***

"Kau yakin ingin membunuh Tristan?"

Tidak menggubris perkataan Lander, Thanasa menguncir tinggi rambutnya dan mengambil beberapa panah dan pedang bercorak emas.

Dua bulan lalu ia berhasil kabur dari cengkraman Delano.

Selama dua bulan ini, ia juga bekerjasama dengan Lander dan Felltiro Cov. Belajar menunggangi kuda, memanah dan berperang. Untuk ukuran pemula, Thanasa lumayan diperhitungkan kemahirannya, mengingat ia juga seorang wanita. Mungkin karena pengaruh dendam dan amarah yang memacu tekat istri Delano tersebut menjadi sangat kuat untuk membalas dendam.

Sebelum keluar menuju arena pertempuran, langkah kaki Thanasa terhenti. Badannya menghadap Lander.

Menatap serius, Thanasa pun mengangkat suara. "Kau dan aku beruntung bisa selamat dari tragedi mengerikan dulu. Setidaknya jangan menunjukkan belas kasih mu kepada musuh. Aku tidak peduli dia adalah Kakak ku atau apapun itu, aku tidak ingin menganggap dirinya ada."

Lander berdehem. Sejenak ia pun memikirkan omongan Thanasa yang ia rasa ada benarnya juga.

Ayahnya juga dibunuh waktu itu. Bagaimana ia bisa ikhlas begitu saja?

***

Suara teriakan ribuan prajurit dikejauhan sana— berkumandang dengan kobaran haus darah. Saat mendekat, Tristan dibuat agak sedikit terkejut begitu juga dengan Delano yang pandai menyembunyikannya dalam raut datar.

Faktanya, Thanasa tidak pernah ditawan atau diculik oleh Felltiro Cov. Melainkan gadis itu berpihak pada seseorang yang menjadi musuh dari Altair. Kehadiran Lander juga ikut membuat keadaan semakin membara.

Tristan memincingkan mata dari kejauhan.

Jadi laki-laki itu selamat?

Dilihat-lihat, penampilan Thanasa juga banyak berubah, terutama melihat si gadis yang menunggangi kuda dengan gagah dan beberapa alat pembunuh yang melekat pada tubuhnya.

Tidak ada yang bisa menebak apa isi pikiran Delano saat ini. Sang penguasa Altair memandang lurus pada Thanasa dengan dingin.

"Kita bertemu lagi, Pembunuh." Lander membuka suara. Matanya cukup tajam dan mengkilat marah pada Tristan. Ia menjadi saksi hidup satu-satunya atas tragedi waktu lalu. Tristan memenggal kepala Ayahnya dengan keji dan tanpa ampun. Tak sampai disitu, perut Ayahnya juga diobok-obok sampai ususnya keluar dan dijadikan makanan anjing. Ah, tak lupa juga pria itu juga memotong kaki Ayahnya sebelum memenggal kepala. Lander ingat betul bagaimana Tristan tidak menunjukkan rasa kasihan sama sekali. Bahkan teriakan ampunan Ayahnya dihiraukan hingga pita suaranya serak.

Cukup keji bukan?

"Tak apa kau selamat hari itu, kali ini aku akan memastikan kau akan benar-benar tewas." Sahutan Tristan membuat Lander tersenyum iblis. Ingin sekali ia merobek mulut yang barusan bicara tersebut.

"Ck, pria sombong."

Fell mengangkat tangan kanan ke atas, memberi tanda perang siap dimulai. Detik itu juga, kubu Fell langsung melajukan kuda.

Semua maju berperang.

Delano berhadapan langsung dengan Fell.

Tristan dengan Lander.

Thanasa?

Ia dikerumuni pasukan Fell dalam bentuk benteng pertahanan, gadis itu diam beberapa saat dan menunggu diwaktu yang tepat.

5 menit berlalu, Thanasa akhirnya melajukan kuda.

Bisa dibilang peperangan ini tidak terlalu berbanding jauh. Banyak mayat prajurit yang menghiasi perang. Cairan merah juga ikut menjadi latar belakang serta suara teriakan dan auman kesakitan yang campur aduk menjadi melodi perantara.

Fell terluka, Thanasa segera menuju kearahnya ikut membantu.

Disinilah sepasang manusia yang masih menjalin hubungan suami istri itu namun dipertemukan kembali dalam situasi ganas.

Setelah dua bulan, akhirnya mereka bersua lagi.

Tanpa basa-basi, Thanasa pun maju.

Begitu lihai pergerakan gadis itu sampai sang Raja mengakui keahliannya yang maju pesat setelah dua bulan tidak berjumpa.

Hm, semakin menarik saja.

Delano menyeringai kecil. "Lama tidak melihatmu, sayang."

"Ck, perhatikan kata-katamu brengsek."

"Galak sekali."

Thanasa tidak peduli, ia menyerang Delano dengan semangat menggebu-gebu.

***

Delano tuh maso.

MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓Where stories live. Discover now