"Kagak, Han! Itu ... gue emang sering nemuin dia, tapi gue ngelakuin itu karena dia emang butuh support. Masalah dia cium pipi gue, anggap aja itu kebablasan. Dia sakit, harusnya lo mikir kesana."

"Yaudah, kita percaya." Ucap Khrisna pada akhirnya, "Tapi kalo besok-besok gue mergokin lo lagi, berarti emang ada yang gak beres sama lo."

"Kalaupun iya gue naksir Ody, gue gak akan bawa dia clubbing sampe mabok kok. Santuy." Raga menyindir kejadian hari kemarin sampai-sampai gue gak bisa menahan tawa. Buat saat ini oke lah, alasannya bisa gue terima. Masih untung kepergoknya sama gue, coba kalo sama orang lain. Udah diseret ke masjid terdekat kali tuh si Raga buat dinikahin paksa. Dia keliatan lesu banget pagi ini, kayaknya Raga kelelahan karena kurang istirahat gara-gara tragedi Geraldino Osmano. Wawancara dadakan itu berakhir sampai disana. Gue gak menampik, gue masih belum puas dengan jawaban Raga karena alasan yang dia utarakan gak sesuai dengan ekspresi wajahnya saat dapat kecupan itu dari pasien remaja bernama Ody tadi.

Sebenarnya gak masalah sih, hak Raga mau suka sama siapapun juga. Tapi harusnya dia tau sikon, Ody memang butuh support namun cara Raga memberikan support itu terlalu berlebihan sampai Ody menanggapinya dengan respon lain. Gue lagi gak mau berasumsi lebih jauh dari ini, lagian ngapain juga gue ngurusin kisah asmara orang disaat kisah gue sendiri belum segreget mereka berdua? Daripada mikirin itu, mending gue dengerin pengumuman dulu dah dari pengeras suara yang tersebar di seluruh titik ruangan Rumah Sakit Jiwa.

Kayaknya pengumuman berasal dari divisi Humas RSJ deh, mereka ngasih tau kalau besok pihak rumah sakit mau ngadain perlombaan antar instalasi untuk memperingati hari ulang tahun RSJ yang ke-41. Yang lain pada kaget, sementara gue lempeng-lempeng aja karena udah dikasih spoiler sama Raga kemarin sore saat kumpul di rumahnya Vernon. Katanya besok semua orang wajib pake baju olahraga, mendadak aja gue bersemangat karena itu tandanya, yang jadi perwakilan instalasi gak akan jaga di UGD sampai acara selesai.

"Saya sama Khrisna yang wakilin!" Gue merangkul Khrisna yang saat itu lagi mijit keningnya sendiri akibat kewalahan paska menangani pasien patah tulang. "Besok UGD yang handle adek-adek koas sama residen aja, biar abang-abang konsulen ini mempertaruhkan harga diri UGD di lapangan." dengan sombong gue menepuk dada sendiri, memasang senyum jumawa dihadapan para dokter muda yang gak bisa protes walau mereka sangat ingin melakukannya.

"Khris?" Desis gue yang masih memasang senyum lebar ala kuda, tangan gue meremas bahu lelaki yang sejak tadi cuma cengo dalam rangkulan gue itu.

"Eh, iya, biar kita yang wakilin." Katanya malas, gue curiga hari ini jiwa kita berdua lagi ketuker kayak di drama-drama yang suka Filza tonton tiap ada waktu senggang.

"Ada yang mau protes?" Pancing gue, sontak membuat mereka menggeleng cepat.

"Tapi kalo ada apa-apa kita bisa telepon dokter kan?"

Gue mengangguk mantap, "Telepon aja, kita langsung lari kesini pake jurus ala si Ceking."

Tau gak lo siapa si Ceking? Itu loh, temennya Ronaldowati yang sampe sekarang gak tinggi dan gak tua-tua. Panutan gue pokoknya mah, apalagi mantra ikonik dia pas mau lari yang bunyinya 'trikitik kitik kitik~'.

"Oke, dok, semoga bisa membawa kebanggaan buat UGD ya." Ucap salah satu koas yang kini tercengir canggung seraya mengepalkan tangannya ke udara.

"Serahkan semuanya pada Allail Johan Rachmadi." Ucap gue bangga lalu pergi menyeret Khrisna dari rapat dadakan itu. Gue tadinya mau ajakin Raga, tapi kalo urusan lomba-lombaan dia jarang mau ikutan karena gak punya otak cerdas nan licik kayak gue. Dia lebih baik jadi wasit aja, atau minimal jadi tukang ngasong air mineral aja supaya hidupnya bisa sedikit bermanfaat bagi jiwa-jiwa haus permainan seperti gue.

TIGA BELAS JIWAWhere stories live. Discover now