Belum sempat kalimat penuh rencana Hyunki mencapai tanda baca titik, suara bel tiba-tiba menggema dari arah pintu ruang tamu. Memaksa Yoonji meletakkan ponselnya lantas berjalan ke arah papan berwarna coklat di depan sana. Diikuti Hyunki yang antusias mengekor seperti anak itik di belakang kaki ibunya.

"Ya ampun!" seru Hyunki saat papan itu tersibak nyaris seutuhnya, bersikap dramatis sekali dengan meletakkan kedua tangan di masing-masing pipi, "Paman Sugal sudah hadil!" imbuhnya, disambut senyuman hangat dari sang paman. Walaupun di dalam hati Yungi sempat bergumam, memangnya dia sedang diundang rapat ya? Kosa kata Hyunki kenapa harus 'hadir' sekali sih.

"Apakah hujannya deras sekali, Oppa?" tanya ibu Hyunki kala ketiganya berjalan cepat ke arah ruang tengah. Dengan beberapa bawaan yang Yoonji terima saat sang kakak menjawab, "Tidak terlalu. Tetapi anginnya memang perlu diwaspadai." Menyadari ekspresi sulit sang adik, Yungi lantas menambahkan, "Jungkook belum pulang?"

"Mungkin sebentar lagi," singkat Yoonji sebelum menghalau pergi menuju dapur.

Diam-diam, Yungi menangguk paham. Menyulam sedikit senyuman tipis dengan perasaan lega di sana. Setidaknya, keputusannya memberikan restu kepada Jungkook memberikan hasil yang semakin baik dari hari kehari. Terbukti wajah Yoonji tidak sekalut dulu, saat mereka baru saja bertemu. Terlebih kandungan Yoonji juga semakin membesar dari balik rok biru lembut yang ia kenakan. Kali ini ia bisa berharap adik Hyunki akan memiliki awal yang lebih baik, meskipun ia tahu Yoonji sudah memberikan yang terbaik untuk Hyunki.

Belum sempat Yungi ingin melanjutkan percakapan lebih jauh, Hyunki terlebih dulu menodong sang paman dengan harapan kelewat besar—terbukti mata hitam itu sudah cling-cling seperti kerlipan bintang, "Jadi, pelmen Unki mana?"

Yungi sukses menunduk sebelum menjawab cepat, "Ih, siapa yang membeli permen," jawab Yungi dengan wajah mengkerut yang dibuat-buat, sebenarnya sedikit menahan tawa ketika menaggapi Hyunki dengan cara seperti ini. Tetapi jelas Yungi memiliki strategi sendiri untuk menanggapi bibir mungil sang keponakan. Jangan salah, Hyunki kalau sudah menyeletuk bisa seperti senapan sniper—tidak terduga.

"Itu paman membawa apa?" tunjuk Hyunki ke kantong plastik yang Yungi bawa, penasaran setengah mati.

Sang paman lantas menyodorkan rendah kantong plastik ke arah Hyunki dan berucap dengan wajah datar, "Ini diapers. Jangan dihabiskan."

Hyunki jelas menerima dengan polosnya. Ah! lebih tepatnya menerima karena tidak menangkap cepat candaan sang paman. Terbukti pipi gembil itu sudah menggeleng tidak percaya, "Ya ampun, paman Sugal ini bagaimana. Celana anti ail kan tidak bisa dimakan," cibik Hyunki sok dewasa. Seolah apa yang baru saja Yungi ucapkan adalah pembeberan fakta yang tidak cocok untuk didengarkan ketika sore-sore seperti ini.

Baiklah, Yungi yakin seratus persen jika sang keponakan telah dirasuki oleh jiwa-jiwa artefak prasejarah. Sungguh, ya! Mana ada balita dengan pipi, perut, dan pantat buncit seperti ini, menjawab dengan sok dewasa sekali. Terkadang, Yungi merasa berbicara dengan kakek tua yang terjebak dalam buntalan menggemaskan, bukan batita dengan ingus dan liur di sudut bibir.

Mungkin Yungi diam-diam memang merindukan keluguan sang keponakan. Terbukti ia malah berfokus bagaimana Jeon kecil ini menyebut kebutuhan pokoknya dengan panggilan celana anti air. Lantas berargumen lebih jauh saat Hyunki memang melongok penasaran ke dalam kantong plastik, "Kalau tidak bisa dimakan, celana anti air bisa dibuat apa? Kolam renang?"

Mendengar pertanyaan Yungi, Hyunki malah terlihat begitu tertohok seolah baru saja menemukan sebuah fakta yang selama ini disembunyikan baik oleh dunia, "Eh! Memangnya bisa, ya?" dahi kecil Hyunki berkerut heran, seolah memecahkan sebuah teka-teki kenapa kentang goreng itu terasa enak sekali ketika di makan.

Lacuna ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang