Menggapaimu

27 0 0
                                    

Aku penasaran. Aku ingin tahu tentang Vika, gadis SMA yang dijodohkan padaku oleh papa. Tanpa banyak bertanya dan tanpa meminta persetujuan dulu dariku dan dengan alasan untuk menyelamatkan perusahaan papa yang sedang diujung tanduk, papa menjodohkanku dengannya. Dia gadis yang lumayan cantik, mungkin jika aku masih SMA dan satu sekolah dengannya, aku akan menyukainya,  dan dengan senang hati aku akan melakukan perjodohan ini. Tapi, aku bukanlah anak SMA lagi, masa SMA-ku sudah lewat 8 tahun yang lalu. Dan kini, aku adalah seorang eksekutif muda di sebuah perusahaan startup dengan karir yang menjanjikan. Akupun sedang menjalin sebuah hubungan yang serius dengan seorang wanita cantik dan dewasa yang satu kantor denganku, Winna. Meski belum berencana untuk menikahinya dalam waktu dekat, namun tetap saja, aku hanya ingin menghabiskan masa tuaku bersamanya, bukan dengan anak ingusan yang dijodohkan denganku seperti Vika.

Hari ini, gadis itu datang bersama kakeknya yang tampak masih sehat dan bugar. Kakeknya mengenakan setelan jas berwarna coklat muda dengan rompi bermotif kotak dan memakai topi berwarna senada. Sementara Vika, gadis itu memakai dress bermotif bunga berwarna kuning dengan bando berwarna senada.

Kami duduk dalam satu meja direstoran yang sudah dibooking lebih dulu oleh papa. Papa dan kakek Vika berencana untuk membicarakan lebih lanjut mengenai pertunangan antara aku dan Vika. Sepanjang makan malam yang membosankan itu, Vika hanya diam mematung tanpa banya bicara, akupun demikian. Tidak ada niat dalam hatiku untuk mengajaknya bicara barang sepatah dua patah kata. Yang lebih banyak bicara dimeja yang terisi 5 orang itu hanya papa, mama dan kakek Vika. Dari pembicaraan mereka, sedikit banyak aku tahu kalau orang tua Vika sudah meninggal 10 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan pesawat. Semenjak itu, kakeknya lah yang mengurusnya. Yah, hanya sebatas itu yang aku tahu tentang gadis dihadapanku ini. Selebihnya mereka membahas permasalahan perusahaan papa yang sedang menghadapi krisis kebangkrutan, kakek Vika berjanji akan menjadi investor tunggal untuk membantu perusahaan papa. Menjelang pukul 9 malam makan malam yang membosankan itu-pun  berakhir dengan acara tukar cincin diantara kami.

Hari ini, genap sudah seminggu aku bertunangan dengan Vika. Setiap pagi, aku sempatkan untuk menjemputnya ke rumah dan mengantarnya ke sekolah. Dia sudah kelas 3 sekarang, dan beberapa bulan lagi dia akan lulus. Sepanjang perjalanan ke sekolah, tidak banyak yang kami bicarakan. Vika lebih banyak diam, matanya selalu mengawasi keluar jendela mobil. Aku tidak pernah bisa membaca suasana hatinya lewat mimik wajahnya sekalipun, wajahnya selalu datar. Entah apa yang dia pikirkan tentang pertunangan ini, sejujurnya aku berniat untuk menanyakan perihal tersebut kepadanya saat kami sudah lebih sering bertemu. Aku juga berniat untuk mengajaknya bersekongkol menghentikan pertunangan ini.

Kesempatan untuk bertanya padanya datang saat kami makan malam berdua di sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan yang menyediakan menu pecel ayam dan pecel lele. Saat itu aku menjemputnya yang baru selesai ekskul PMR. Sebenarnya aku berniat untuk mengajaknya makan di tempat yang lebih layak seperti restoran yang mahal, namun dia menolak dengan halus. Dia bilang lebih suka makan ditempat seperti itu. Aku kembali mengingat pertemuan pertamaku dengannya di restoran waktu itu. Vika memang tampak kurang berselera melihat makanan mahal dihadapannya. Dia hanya makan dengan perlahan dan menyisakan makanannya kemudian. Namun, ditempat sederhana dengan makanan yang murah seperti ini, Vika tampak sangat lahap memakan nasi dengan pecel ayam.

“Apa kamu tidak ada niat untuk membatalkan pertunangan ini?” tanyaku hati-hati.

Vika menghentikan kegiatannya sejenak dan menatapku lurus-lurus. “Kenapa harus dibatalkan?”

Deg. Aku tersentak. Bingung harus menjawab apa dengan pertanyaannya barusan.

“Kalau kakak tidak bersedia untuk bertunangan denganku, bukankah kakak harusnya menolak sejak awal?”
Gadis itu kembali melanjutkan makannya.

MenggapaimuWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu