Part 4

3.4K 291 90
                                    

"Kenapa Noona tidak bilang kalau dia adalah adik teman Noona?" Yonghwa bertanya setelah ia kembali dari toilet yang ada di kafe itu untuk menenangkan dirinya. Ia kemudian duduk dan menatap kakaknya dengan kerutan di dahinya. Yonghwa masih tak percaya jika Hyojin dan Shinhye sudah saling mengenal sebelumnya.
         
"Aku juga tidak tahu kalau wanita yang kau maksud tadi malam adalah Shinhye. Lee Joon bahkan tidak memberi tahu aku mengenai biodata gadis itu. Bukankah Joon langsung memberikan biodata itu padamu?" Hyojin menyesap es mocca-nya dengan perlahan, sementara matanya fokus menatap Shinhye yang tengah melayani para pengunjung yang silih berganti memasuki kafe. Senyuman di bibir Hyojin terbit. Ia sangat senang ketika tahu jika wanita yang berhasil menyembuhkan Yonghwa adalah Shinhye. Dan ia sangat mendukung jika suatu saat nanti Yonghwa menjadikan Shinhye kekasihnya, karena Hyojin sudah mengenal Shinhye sejak wanita itu berumur 15 tahun. Shinhye adalah wanita baik, dan Hyojin sangat tahu itu. Sungguh, Hyojin pikir pertemuan antara Yonghwa dan Shinhye sudah diatur sedemikian rupa. Dan sangat kebetulan sekali karena ia juga sudah mengenal Shinhye dengan baik sebelumnya.
          
Yonghwa menganggukkan kepalanya. Lee Joon memang langsung mendatangi kantornya tadi pagi untuk menyerahkan semua berkas biodata Shinhye padanya.
         
"Oh ya, Yong. Bukankah kau membutuhkan sekretaris baru sekarang? Bagaimana jika kau jadikan Shinhye saja sekretaris barumu?"
         
Byurr!
         
Americano yang baru saja Yonghwa minum kembali keluar dari dalam mulutnya, beruntung semburan itu tidak mengenai wajah Hyojin.
         
Yonghwa mendelik kesal pada Hyojin. "Apa Noona gila? Bagaimana bisa aku mempekerjaan dia menjadi sekretarisku. Melihat dia satu kali saja milikku menegang. Lalu, apa jadinya jika dia menjadi sekretarisku, yang hampir setiap hari akan bertemu denganku? Coba Noona bayangkan bagaimana kondisiku jika melihatnya setiap hari? Apa Noona mau aku menidurinya di ruang kantorku setiap aku melihatnya?"
        
Hyojin mendengus ketika mendengar kata-kata vulgar yang keluar dari mulut Yonghwa. Pria itu ada benarnya juga. Tapi, Hyojin sungguh ingin Shinhye menjadi dekat dengan Yonghwa. Apalagi saat mengetahui jika sekretaris Yonghwa akan mengambil cuti lama karena akan melahirkan. Kesempatan ini sangat bagus untuk mendekatkan mereka berdua. Entah kenapa Hyojin sudah merasa jika Shinhye dan Yonghwa memang ditakdirkan untuk bersama. Lagi pula Shinhye adalah gadis satu-satunya yang bisa menyembuhkan Yonghwa. Bukankah itu semakin bertambah bagus? Setidaknya keluarga Jung bisa bernafas lega sebab bisa mendapatkan keturun dari Yonghwa nantinya jika pria itu benar-benar akan terikat bersama Shinhye.
        
Hyojin kembali menatap Yonghwa, dengan satu tangan memainkan jari-jari tangan adiknya itu. "Kau pasti bisa menahan gairahmu, Yong. Kau hanya perlu menarik nafas dan mengeluarkannya dengan perlahan setiap kali Shinhye ada di dekatmu. Atau mungkin kau bisa mengalihkan pikiranmu jika dia berada di sisimu. Bagaimana?" Hyojin tetap bersikeras, tidak peduli dengan tampang masam yang Yonghwa tunjukan padanya.
        
Mengalihkan pikiran dan menarik nafas? Apa cara itu ampuh meredakan ereksi yang Yonghwa alami ketika berdekatan dengan Shinhye?
        
Sungguh, ingin sekali Yonghwa memukul kepala noona-nya ini. Tidak semudah itu ia bisa menahan gairahnya. Efek dari kehadiran Shinhye di dekatnya benar-benar bencana bagi adik Yonghwa. Ia harus menghindar dari gadis itu jika tidak ingin terjadi hal-hal di luar batasnya.
        
"Aku tetap tidak bisa, Noona. Maafkan aku. Lagi pula, Shinhye hanya tamatan SMA. Tidak mungkin aku mempekerjakan dia menjadi sekretarisku, 'kan? Dan juga, aku sangat yakin jika dia sama sekali tidak berpengalaman dibidang itu." Yonghwa menggelengkan kepalanya. Ia tetap tidak akan menyetujui permintaan Hyojin.
        
Hyojin mencebik kesal, tangannya ia lipat di depan dada. "Ayolah, setidaknya bantulah dia. Apa kau tidak kasihan dengannya? Kau lihat sendiri tubuh kurus dan wajah lelahnya itu. Aku benar-benar ingin membantunya, Yonghwa. Tolong pekerjakan dia di perusahaanmu." Hyojin menatap memelas pada Yonghwa, membuat pria itu tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujui permintaannya.
        
"Oke, baiklah. Aku akan memikirkannya terlebih dulu. Aku juga harus mencaritahu bagaimana cara untuk menahan gairahku ketika berdekatan dengannya. Jadi, berhenti membahas ini lagi." Yonghwa mendengus kesal. Kenapa ia selalu tidak bisa membantah apa pun permintaan noona-nya ini?
        
Hyojin tersenyum senang. Ia tiba-tiba mengangkat tangannya, memanggil Shinhye dari tempat duduknya. "Shin, bisa kau bergabung bersama kami?"
        
Mata Yonghwa melotot pada Hyojin. Sialan kakaknya ini. Kenapa malah menyuruh Shinhye mendatangi meja mereka?
        
"Noona, kau ingin menyiksaku, huh?" Yonghwa gugup dan frustrasi ketika mendengar derap langkah yang mendatangi meja mereka. Ia berharap jika itu bukanlah Shinhye, tapi sepertinya Tuhan tidak memihak padanya saat ini ketika ia mendengar suara gadis itu dari belakang punggungnya. Yonghwa mencengkeram kuat gelas Americano-nya, mencoba menarik dan mengembuskan nafasnya dengan perlahan -seperti apa yang di katakan Hyojin beberapa saat lalu- ketika ia mendengar langkah kaki itu semakin mendekat. Sebenarnya jika boleh memilih, Yonghwa ingin kembali masuk ke dalam toilet kafe atau setidaknya kabur dari sana.
         
"Ada apa, Eonni?"
         
Oh, Tuhan, selamatkan Yonghwa.
         
Hyojin berusaha menahan tawanya ketika melihat raut wajah Yonghwa berubah kaku dan tegang. Ia kemudian menepuk kursi di sampingnya, meminta Shinhye untuk duduk di sana. "Bergabunglah bersama kami. Aku juga ingin bertanya banyak tentang Nari padamu."
         
"Tapi aku masih harus melayani--"
         
"Aku sudah meminta izin pada bosmu tadi. Jadi tenanglah, cukup duduk dan biarkan aku yang mentraktirmu kali ini." Hyojin mengerling pada Shinhye, sebelum meminta pelayan lain untuk mendatangi meja mereka. Ia pun memesan makanan untuk Shinhye, walau pada awalnya Shinhye bersikeras agar Hyojin tidak melakukan itu.
  
Sementara Yonghwa, ia terdiam di kursinya. Ia terdiam bukan karena gugup, melainkan karena saran yang Hyojin berikan padanya tadi berhasil ia atasi. Ketegangan itu tidak terjadi ketika Shinhye berjalan mendekatinya, namun walaupun begitu Yonghwa masih belum berani menatap wajah Shinhye. Sebelum Yonghwa menatap Shinhye, ia harus terlebih dulu mengontrol dirinya dan mengikuti anjuran-anjuran yang Hyojin jelaskan padanya tadi. Ia juga harus mencari cara yang lain agar kontrol dirinya semakin kuat.
         
Yonghwa pun tidak menunggu lama lagi. Berhubung Shinhye dan Hyojin masih mengobrol berdua, ia pun dengan cepat membuka ponselnya, lalu mulai mencari sesuatu dari internet.
         
Cara meredakan ereksi.
         
Yonghwa menulis kalimat itu di kolom pencarian, dan mata Yonghwa terbelalak ketika ia benar-benar menemukan cara untuk meredakan ereksinya. Semua cara di sana sama persis dengan yang Hyojin katakan padanya tadi. Harus menarik nafas dan mengembuskan dengan perlahan. Lalu mengalihkan pikiran, dengan cara memikirkan hal-hal yang membosankan dan aneh.
           
Yonghwa mungkin akan memulai melakukan cara-cara itu nanti ketika Shinhye ada di dekatnya. Setelah merasa cukup tenang, Yonghwa hanya tetap diam di sana, menunduk, memainkan ponselnya sambil mendengar obrolan dua wanita di depannya ini. Yonghwa juga belum berani mendongak, karena masih takut untuk menatap Shinhye di saat dirinya sudah tenang seperti ini.
           
"Bagaimana kabar Nari, Shinhye? Dan di mana dia bekerja sekarang?" Hyojin mulai bertanya pada Shinhye pertanyaan yang sedari tadi masih tersimpan rapi di otaknya.
           
Shinhye menggeleng dan tersenyum getir. "Dia baik-baik saja Eonni, tapi," Shinhye menjeda ucapannya sesaat sebelum menarik nafas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Dia berhenti bekerja semenjak orang tua kami meninggal satu tahun yang lalu. Dan ya, semenjak orang tuaku meninggal dia sangat jauh berubah..." Shinhye mencoba menahan air matanya yang selalu ingin keluar ketika mengingat kondisi kakaknya sekarang. Ia tidak boleh menangis di sana dan menunjukan kelemahannya.
            
Sejujurnya Shinhye sudah tahu penyebab kenapa Nari kecanduan alkohol sekarang. Dia seperti itu hanya untuk mengalihkan pikirannya dari peristiwa kecelakaan yang menimpa kedua orang tuanya.
            
Yah, sebenarnya Nari lah yang menyebabkan kedua orang tua mereka meninggal. Setiap hari wanita itu selalu dibayang-bayangi oleh rasa bersalah kepada orang tuanya dan juga Shinhye. Maka, untuk menghilangkan rasa bersalah itu ia mulai pergi ke club dan minum-minuman alkohol sampai mabuk. Dan, ketika kesadarannya mulai menghilang, saat itu juga ia akan menelpon Shinhye dan meminta adiknya itu menjemputnya sebelum benar-benar pingsan di sana.
            
Hyojin menahan nafas ketika mendengar cerita menyedihkan itu. Ia tidak percaya jika Shinhye dan Nari menjalani kehidupan yang menyedihkan seperti ini. Mata itu pun sudah berkaca-kaca. Hyojin segera menggenggam tangan Shinhye dan tersenyum iba padanya.
           
"Tolong pertemukan eonni dengan Nari, Shinhye. Eonni sangat ingin melihat keadaannya sekarang. Eonni tidak percaya jika Nari sering mabuk-mabukan seperti itu. Padahal dulu, Nari sangat menghindari minuman sialan itu. Dia berkata itu tidak baik bagi tubuh kita. Tapi, kenapa sekarang dia malah kecanduan minuman itu." Hyojin harus bertemu Nari secepatnya dan mengubah temannya itu menjadi seperti dulu lagi.
           
Shinhye tersenyum senang. Ternyata masih ada orang yang menyayangi kakaknya selain dirinya. Nari harus bersyukur karena memiliki teman seperti Hyojin, yang walau sudah lama tidak bertemu namun wanita itu masih menganggap kakaknya sebagai teman baik.
           
Shinhye balas menggenggam tangan Hyojin dan tersenyum kecil. "Kalau Eonni ingin bertemu Nari, aku akan memberi alamat rumahku pada Eonni sekarang. Dan maaf, saat ini aku tidak bisa menemani Eonni ke rumah karena pekerjaanku masih banyak."
           
Hyojin mengangguk, "Tidak apa-apa, Shinhye. Catat saja alamat rumahmu, nanti eonni akan kesana sendiri."
           
Shinhye mengangguk dan segera mengeluarkan note dan pulpen dari saku depannya, kemudian mulai menulis alamat rumahnya di sana.
    
"Noona, aku harus kembali ke kantor sekarang." Suara tegas Yonghwa membuat dua wanita itu melirik ke arahnya. Shinhye pun berhenti sejenak dari menulis alamat rumahnya. Ia lupa pada pria tampan di hadapannya ini karena tadi terlalu fokus berbicara bersama Hyojin.
           
Omo, apa yang baru saja kau katakan Shinhye? Tampan? Tsk, dia tidak tampan melainkan menyeramkan. Tanpa sadar kepala Shinhye mengangguk sendiri, membenarkan ucapannya yang tadi sempat salah ia katakan.
           
"Pergilah! Dan ingat tentang permintaan noona tadi, Yong."
          
Yonghwa hanya mengangguk sambil masih menundukkan kepalanya. Setelah itu ia benar-benar pergi dari sana tanpa pamit atau menyapa Shinhye terlebih dulu. Tidak peduli jika Shinhye nantinya berpikir kalau ia adalah pria sombong dan arogan.
         
"Dia kenapa, Eonni?" Shinhye menatap heran pada Yonghwa yang berlalu begitu saja dari meja mereka.
          
"Dia hanya merasa malu." Ujar Hyojin berbohong.
          
"Huh? Malu pada siapa?" Shinhye benar-benar tidak mengerti.
          
Hyojin menatap Shinhye dengan senyum yang merekah lebar di wajahnya. "Dia malu padamu, Shinhye. Eonni rasa Yonghwa menyukaimu." Maafkan aku dongsaeng.
         
"Mwooo? Eonni, bercandamu tidak lucu." Shinhye tertawa dan memukul pelan tangan Hyojin. Aneh-aneh saja wanita di depannya ini. Lagi pula mana mungkin Yonghwa menyukainya, sementara mereka saja baru bertemu dua kali, itupun hanya kebetulan semata.
         
Hyojin mendengus. "Eonni tidak sedang bercanda, Shinhye. Eonni serius."
          
Tawa Shinhye pun terhenti seketika dan berganti dengan raut wajah kaku.
   

___________

-TBC-

(13/10/2019)

Yonghwa ❤ Shinhye

You're Mine (21+) Sudah Terbit ✔Where stories live. Discover now