Bagian 5-Flashback-End

21 4 0
                                    

Aku sangat senang sekali saat ini. Benar-benar senang, hingga meminta Randhika sahabatku untuk datang ke rumahku. Tidak perlu menunggu lama, karena dia selalu cepat saat aku meminta apapun padanya.

"Ada apa, Anne? Kenapa memanggilku ke sini tiba-tiba? Bukankah kamu ada les sebentar lagi?" tanyanya dari luar jendela kamarku.

"Kau mau tahu??"

"Aish, tentu saja. Untuk apa aku cepat-cepat ke sini jika bukan untuk itu?"

"Aku benar-benar senang sekarang. Kau tahu apa penyebabnya?"

"Tentu saja tidak, maka dari itu aku mendatangimu langsung saat kau mengatakan ingin memberitahuku.."

"Serius kau benar-benar ingin tahu?"

Dia langsung menatapku datar, kemudian berniat pergi yang tentunya langsung aku cegah dengan menggenggam tangannya erat.

"Ih jangan ngambeg dong, baru juga digoda dikit... Nggak asik deh.."

"Ayolah, jangan membuatku menebak-nebak, aku sudah capek dengan soal-soal ujian yang kuhadapi.."

"Aku jadian dengan kak Radite..."

Kulihat ekspresinya yang berubah sendu, kemudian tersenyum kecil dengan sedikit paksaan.

"Ah, benarkah? Selamat ya, akhirnya keinginanmu bisa terkabul. Sayang sekali, aku sudah keduluan dia, pasti posisiku sudah tergeser ya sekarang..."

"Ey, jangan murung begitu... Kau tetap sahabatku, dan tidak bergeser sedikitpun," bujukku saat itu.

"Hanya sahabat saja? Ah aku kecewa sekali... Baiklah aku pulang dulu ya, tadi ibuku hanya mengijinkanku ke luar rumah sebentar dan malah menitip tepung padaku. Aku pergi dulu ya..."

---

Aku menelfon Randhika malam itu, tepat jam dua belas malam. Aku hanya ingin menghubunginya, dan menceritakan semuanya padanya. Akhirnya kuputuskan untuk menghubunginya tanpa berpikir panjang.

"Halo..." sahutnya dengan suara seraknya, kurasa dia langsung terbangun saat aku menelfonnya.

"Randhika..." panggilku sambil menahan isakanku.

"Hey, kamu kenapa? Kok suaranya kayak gitu, kamu nangis ya? Kenapa Anne?" tanyanya dengan nada khawatir yang sangat jelas. Kurasa dia sudah tidak mengantuk saat mendengarku menangis.

"Aku putus dengan Kak Radite... Aku masih sayang banget sama dia..."

"Kalian putus?"

Dan percakapan itu berlanjut sampai pagi, hingga akhirnya panggilan ku akhiri setelah mendengar adzan subuh.

---

Beberapa bulan kemudian, aku dekat dengan Dean dan kamipun jadian. Aku tidak lagi bercerita ke Randhika, karena sejak awal kedekatanku dengan Dean, Randhika sudah sangat menentang hubungan kami. Dia bahkan rela mencari tahu semua tentang Dean, dan berusaha menyadarkanku bahwa Dean bukanlah orang yang tepat untukku. Kala itu Randhika mengatakan bahwa Dean itu masih sama dengan Dean yang dulu, yang suka main perempuan, suka clubbing, dan tentunya suka main kekerasan.

Sejak saat itu hubunganku dengan Randhika semakin renggang, bahkan saat kami berpapasan pun dia tidak menyapaku atau membalas senyumanku. Kubiarkan semuanya mengalir, hingga akhirnya kabar putusnya aku dengan Dean menyebar, kemudian Randhika tiba-tiba datang ke jendela rumahku dan duduk di sana.

"Aku ngga mau nasehatin kamu lagi, aku malah bersyukur kamu putus sama Dean meskipun harus menemuimu yang sedang menangis seperti ini. Aku lebih rela kamu nangis karena putus sama dia, daripada kamu nangis karena masih berhubungan dengannya. Bukan bermaksud jahat atau apa, tapi aku sudah bilang dari awal bagaimana Dean. Sekarang udah kejadian kan? Jadi buat apa kamu nangisin dia? Udah cukup kamu buang-buang air mata hanya gara-gara cowok kayak dia, percuma..."

"Iya aku tahu... Aku minta maaf udah ngga dengerin kamu, udah berhubungan sama Dean, dan secara ngga langsung memutuskan persahabatan kita. Aku benar-benar minta maaf. Lalu aku harus apa sekarang?"

"kamu harus move on. Aku tahu move on itu susah, aku juga mengalaminya. Tapi kita harus mengikhlaskan semuanya, biarkan semua menjadi rahasia Tuhan. Kurasa dengan mengikhlaskan semuanya, setidaknya rasa bersalah, cemburu, dendam, dan ketidaksukaan bisa sedikit terangkat. Kamu tahu, awalnya aku ingin menjadikan seorang gadis sebagai pacarku, tapi setelah kupikir-pikir selain itu bertentangan dengan agama juga bisa berakhir dengan putus. Hubungan yang putus secara tidak baik akan menyakiti kedua pihak atau salah satunya saja. Aku tidak mau seperti itu. Aku ingin menjadi imamnya di masa depan, membimbingnya ke jalan yang benar dengan cara yang benar, dan niat awalku bukan mengajaknya pacaran. Aku ingin mengajak gadis itu ta'arufan, dan semoga bisa berlanjut sampai ke hubungan yang lebih serius. Aku ingin benar-benar menjaganya, bukan merusaknya..."

Setelah ucapan panjangnya itu, dia sempat menceritakan kesehariannya sebelum pamit untuk pergi menonton sepak bola dengan teman-temannya. Sore harinya, kudengar berita naas yang menimpa dirinya, dan dia kembali ke sisi Tuhan pada pagi harinya.

End

Memories-JJK-Complete✅Where stories live. Discover now