Memori

18K 1K 42
                                    

Angst. Romance. Boys Love

"Semua tokoh adalah milik penciptanya."

Lan WangJi
Wei WuXian
.
.
.

Petikan senar Quqin mengalun, menghantarkan nada-nada sendu yang memecah keheningan malam di Jingshi milik pria itu. Ia duduk menghadap jendela ditemani bulan yang menyorot terang, menyinari wajah seputih salju nya yang begitu rupawan.

Tak bercela, dingin, nyaris tak tersentuh.

Malam ini, kembali Lan WangJi memainkan Inquiry untuk kesekian kalinya, mencari jejak jiwa yang mungkin masih ada di dunia walau sudah 10 tahun sejak kepergiannya.

Jiwa Wei Ying-nya mungkin masih ada di dunia.

Dengan harapan itu ia menggerakkan jemarinya untuk nyaris setiap malam kembali menghadap Quqin nya mencari jawaban.

Kali ini, setelah Inquiry kembali bermonolog tanpa balasan, Lan WangJi menghentikan petikannya. Adalah saat saat langka bagi siapapun untuk melihat sosok Han GuangJun menghela napas berat, tapi ini lah yang dilakukannya. Ia termenung menatap bulan yang memantul pada mata jernihnya. Wajah tampannya ber gelombang, memetakan segaris kerinduan.

Lama memandang langit terang diatasnya, Lan WangJi menunduk, jemarinya telah kembali mengelus senar, dan kali ini nada yang menggema dalam Jingshi itu agaknya sedikit bernyawa.

Lan WangJi memainkan WangXian, mencoba mengenang Wei WuXian dan kebersamaan mereka yang singkat.

Lagi dan lagi.

Dawai-dawai itu selalu membawa Lan WangJi ke masa lalu. Kali ini, ingatannya terlempar pada saat-saat ia bertemu Wei WuXian, malam ketika hujan turun sangat lebat. Ketika serombongan orang-orang Wen ada di belakang punggung rapuhnya yang duduk tegak diatas pelana.

Lan WangJi mengingat bagaimana pantulan wajah marahnya hadir dalam iris abu terang milik Wei WuXian. Ia ingat dirinya berkata dengan nada nada dingin dan mencela,

"Mereka orang orang Wen, apakah kau berkhianat?"

Dan Wei WuXian tertawa, walau ia tak tahu apa yang lucu dari seluruh situasi ini.

"Mereka hanyalah orang orang lemah, mereka tidak harus merasakan penghukuman juga, Lan Zhan."

Kemudian,

"Pergilah Lan Zhan, kau tidak terlibat dengan perbuatanku, jadi biarkan aku lewat"

Tali kekang ditarik. Kuda itu nyaris melaju melawan lebatnya hujan ketika Bichen ditarik menghalangi jalan, berpendar sejernih kristal dan membuat Wei WuXian harus sekali lagi berhenti, kali ini dengan amarah yang membumbung nyaris sama dengan milik Lan WangJi sendiri.

"Apa maumu?"

Lan WangJi, masih dengan Bichen terhunus di tangan kanan nya, maju mendekati Wei Wuxian hingga jarak mereka hanya tinggal satu langkah. Wei WuXian tidak gentar, walau kuda kuda beserta penumpang di belakangnya mulai gelisah ketakutan. Mereka beradu tatap.

Api bertemu api dalam lebatnya hujan.

"Pulang ke Yunmeng, Wei Ying. Tinggalkan mereka."

"Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Kau akan menjadi penghianat,"

Tawa Wei WuXian sekali lagi mengudara. Kali ini dingin.

"Apa pedulimu, Lan Zhan? Aku tidak ingat kau begitu memperhatikanku sejak dulu. Bukankah kau selalu menyuruhku enyah? Aku tahu kau tidak menyukaiku, jadi mengapa kali ini kau berlagak peduli?"

Lalu,

"Apapun hubungan kita di masa lalu sudah usai. Pergilah, jangan menghalangiku."

Lan WangJi ingat bahwa ia membeku mendengar itu. Amarah, rasa kecewa dan sedih menjadi satu, menggerakkan tangannya untuk menyarungkan Bichen dan menyingkir. Nyaris berharap bahwa detik itu juga Wei WuXian lenyap dari pandangannya. Berharap mereka tak pernah bertemu malam itu.

Lan WangJi menyingkir darinya. Membuka jalan untuk Wei WuXian menghadapi kehancurannya yang menyedihkan. Ia gagal mempertahankan orang itu. Ketidakmampuannya, keegoisannya, harga dirinya yang terlampau tinggi dan emosi nya yang tidak terkontrol menghantarkan penyesalan luar biasa ketika ia akhirnya mendengar berita kematian pria itu.

Ini semua salahnya.

Semua orang di sekitarnya bersorak, tapi ia menangis.

Dia yang gagal membuat Wei WuXian mengerti bahwa ia peduli.

Dia gagal membuat cintanya tersampaikan.

Lan WangJi terlambat menyadari bahwa Wei WuXian adalah poros semestanya yang baru. Yang berubah pijakan sejak kehadiran pria di Cloud Recesses. Dan kepergiannya membuat segala hal menjadi tak berarti. Dia hampir berpikir bahwa ide menyusul Wei WuXian mati bukanlah hal buruk.

Nada-nada yang dia petik melemah, lalu berhenti sempurna.

Tidak pernah menyentuh bait terakhir. Seperti perasaannya.

Setetes air mengenai jemarinya yang masih menyentuh senar. Ia menengadah, membiarkan air mata mengalir di pipi.

Wei Ying, maaf.

Kembalilah.

Izinkan aku mencintaimu sampai selesai.

Tiga tahun kemudian, suara seruling bambu memainkan melodi yang hanya ia mainkan untuk orang itu terdengar. Dan WangJi merasa waktunya kembali berhitung.

[WangXian] Feels ✓Where stories live. Discover now