Takeru mengangguk, “Siapkan sarapanku sekalian, Manajer. Aku makan di jalan saja.”

Mobil menderu pergi. Meninggalkan Takeru dalam keheningan dini hari. Menyandang ransel, dia mulai menaiki gedung apato. Unit huniannya berada di lantai tiga, tapi lelaki itu merasa malas menumpang lift. Jalan kaki lebih menyehatkan untuk otaknya yang mengalami imsonia.

Dengung kunci digital terdengar keras di koridor yang senyap. Takeru melangkah masuk. Melepas sepatu serampangan. Melempar ransel begitu saja ke lantai. Langkah panjangnya malas-malasan memasuki apato kala sesosok tubuh tiba-tiba menubruknya.

“Takeru-kun, aku merindukanmu!”

“Takeru-kun, aku merindukanmu!”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Iya, Ma, aku pasti hati-hati. Tenang saja, aku sudah bawa inhalerku. Mama jangan khawatir!”

Sarah mematikan telepon internasional. Siulan riangnya terdengar nyaring di koridor lengang, beradu dengan suara roda koper yang tengah diseretnya. Meski tubuhnya terasa sangat lelah – selama di pesawat matanya tak terpejam semenit pun – namun gadis tinggi semampai itu tetap bersemangat. Hatinya dipenuhi euforia kegembiraan. Sebentar lagi dia akan bertemu dengan sahabat masa kecil yang sangat dirindukannya.

Tiap tahun mereka selalu bertemu. Hobi bepergian lintas negara sering mereka gunakan untuk melepas kerinduan. Namun tahun itu berbeda. Sarah sengaja menyembunyikan kedatangannya ke Tokyo demi memberi kejutan ulang tahun. Bekerja sama dengan Paman dan Bibinya, wanita berambut cokelat itu sukses tiba di Negeri Matahari Terbit tanpa diketahui sang sahabat.

Tinggal dua puluh meter lagi. Bibir Sarah melengkung tinggi. Langkah kakinya makin cepat seolah tak sabar bertemu dengan orang yang spesial di hatinya. Harap-harap cemas dia berdoa semoga lelaki itu tak mengubah sandi kunci digitalnya. Sarah juga makin khusuk berdoa agar lelaki itu tengah tertidur lelap di apatonya. Unsur kejutan akan makin sempurna jika dia bisa menyelinap masuk tanpa diketahui sang empunya hunian.

Berjingkat-jingkat Sarah memasuki unit hunian mewah itu. Meletakkan koper di foyer dan melangkah masuk ke ruangan yang gelap gulita. Bibirnya tersenyum lebar, tapi senyum itu dengan cepat menghilang saat menyadari lampu di ruang tamu menyala terang.

Dengan langkah perlahan, Sarah menyeberangi foyer. Kakinya yang terbalut celana capri suede mendadak terhenti. Nanar dipelototinya sepasang anak manusia yang tengah bercumbu panas di sofa. Si wanita duduk di pangkuan lelakinya. Cahaya lampu menyiram tubuh sempurna si wanita yang nyaris telanjang. Ekor mata Sarah memindai cepat dan tertumbuk ke tumpukan gaun di lantai. Juga jaket bomber yang sangat dikenalnya.

“Takeru?!” serunya tertahan.

Suaranya tak keras, tapi terdengar nyaring di ruangan yang hening. Sepasang anak manusia yang tengah berpagutan panas melepaskan diri sejenak. Menoleh ke sumber suara. Mata Takeru sontak terbelalak. Sementara Sarah membeku.

“Chibi-chan?” Sekonyong-konyong Takeru berdiri. Lupa jika Miho masih duduk di pangkuannya. Wanita itu terjengkang keras. Pantat mulusnya sukses beradu dengan karpet tebal ruang tamu.

“Takeru-kun, siapa dia?” Tanpa malu Miho berdiri. Memamerkan kemolekan tubuhnya yang hanya terlapisi pakaian dalam minim.

“Chibi-chan, kapan kau datang?” Takeru berderap menyongsong kehadiran Sarah. Tak mempedulikan kehadiran seorang wanita lain di ruangan itu. Matanya hanya tertuju ke sosok gadis yang berdiri mematung di ujung ruang tamu.

Sayangnya Sarah terlalu sakit hati untuk menerima sentuhan Takeru. Ritual pertemuan mereka tiap tahun yang diawali dengan pelukan hangat dan acakan rambut mendadak terasa menjijikkan. Lengan gadis bernetra cokelat itu terangkat. Isyarat agar Takeru berhenti mendekatinya.

“Ma ... Maafkan ... Maafkan aku mengganggumu,” cicit Sarah, “Aku ... Aku akan pergi. Permisi!”

Tanpa menoleh Sarah lari terbirit-birit keluar apato. Tak menghiraukan panggilan Takeru. Dia bisa merasakan lelaki itu berlari mendekat. Panik Sarah menekan tombol lift. Ekor matanya bisa melihat bayangan Takeru yang tinggal beberapa langkah darinya.

“Ayo ... Cepatlah!” Sarah terus memencet tombol lift. Suaranya putus asa. Saat telinganya mendengar denting pintu elevator yang terbuka, hati Sarah melonjak gembira. Pintu elevator itu bak penyelamat harga diri Sarah yang porak-poranda.

Dia langsung masuk dan menekan tombol tutup. Tapi langkah Sarah kurang cepat. Lelaki jangkung itu berhasil menerobos masuk. Dia terjebak di ruang sempit bersama orang yang telah menghancurkan hatinya hingga tak berbentuk.

“Chibi-chan, dengarkan aku!” pinta Takeru.

Sarah menggeleng-gelengkan kepala. Napasnya terasa sesak. Susah-payah dia menarik udara dari hidung. Gagal. Kepanikan mulai menjalari Sarah saat teringat tabung inhalernya tertinggal dalam tas di foyer Takeru.

“Aku bisa menjelaskan apa yang terjadi.” Takeru menyentuh pelan lengan Sarah.

Gadis itu menampik keras. Pandangan matanya mulai tak fokus. Paru-parunya terasa berat. Pening menghantam. Suara Takeru hanya sayup-sayup terdengar. Sarah berusaha keras menghirup udara. Napasnya makin sesak.

“Chibi-chan, aku tak ada hubungan apapun dengan Miho. Dia masuk begitu saja ke apato dan merayuku. Kami benar-benar tak memiliki hubungan apapun. Apa yang kau lihat hanya kesalahpahaman saja.”

Sarah limbung. Tubuhnya lemas. Dia kepayahan bernapas. Takeru masih terus menjelaskan, tapi Sarah tak mendengar. Dia menggelosor ke lantai lift. Hal terakhir yang diingatnya adalah seruan kaget Takeru sebelum dia kehilangan kesadaran.
-----------------------------------------------------------
(1) Honeys adalah salah satu dari lima retailer fashion raksasa di Jepang.

(2) Todai (Tokyo Daigaku atau Universitas Tokyo) adalah salah satu universitas bergengsi di Jepang.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nihon de no Haru (TAMAT)Where stories live. Discover now