosankan tinggal ganti dengan novel yang baru, dan apabila menyenangkan bisa diulang membaca hingga beberapa kali.

Persediaan kebutuhan pangan Lika dan Anne pun hampir habis, ditambah gaji yang tak kunjung tiba. Lika membuat kesepakatan dengan Anne, memakai uang tabungan anak didik Lika sebagai perbelanjaan harian, dan pembayaran saat gaji turun.

Allah menjamin rezeki umatnya. Sebulan lebih perjalanan mereka, Anne pun mendapatkan tawaran mengajar di salah satu MA yang terbilang cukup kecil, tapi tidak apa buat Anne asal bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, apapun akan dilakukannya selagi masih positif dan tidak mengganggu orang lain.

Matematika, Fisika dan Kimia, mata pelajaran yang diajar oleh Anne, dua belas jam dalam seminggu dan tiga puluh lima ribu rupiah per jam nya, dan hal yang baru Anne ketahui adalah ternyata sebagai guru honorer harus bekerja sebulan full untuk mendapatkan gaji seminggu. Tapi itulah peraturan yang berlaku, entah itu dari pusat atau pun dari pemerintah daerah setempat, tetap saja itu sangat menyulitkan bagi para guru honorer.

Tagihan pun datang kepada Anne, anne mencoba membicarakan masalah gaji kepada bendahara sekolah sementara, karena sekolah baru itu belum mempunyai kepengurusan tetap.

Beruntung, Anne mendapatkan gaji yang sebenarnya hanya cukup untuk menutupi kredit kereta. Bagaimana dengan makan? Bensin?

Anne hanya menggeleng kepala, karena yang menjadi prioritas adalah kredit bulanan. Persetan dengan masalah makan.

"Nek! Kau sudah gajian? Bisa nutupin uang anak murid?" tanya Lika.

"uangnya cuma cukup untuk bayar kereta Bo! Bulan depan yah? Atau nanti kalau dapat gaji dari MA. Tapi yah-nanti bulan depan." Anne mencoba menjelaskan keadaannya kepada Lika.

"utangmu udah tiga ratus lah nek! Belom lagi di tambah biaya kau sebulan kedepan! Kau harus cicil lah! Utang terus, bayar enggak! Ya kapan lunasnya? Ya jangan mikirin kredit ajalah! Aku pun ini kan uang anak murid! Bukan uangku! Lagian kredit kereta kan bisa di duluankan sama kakakmu!"

Sebenarnya Anne sudah memprediksi perkataan-perkataan yang di lontarkan oleh Lika, tapi rasa empatinya terhadap Lika dan Ibunya mengalahkan egonya, sehingga ia harus menambah kapasitas kesabarannya.

"Iya Bo! Nanti aku cicil! Boleh pinjam duit buat beli bensin besok ngajar?" tanya Anne dengan sangat memelas.

"yah elah nek! Baru aja disuruh bayar! Udah utang lagi! Yaudah nih." Lika mengeluarkan uang sepuluh ribu dari dompet tempat tabungan anak didiknya.

"Alhamdulillah makasih ya Bo!"

Lika pun meninggalkan Anne dan menaiki ranjang besi merebahkan badan sambil memasang earphone dan menelpon Uli.

"Eh nek, tolong buatin bahan buat les anak-anak besok ya. Aku gak ngerti tentang pecahan. Sekalian sama jawabannya. Hehe..." Lika melepaskan earphone dan memasangnya lagi.

Anne mengambil piring dan makan nasi dengan tiga buah gorengan kecil sisa dari Lika. Dilanjutkan dengan sholat Isya, dan membuatkan apa yang di minta oleh Lika, setelahnya Anne pun mengikuti Lika menuju tikar tipis untuk memejamkan mata.

Dering ponsel nyaring terdengar di telinga Anne.

"hoammmm... gak ada orang lain apa yang bisa kau ganggu?"

Suara Anne yang terdengar beda karena tersentak saat bangun tidur.

"nekkk.. aku takut kawanin aku yah!"

"kenapa? Ada hantu? Dah gak usah takut! Cantik gak hantunya?"

"matamu itu! Kau pikir cewek apa?"

Air Mata AnneDonde viven las historias. Descúbrelo ahora