Farid Terlihat Aneh

206 11 0
                                    

"Hei, udah lama nunggu?" tegurku seraya menepuk bahuku Farid.

"Belum lama kali sih, kira-kira sebatang dua batang rokok lah,"seloroh Farid. Padahal aku tahu lelaki ini bukan perokok.

"Sorry, tadi aku sempat ngobrol dengan Ayah, dan kamu tahu Farid ... ternyata benar Zairin adalah abang kandung dari Naya, gadis belia yang ditemukan jenazahnya di halaman masjid setahun yang lalu," ujarku meyakinkan.

"Bagaimana kau yakin?" tanya Farid.

"Ayah yang mengatakannya padaku, dan beliau tahu ini sejak Zairin tiba di kampung ini. Namun anehnya, Zairin meminta Ayah untuk menyimpan rahasia tersebut," ucapku menjelaskan,"alasannya agar ia mampu melupakan peristiwa yang menimpa adiknya tersebut."

"Lalu, bagaimana?" tanya Farid lagi, " jika memang apa yang diceritakan Adam itu benar, maka artinya dirimu dalam bahaya, Ain!"

"Itulah sebabnya aku ingin mengungkap kasus ini,"tukasku.

"Tapi sih, kalau kuperhatikan wajah dan sikap tunanganmu itu ada potensi sebagai pembunuh," ujar Farid.

"Betul Farid! Oh ya aku dengar dari Ibu, katanya waktu aku hilang kemarin, kau sempat dituduh menculikku dan ditahan di penjara," ucapku meminta keterangan dari Farid.

"Iya sih, ada sekitar tiga hari aku di tahan. Kemudian aku dilepaskan karena memang tidak ada bukti. Zairin mencuri baca pesanmu di telepon selulerku ketika di rumahmu. Itu landasannya melaporkanku ke pihak berwajib," jelas Farid.

"Sikapnya memang aneh dan misterius. Jika kusampaikan ini pada Ayah dan Ibu, mereka tentu tidak akan percaya begitu saja," ucapku.

"Untuk dilaporkan ke pihak kepolisian pun menjadi sulit, sebab kita tidak punya saksi dan bukti. Satu-satunya saksi adalah Adam sendiri," pungkas Farid.

"Aku akan mencari bukti," tegasku sedikit gusar.

"Lebih baik lupakan saja, yuk kita pulang!" sahut Farid sambil melangkah ke arah sepeda yang disandarkan ke batang pohon.

Aku heran, bukankah kemarin Farid yang paling semangat untuk mengungkapkan kasus ini? Lalu kenapa sekarang ia malah seolah tak mau peduli.

"Sudah yuk, pulang!"ajak Farid seraya menarik tanganku.

Matahari mulai condong ke arah barat. Siang sudah berlalu, beranjak menuju petang, menjadi penghubung antara siang dan malam. Kebanyakan orang menyudahi aktivitasnya di waktu sore untuk menemui malam yang digunakan untuk istirahat. Aku dan Farid pun mengayuh sepeda untuk kembali pulang. Benakku masih pelik diliputi keanehan atas sikap sahabatku itu. Kenapa tiba-tiba ia berubah menjadi pesimis menghadapi kasus ini.

Sesampainya di rumah, aku langsung menaiki tangga dan menoleh sekilas kepada Farid yang hanya melambaikan tangan. Ini juga tidak biasanya. Sikapnya berubah aneh dan tiba-tiba pendiam. Tidak seperti Farid yang kukenal.

Selepas mandi dan mempersiapkan diri jelang malam, aku menemui ayah yang sedang membaca di ruang tengah.

"Yah, Ainin mau bicara sebentar,"panggilku.

Ayah mengalihkan tatapannya dari buku yang sedang dibaca lalu menoleh kearahku sekilas,"Bicaralah, ada masalah apa?"

"Ayah, Ain merasa agak aneh dengan Zairin," ujarku.

"Aneh gimana, nak? Ayah tak melihat apa-apa yang tidak sesuai,"sahut ayah.

"Apalagi nih, Ain ... Zairin itu sudah terlalu baik malahan. Ia sabar mengikuti kemauanmu yang berubah-ubah. Sebentar ingin melanjutkan pernikahan, sebentar ingin batal, sebentar ingin menangguhkan," sela ibu yang baru datang dari arah dapur, "Lagipula ia pemuda yang saleh dan berilmu agama yang baik, banyak anak-anak dan remaja di kampung ini yang berhasil di didiknya."

"Ah Ibu, jangan terlalu memuji, nanti kecewa jika kenyataan tak sesuai dengan harapan," dalihku.

"Bukankah selama enam bulan ia berada di sini, tidak ada menunjukkan perilaku yang buruk. Apakah itu belum cukup untuk menilai seseorang?" tegas Ibu kembali.

"Betul Bu, tapi kita kan tidak tahu latar belakang kehidupannya, bagaimana hubungan dengan keluarganya dan lain sebagainya," ujarku ingin menguatkan.

"Ayah tak mengerti jalan pikiranmu, Ain," tukas ayah pelan sambil melangkah ke tepi jendela dan menatap langit malam," Apapun itu Ayah dan Ibu senantiasa memohon pada Allah untuk memberikan takdir yang terbaik untukmu, Nak."

ELUSIFWhere stories live. Discover now