02|| About Your Help

129 75 106
                                    


Have a nice day!
Happy reading!

• • •

Tangisan bayi terdengar di setiap sudut ruangan. Sudah berbagai cara menghentikannya, tapi tetap tidak berhasil. Satu hal terakhir yang bisa menyelesaikan masalah ini. Sera--wanita dengan gaun malam yang sangat terbuka--tidak membuang waktu untuk menghubungi seseorang.

Panggilan pertama belum ada jawaban, sampai pada panggilan yang bahkan Sera sendiri lupa keberapa, baru ada suara yang menyahut dari seberang telepon.

"Halo?"

"Halo, Ve. Bisa pulang sekarang? Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia terus menangis. Demamnya belum turun." Terlalu cepat Sera berucap sampai seseorang yang ia ajak bicara tidak begitu mendengar.

"Aku akan pulang. Tunggu aku." Sambungan berakhir begitu saja.

Di luar hujan masih turun dengan lebat. Belum ada tanda-tanda ingin berhenti. Seolah langit sedang murka. Sera semakin panik. Bagaimana temannya bisa sampai dengan cepat. Ia sangat takut bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Tapi segera dihentikan pikiran itu.

Sera menatap Disa--bayi perempuan yang belum genap berumur tiga bulan--prihatin. Keadaan yang tidak sempurna harus ia terima lebih awal.

"Berhentilah menangis, Sayang." Diraihnya bayi itu ke dalam dekapan Sera untuk menenangkan. Walaupun percuma, ia masih berusaha melakukan apa saja agar tangisan Disa reda.

Hampir satu jam berselang, ketukan pintu membuat Sera beranjak.

"Bagaimana keadaannya? Aku harus terjebak di halte karena tidak ada satu pun kendaraan. Demamnya masih belum turun? Bisakah kamu jaga Disa sebentar? Aku akan meminjam mobil milik Rena." Ve masuk dengan terburu-buru. Ia segera memeriksa dahi Disa. Begitu selesai, ia keluar untuk menemui Rena. Tapi sebelum itu ia menatap Sera.

"Maaf, aku selalu merepotkanmu."

Sera tersenyum memahami. "Tidak apa-apa. Aku akan menjaganya."

Dengan perasaan tidak enak, Ve pergi ke tempat Rena. Rena adalah pemilik Quinary Bar. Salah satu club malam yang sangat terkenal dan tidak pernah sepi pengunjung. Banyak sekali kalangan artis bahkan pejabat yang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di sana.

Rena juga pemilik tempat tinggal yang Ve huni. Sudah lama mereka--Ve dan Disa--menetap di ruangan serba sempit itu. Kalau bukan karena belas kasihan Rena dan kalau bukan berkat bantuan Sera, yang merupakan pekerja kesayangan Rena, pasti hidup mereka akan terlunta-lunta.

"Hei, kamu tahu Rena di mana?" Ve bertanya pada pelayan remaja yang kebetulan sedang lewat. Cukup sulit mencari Rena pada saat ramai seperti malam ini.

"Di ruangan VIP nomor tiga. Aku melihatnya pergi ke sana tadi."

Ve mengangguk dan segera mengarah ke ruangan tersebut. Sesampainya di depan pintu ia mengetuk dengan hati-hati. Tidak ada jawaban. Ia kembali mengetuk. Beberapa menit setelahnya terdengar pintu terbuka, diiringi geraman kesal seseorang.

"Aku ingin meminta tolong, Rena. Bisa--"

Bukan Rena. Melainkan seorang pria berpostur tubuh tinggi. Wajahnya kacau. Sorot mata hitamnya sangat tajam. Seolah-olah baru saja ada yang mengusik ketenangannya. Atau mungkin memang sebenarnya iya.

"Tidak ada Rena."

"M-maaf. Aku tidak tahu."

Baru saja Ve membalikkan badan, suara pria itu kembali terdengar.

"Masuklah, Rena ada di dalam." Ia menangkap sekilas raut ketakutan dan cemas di wajah wanita yang ada di depannya.

Ve mengikuti dari belakang. Di sana, tampak wanita berumur cukup dewasa sedang menghitung uang yang terbilang banyak.

no one ever changes in the endWhere stories live. Discover now