Dorm in Love

15.7K 380 14
                                    

Hello… Hello… *nyanyi SHINee*hehehe. ..
hello readers…saya tahu saya masih hutang FF yang belum terselesaikan tapi saya bener-bener gak bisa nahan tangan yang udah gatel banget mau post nih cerita…! Plisss maklumlah!
Dan untuk FF ‘Saranghanda, Miina!’ tetep akan saya garap kok, soalnya materinya juga udah ada bahkan sampai tamatnya.
well. Hope you’ll enjoy my this new one… \(^o^)/
Kalau merasa cerita ini layak diteruskan, silahkankan klik vote dan comment jika ada kata-kata yg ingin disampaikan (kritik, saran, dan –jika ada- pujian hehehe)

***********

Aku baru saja turun dari bis umum dan memutuskan untuk istirahat sekaligus berlindung dari teriknya matahari di bangku halte. Sambil duduk kuusap jidatku yang ternyata sudah berpelu lalu mengibaskan tanganku ke area sekitar kerah bajuku karena gerah.

Musim panas ini memang yang paling panas! Ingin sekali rasanya bermalas-malasan di rumah sambil baca komik di depan kipas angin. Tapi tentu saja aku tak mungkin tega bersantai begitu sedangkan Ibuku baru saja dioperasi karna usus buntu yang tiba-tiba saja menyerangnya.

Operasinya berhasil tapi itu belum membuatku lega. Sebagai single-parent, Ibukulah yang kerja keras untuk menghidupi kami berdua. Maka aku, sebagai putri yang tau diri, bersedia saja saat ibuku memintaku menggantikannya sementara menjadi pembantu rumah tangga meski sebenarnya rasa malas yang luar biasa sedang membelenggu anggota gerakku saat ini.

Dan karena itulah sehabis pulang sekolah aku langsung ke sini… sedang mencari alamat yang katanya, apartemennya majikan ibuku itu. Aku merogoh saku dan memerhatikan secarik kertas yang sebenarnya sudah kubaca sejak tadi, “The Sharp Star City Apartment, Tower C, Gwangjin-gu, Jayang Samdong,” dan lagi aku masih belum percaya dengan apa yang kubaca. The Sharp City Apartment setahuku adalah tempatnya orang-orang berduit tebal! Waaahh…

Apa ibu tidak salah tulis ya?

*************

Aishhhhhh jinjja! Apartemennya ini benar-benar tinggi!! Halamannya juga sangat bagus dan sepertinya mahal biaya perbulannya di sini! Aduh aku bahkan merasa hina sendiri karna kondisiku sebagai bocah sekolah yang dekil jika dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di sini yang kuyakin tiap minggunya rajin ke tempat yang paling membosankan bernama salon. Ibuku sendiri menurutku masih lebih pantas karna setidaknya dia punya ‘wajah mampu’.

Jeogi, apartemen nomer 1011 dan 1201 di lantai berapa ya?” tanyaku pada agassi di receptionist.

Agassi itu melihatku curiga, memandangiku dari sepatu sampai ujung kepalaku yang ditutupi rambut lurus yang kuikat kuda sebelum akhirnya bersuara, “Adik siapa?”

Sedikit tidak terima juga saat Agassi itu menyebutku dengan sebutan ‘adik’ bukan ‘agassi’ untuk gadis berumur 18 tahun sepertiku.

“Ng… aku pembantunya… jadi bisakah Agassi memberitahukanku di mana letak kedua apartemen ini?” tanyaku lagi sedikit gengsi.

**************

Aku menarik nafasku. Jantungku sungguh berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku hanya takut. Seperti apa majikan ibuku itu? Apa itu sebuah keluarga yang mempunyai seorang anak kecil super bandel? Aigoo aku paling malas berurusan dengan anak kecil! Ah tapi kalau itu sebuah keluarga kenapa kamarnya harus dipisah begitu? Apalagi lantainya pun juga berbeda setelah tadinya kukira sebelahan.

Pertama, aku sampai di apartemen nomer 1011 dulu yang terletak di lantai 11. Dan aigoo… dinding di samping pintunya itu penuh dengan coretan. Sepertinya di sini memang ada anak kecil yang bandel cotret-coret di situ. Lalu orang tuanya mungkin tidak harmonis sehingga ayah dan ibunya tinggal di apartemen yang berbeda. Ya, bisa jadi…

Dorm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang