+klarifikasi

4.1K 745 42
                                    

Aku menutup laptop setelah mengirim tugas sejarahku ke alamat email pak Arif. Dari pada menerima tugas di buku tulis, pak Arif lebih suka meminta kami mengumpulkan tugas dalam bentuk soft file. Katanya, selain lebih praktis dan menghemat kertas dengan mengirim tugas lewat email kami juga ikut berperan menjaga kelestarian pohon karena mengurangi penggunaan kertas.

Ah, andai saja semua guru seperti pak Arif, aku tidak akan butuh tas untuk pergi ke sekolah.

Selesai mengerjakan tugas aku berdiri dari kursi belajar untuk meregangkan badan yang pegal. Capek juga ternyata pulang sore dan langsung lanjut mengerjakan tugas. Gimana besok kalau aku kuliah, ya?

Ngomong-ngomong waktu itu sering sekali terasa cepat berlalu. Kayaknya baru kemarin aku masuk Sekolah Dasar, eh, udah mau lulus SMA saja.

Aku mencabut ponselku yang sedang di charger kemudian berjalan ke arah kasur sembari menyalakan ponsel. Niatnya aku mau membuka Youtube tetapi malah salah fokus pada notifikasi WhatsApp yang membludak.

WhatsApp

Babiku
Heh, babi cepet jelasin ke .... (267)

Raihan XI IIS 4
Lo sama Abin beneran .... (4)

Yolanda XI MIA 4
Bangsat lo, Nay, anjing .... (12)

IIS Dahlia
Haikal : Jancuk peer e akeh tenan .... (328)

OSIS SMANSA
Pak Ketos :  Besok rapat ditunda .... (98)

Caca X MIA Dua
Kak Naya, boleh titip proposal buat .... (2)

Guntur X IIS Lima
Stiker (4)

Haikal XI IIS 3
Tugas pak Arif udah belum, cuk ... (2)

Aku tidak sempat men-scroll tampilan WhatsApp untuk melihat chat lain yang masuk karena tiba-tiba ada panggilan masuk dari Alia yang buru-buru kutolak. Aku tahu dia menelpon karena aku online, namun, tidak kunjung membalas chat-nya. Jadi langsung saja jariku menyentuh layar ponsel untuk membuka pesan dari Alia. Menggulir pesan dan membacanya satu-persatu. Namun, sepertinya aku tidak perlu memberi tahu kalian isi dari dua ratus enam puluh tujuh pesan yang dia kirimkan padaku karena pada intinya isi pesan itu sama-sama mempertanyakan sejak kapan aku dekat dengan Abin, apa hubunganku dengan Abin dan kenapa aku nggak cerita apapun soal Abin.

WhatsApp

Naya : Gue nggak ada apa-apa sama Abin.

Alia : Halah kipak!
Alia : Nggak percaya gue sama lo babi.
Alia : Jadian ya lo sama Abin?

Naya : Pengennya anjir.
Naya : Tapi ya, mana mungkin, ‘kan?
Naya : Dalam mimpi kali iya.

Alia : Sampe lo jadian kagak cerita ke gue.
Alia : Marah gue sama lo bodo amat.

Naya : Iyaaa.
Naya : Doain aja wkwk.

Alia : Aamiin.

Aku mendengus geli membaca kata aamiin yang dikirimkan Alia. Memang ya si Alia tuh kalau menghayal suka ketinggian. Mana mungkin aku jadian sama Abin. Heran, deh, aku kalau nanya kok suka nggak mikir dulu itu manusia satu.

Keluar dari roomchatku dengan Alia aku ganti membuka pesan Yolan yang ternyata berisi pertanyaan dan umpatan sama dengan milik Alia. Kuputuskan untuk menyalin jawaban yang kukirimkan pada Alia untuk membalas pesan Yolan. Belum habis aku menyelesaikan permasalahan Yolan yang salah paham layar ponselku tiba-tiba menampilkan foto Raihan yang langsung membuatku terlonjak kaget.

Beneran kaget aku, cuy. Kukira ponselku eror ternyata Raihan menelponku lewat WhatsApp, yang mana membuat display picture-nya langsung muncul besar-besar di layar ponselku. Dengan perasaan dongkol aku akhirnya mengalah untuk mengangkat telepon dari Raihan.

Abinaya.(antares)Where stories live. Discover now