9. Packing

115 23 1
                                    

Aku memperhatikan gedung di hadapanku sembari menghembuskan napas dengan berat. Bagaimana tidak, gedung di depanku ini adalah apartemen milik pria yang beberapa hari ini sedang gencar-gencarnya aku hindari, tapi memang sial selalu menemaniku. Aku hampir lupa bahwa karena kegiatan pencinta alam, Juan akan selalu berada disekeliling dengan auranya yang entah kenapa terasa sangat aneh untukku. Dia seperti berbeda dan memiliki sesuatu yang mungkin akan mengejutkan aku, dan sangat berharap dia bukan Rigel.

Lihat bagaimana pria setengah ikan itu sudah mengontrol kehidupanku yang tadinya tenang. Disetiap situasi apapun dan disetiap bagimana pun perasaanku, Rigel selalu hadir, dan membuat suasana menjadi lebih buruk. Bahkan saat aku berada di dalam mobil seperti ini, dengan semua peralatan muncak yang sudah disiapkan, pria itu, Rigel tidak pernah hilang dari pikiranku. "Kenapa kita harus packing bersama?" Aku bertanya pada Sean yang sedang memarkirkan mobil.

"Harus, karena apapun yang kita bawa nanti harus bermanfaat dan tidak ada yang mubazir." Sean menjawab sembari dia fokus kedepan.

"Dan selain packing, apa yang akan kita lakukan?" tanyaku kemudian masih merasa penasaran dengan acara persiapan bersama ini. Maklum, waktu pertama aku mendaki. Semua persiapan dilakukan sendiri, tanpa ada packing bersama seperti ini dan yeah mungkin aku memang harus melakukan persiapan bersama ini, karena jujur aku takut ada yang terlewat dan membuat susah nanti.

"Semua persiapan akan kita lakukan, dari packing sampai mengurus tiket pulang pergi, nanti." Kembali Sean menjawab, sekarang pria itu sudah selesai memarkirkan mobil dengan selamat. Sedangkan aku hanya terus berpikir tentang kejadian tadi siang, dimana aku gagal membuat Juan dihukum dan sekarang akan kembali bertemu pria itu. Di apartemennya pula, Ya Tuhan... Beri aku tambahan muka untuk terus menahan malu saat bertemu Juan nanti.

Aku datang dengan Sean. Sedangkan Lany, dia sudah berada di apartemen Juan lebih awal. Karena sungguh, disini aku yang datang terlambat. Niatnya tidak ingin datang, tapi Sean dengan senang hati menjemput, dan yeah terpaksa aku ikut acara packing.

Juan membuka mobilnya, "Come on!" Ucapannya membuat aku mau tidak mau harus mengikuti kemana dia akan berjalan. Tentu ke apartemen Juan. Sepanjang jalan, aku hanya menghembuskan napas dengan berat. Jadi, gedung ini tidak termasuk gedung mewah, karena untuk mencapai lantai demi lantai kita harus menggunakan tangga dan gilanya, Sean mengatakan bahwa apartemen Juan berada di lantai paling atas.

Tangga menuju lantai tujuh ini terlihat tidak terawat, dan mungkin jika aku jalan sendiri pada malam hari akan sangat menakutkan. "Apa Juan tidak menemukan apartemen dengan lift?" Aku sedikit mengeluh saat melihat masih ada tangga yang harus ditaiki.

Sean menghentikan jalannya, kemudian dia mengalihkan perhatian ke arahku. "Juan anak rantau, sama sepertimu. Mencari apartemen dengan harga miring pasti jauh lebih hemat. Come on, Jessi. Sebentar lagi, atau lebih tepatnya dua lantai lagi kita akan sampai." Jawaban Sean hanya mendapat anggukan dariku.

Sebenarnya ini sedikit mengejutkan, dari awal bertemu dengan Juan. Pria itu selalu terlihat menggunakan pakaian mewah, tapi setelah melihat apartemennya. Aku menjadi ragu dan sungguh kenapa harus peduli? Ya Tuhan, ini efek rasa letih kerena naik tangga.

Setelah melewati dua lantai, akhirnya aku dan Sean sudah sampai di lantai tujuh. Lantai tujuh ini hanya berisi satu pintu, dan aku pastikan bahwa itu pintu apartemen milik Juan. Keadaan di sini terasa sangat lembab, dan sedikit berangin karena banyak ventilasi sehingga membuat angin berebut masuk. Dinding yang aku lihat sendiri tadi masih sama, terlihat kusam dengan banyak tanda rembesan air. Huft! Apa Juan tidak merasa takut tinggal di apartemen seperti ini? Bagaimana kalau ada penunggu selain dia. Dan mungkin jika aku tinggal ditempat ini, maka akan terus menangis karena ketakutan.

The Diskrit (The Tail)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang