🌅 Havika: 09

1.8K 437 40
                                    

“Nda, kamu nggak ngecek toko?” Tanya Silvia sembari menyamankan posisi duduknya di atas ranjang.

“Nggak dulu, kata Mas Angga dia masih bisa handle sendiri.” Jawab Handa menarik selimut.

“Penghasilan toko emang cukup buat keluarga kita?”

Handa melirik. “Cukup kok. Aku kan juga rajin nabung.”

“Oh, kirain gaji jadi manager bank kamu kasih semua ke Elsa.”

Handa menelan ludah. “Kita... Bisa nggak usah bahas itu lagi, nggak?”

Gantian Silvia yang melirik Handa, sebelah tangannya menarik selimut di dekat kakinya hingga ke pinggang. “Kenapa? Masih susah ngelupain yang lebih bisa nyenengin kamu?”

“Sil,”

“Kamu sendiri yang bilang kaya gitu ke aku. Kamu bilang aku nggak bisa nyenengin kamu. Kamu bilang aku nggak bisa muasin kamu. Haha, kayanya Els—”

Kedua mata Silvia terbelalak ketika Handa dengan tiba-tiba membungkam mulutnya dengan bibirnya.

Sepasang mata itu kini saling beradu pandang. Yang satu dengan tatapan tajamnya, sedangkan yang satunya dengan mata membulat terkejut.

Hanya selang beberapa detik, Silvia secara refleks mendorong dada Handa hingga pria itu agak termundur ke belakang, kembali duduk di tempatnya.

“Kamu ngapain?!” Protesnya.

“Bikin kamu diem. Kemarin kayanya kamu irit banget ngomong. Sekarang jadi cerewet banget.”

Silvia mendesis, memberikan tatapan kesalnya pada Handa seraya merosot hingga berbaring.

“Marah?” Tanya Handa, melihat bibir Silvia yang tampak komat-kamit tanpa suara.

Silvia tak menjawab, bibirnya sekarang bungkam, matanya melihat kesal ke arah lain.

Handa menghela napas, ikut membaringkan diri. “Masa digituin aja marah?” Handa ikut memanyunkan bibir.

“Bibirmu tuh bekas kamu pakai nyentuh Elsa.” Balas Silvia.

Handa menggembungkan pipinya sekilas, kemudian bangkit dan turun dari ranjang. “Ya udah, aku sikat gigi dulu sepuluh kali biar bekas bibirnya Elsa ilang.” Ucapnya lantas pergi ke kamar mandi.

“Emang bisa?” Tanya Silvia, memandang Handa yang sekarang sudah berdiri di depan wastafel.

“Ya bisalah, gigi kuning aja bisa langsung putih habis sikat gigi. Apalagi bekas bibirnya Elsa.” Lama-lama Handa juga jadi gemas sendiri.

“Yang disikat kan giginya, bukan bibir.”

“Nanti sekalian bibirnya aku cuci. Sekalian cuci muka lagi. Aku pakai mouth wash juga. Aku jamin bersih luar dalam.” Tapi dosanya nggak ikut luntur, Mas.

Silvia hanya memutar mata, masa bodo dengan Handa dan lebih memilih mengambil ponsel miliknya yang ada di atas nakas.

Sudah jam sepuluh lewat.

Ia kembali mengunci ponselnya dan menaruhnya di atas nakas. Tak begitu tertarik dengan apapun yang ada di ponselnya.

“Nggak usah gosok gigi sampai sepuluh kali, berdarah nanti gusinya.” Ucapnya ke Handa.

Handa yang baru memulai acara sikat giginya itu menoleh, namun kembali melihat ke cermin di depannya karena Silvia juga tak melihatnya. Malah kelihatan sibuk melihati kuku jari tangannya.

Lima menit berlalu, Handa kembali lagi ke atas ranjang dengan wajah yang lebih segar.

Dia mendudukkan dirinya dan melihat Silvia. “Udah bersih nih.” Ucapnya, buat Silvia melirik sinis.

“Ya terus?”

Handa menekuk bibirnya ke bawah, kemudian menarik selimut yang ia duduki sebelum kembali membaringkan diri di sebelah Silvia.

“Boleh cium dong ya?”

“Enggak.”

Handa mengubah posisi tidurnya jadi menyamping, menggunakan sebelah tangannya sebagai bantal menghadap Silvia.

“Kuku terus yang diperhatiin. Akunya juga dong. Nanti aku kabur lagi kamu marah.”

“Bukan marah. Benci.”

Handa memajukan wajahnya dan mencium kilat pipi Silvia, buat sang istri langsung menoleh dengan mata mendelik.

“Ih! Nda!”

“Hehe. Udah bersih kan, ya?”

Silvia mendecak, ketika dirinya hendak memalingkan wajahnya, dengan cepat tangan Handa menahan wajah Silvia dan menyambar bibir sang istri.

Jika dihitung, mungkin sudah sekitar satu tahun mereka tak melakukan hal ini.

Well, mungkin hal itu juga yang membuat Handa tergoda akan sosok Elsa. Mungkin. Karena selama ini keluhan yang Handa berikan kepada Silvia hanya tentang seks dan hasratnya yang lebih bisa dipenuhi oleh Elsa.

“Mama?”

Kepala keduanya serempak menoleh ke arah pintu, kemudian saling memandang satu sama lain.

“I-iya, Havi? Kenapa sayang?” Jawab Silvia, sebisa mungkin mengontrol suaranya agar tak pecah.

“Havi nggak bisa tidur.”

Silvia memukul-mukul lengan Handa, memberikan sinyal pada sang suami agar menyingkir dari atasnya.

Bibir Handa manyun, dengan agak tak ikhlas menyingkir dan membiarkan Silvia turun dari ranjang untuk membuka pintu.

Silvia mengusap bibirnya yang agak basah, serta merapikan rambutnya yang lumayan berantakan. Lalu sambil memasang senyum ia membuka pintu kamar.

Havika, bocah laki-laki dengan piyama Ice Bear itu mendongak dengan wajah lelahnya. “Mamaa..”

Silvia tersenyum, agak merundukkan tubuhnya untuk menggendong Havika dan membawanya masuk ke dalam kamar.

‘Ini caranya gue turn off gimana? Udah kadung bangun anjir!’ Jerit Handa dibalik senyumnya.

─────     ▫     ─────

Rabu, 20 November 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rabu, 20 November 2019

NOTE:

Beberapa kalimat sudah diubah demi kenyamanan yang nulis. /140520

HAVIKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang