08|| Don't Start Now

50 23 38
                                    

Have a good day!
Happy reading!

• • •

"Iya, Ma. Tentu. Tidak aku masih di kantor. Mungkin setelah semua pekerjaan selesai aku akan ke sana. Bukan besok. Akhir atau awal tahun."

Maya tidak absen menanyakan kabar putranya. Terlebih sekarang Saka sudah ada di Jakarta. Bukan lagi di Berlin. Sehingga setiap waktu luang pasti akan ada panggilan atau paling tidak pesan masuk dari Maya. Saka tentu memaklumi sikap ibunya. Walau mustahil untuk dipungkiri jika terkadang sang ibu menghubungi di kondisi yang tidak tepat, tapi Saka pasti tetap mengindahkan.

"Dia baik-baik saja. Tidak perlu khawatir, dia selalu memberikanku makan. Iya, Ma. Ya sudah nanti aku hubungi lagi. Aku akan ada rapat beberapa menit mendatang."

Bagaimana kabar Ve? Apa ia memberikanmu makan dengan benar?

Saka terkekeh mengulang pertanyaan ibunya. Sekilas ia ingat saat mengantar Ve pulang. Bagaimana ia bercerita dengan penuh semangat. Hingga tanpa sadar Saka berkali-kali mengulas senyum. Wajahnya yang berseri meskipun pencahayaan mobil tidak begitu terang bahkan cenderung temaram, membuat Saka ingin selalu melihatnya seperti itu.

"Shit!" Suara kencang Rein kembali membawa Saka ke dalam realita. Ia tidak tahu kapan Rein mengetuk pintu ruangannya. Tiba-tiba sudah berdiri dengan wajah lusuh.

"Apa kamu tidak tahu cara yang benar ketika ingin masuk ke ruangan bosmu, heh?" rutuk Saka.

"Apa seorang bos terlalu terburu-buru sampai melupakan telinganya di rumah?" Rein langsung duduk tanpa dipersilahkan. "Dan sejak kapan bos besar terlihat seperti orang bodoh?"

Tidak heran kalau Rein berani berkata demikian kepada Saka. Meskipun saat ini kedudukan Saka ada di atasnya karena mereka sedang berada di wilayah kantor. Tapi hal itu sama sekali tidak membuatnya bisa berbicara dengan kata-kata sopan.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Ck! Tidak penting. Ada yang lebih penting dari sekedar aksi senyum-senyum tanpa sebab itu."

Saka baru menyadari perkataan Rein. Ia memang hampir tidak pernah terlihat seperti tadi. Saka kemudian menetralkan ekspresinya.  "Hal penting apa?"

"Andi Wijaya ingin bertemu denganmu lusa. Semua terjadi di luar dugaan kita." Nada bicaranya mulai serius.

Ini kabar yang tidak pernah Saka duga akan Rein sampaikan. Karena sejak mereka berdua mengibarkan bendera perang secara dingin, mereka sama-sama tidak sudi untuk saling bertatap muka. Dan sekarang, lihat siapa yang justru mengambil jalan lain.

"Dia sedang berlibur setahuku." Saka berusaha lebih santai. Menghadapi hal semacam ini harus dengan keadaan yang tenang. Karena sedikit saja emosi ikut campur, semua akan semakin rumit. Tentu Saka tidak ingin membuat keadaan dan rencananya kacau.

"Ya, dan lusa ia sudah kembali. Dia bahkan berkata jika kamu tidak datang menemuinya, dia sendiri yang akan mengunjungi kantor ini. Bukankah itu semua sangat aneh? Maksudku, ada sesuatu yang sudah direncanakan oleh Andi."

Saka tidak tahu apakah Andi Wijaya telah mencium langkahnya. Sebab, sampai sekarang belum ada informasi yang datang dari Juan.

"Soal penjualan cabang, bagaimana?"

"Semua telah selesai. Proses transaksi akan dirampungkan siang nanti."

"Bagus. Itu bisa digunakan sebagai tameng jika sampai Andi Wijaya memeras semua saham dari beberapa rekan besar Adyatma. Atur waktunya. Dengan senang hati akan kutemui si tua bangka itu."

"Lalu untuk Juan apa sudah berhasil mendapatkan data penting Andi?" Rein tidak bisa memungkiri bila saat ini posisi Adyatma sedang benar-benar rentan.

no one ever changes in the endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang