#5

5K 614 28
                                    

"Whoa... Whoa... Tenanglah, aku tidak akan menyakitinya, lagi pula kalian tau aku bisa di percaya." Naruto mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

"Ini perintah Sasuke-sama dan Sarada-sama." Hato sama sekali tak menurunkan pisau yang ia pegang. "Terlebih anda, kami tidak boleh membiarkan playboy seperti anda menyentuh nona Hinata."

"Ugh." Naruto tiba-tiba memegang jantungnya, dan ekspresinya terlihat kesakitan. Ia jatuh terduduk dan mengadahkan kepalanya. "Ha-Hato, kata-kata mu membunuhku."

"Baiklah kalau begitu." Naruto berdiri dan tersenyum pada Hinata. "Kita akan bertemu lagi ne, Hinata-chan." Naruto melambaikan tangannya dan pergi dari sana.

"A-apa kalian tidak terlalu kasar padanya?" Hinata masih sedikit kaget dengan apa yang ia alami, kini ia sadar dua orang yang menjaganya bukanlah orang sembarangan. Mereka benar-benar sangat tangkas dan berdarah dingin, dapat Hinata lihat di mata Hato, tak ada rasa takut atau ragu sedikitpun. Dan itu sedikit membuatnya takut.

"Tidak, itu sudah sangat lembut." Hato meletakkan pisau yang ia pegang ke tempat semula. "Sekarang waktunya anda minum obat, dokter Kabuto sudah menunggu anda."  Hinata hanya mengangguk saat Saka menyerahkan beberapa butir obat yang langsung ia minum.

Saka kemudian mendorong kursi rodanya, kali ini ia melewati taman dan air mancur sebelum ia tiba di sebuah pintu yang ketika di buka merupakan ruangan los dengan sepuluh kasur dorong dan perlengkapan kedokteran yang lengkap.

Ia bisa mengenali Kabuto dan Misuki dari rambut perak mereka. "Oh Hinata, kau datang?" Kabuto mendekati Hinata.

"Selamat pagi." Hinata mengangguk sopan.

"Pagi, apa kau meminum obatmu dengan teratur?" Hinata mengangguk, dengan perlahan Kabuto membuka gips di kaki Hinata.

Tampak paha Hinata yang masih bengkak dan berwarna kebiruan. Hinata meringis karena menahan ngilu tiap Kabuto memeriksanya.

"Kau sembuh dengan cepat, mungkin dalam tiga atau lima minggu lagi kau bisa mulai belajar berjalan, namun untuk tanganmu di butuhkan waktu lebih dari dua bulan. Bahkan setelah sembuh, tanganmu tak boleh membawa beban yang berat." Kabuto membalut kaki Hinata dengan sesuatu yang lentur dan lebih nyaman dari gips yang sebelumnya. "Nah, selesai."

Hinata memperhatikan kakinya yang sudah terbalut rapi, tanpa aba-aba Kabuto mengangkat tubuhnya dan meletakkannya kembali di kursi roda. "Te-terima ka-kasih." Kabuto hanya tersenyum dan mengangguk, "Perbanyaklah makan makanan yang mengandung protein dan banyak istirahat."

Hinata mengangguk sekali lagi sebelum Saka kembali mendorong kursi rodanya.  "Kenapa semua orang bisa menggendongku? Memangnya aku tidak berat?" Hinata menggerutu, dulu saat belum ada yang mengetahui keberadaan dirinya, Sarada lah yang menggendongnya, memindahkannya dari kasur ke kursi roda, kadang Misuki,  lalu dengan mudahnya, Saka, Hato, lalu bahkan Kabuto.

"Anda belum bisa di katakan berat, itu karna semua orang di sini sangat kuat." Saka menjelaskan.

"Begitu." Hinata tampak berpikir.

"Anda juga bisa, setelah sembuh kami dengan senang hati akan mengajari anda nona." kata Hato yang berjalan pelan di sebelahnya.

"Ah, ti-tidak perlu. Aku tidak suka olah raga." kata Hinata. Lagi pula saat aku sembuh, aku akan pergi. Kata Hinata dalam hati.

"Sudah agak siang, ngomong-ngomong, dimana Sarada?"

.

.

.

Sarada menghindari salah satu pukulan lawannya dengan baik, ia membalas memukul lawannya dengan pukulan uppercut telak mengenai ulu hati sang lawan. Lawannya mengerang sebentar, sebelum mundur memberi jarak.

Love ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang