Satu

314 21 17
                                    

Hay guys. Author menyapa. Semoga kalian suka. Ini karya pertama saya.

Bantu VOTE and COMMENTnya ya...

#####

"SMA TANJUNG HARAPAN PASTI BISA! AYO TANHAR!" teriakan itu menggema di lapangan indoor, tempat pertandingan basket putri sedang berlangsung.

Tim cheerleaders pun tak mau kalah, mereka melakukan gerakan formasi dengan sempurna sambil meneriakkan yel-yel kebanggaannya.

Siswi dengan nomor punggung 08 mendribble bolanya dengan gesit lalu melakukan jump-shoot andalannya.

Berhasil!

Sorak-sorai meramaikan suasana pertandingan.

12-10

12 untuk SMA CORDOVA, 10 untuk SMA TANHAR.

"Iva harus bisa bikin kak Shean bangga. Threepoint bukan hal yang buruk." Cewek yang tadi mencetak poin, dengan nomor punggung 08 menyeringai.

Priiiitt.

Dia merebut bola dari arah belakang. Ia sangat jenius dalam mengecoh lawan. Dia menatap ring yang jauh di hadapannya.

Ngiiiing. Nyuuttt..

"Nggak boleh. Sekali aja, please. Jangan kumat dulu," ia memejamkan matanya sejenak sambil menarik napas lalu menghembuskannya. Setelah itu ia menembakkan bolanya pada ring.

Wuushh. Brughh.

Berhasil!

Tubuhnya juga berhasil tumbang di area threepoint. Penyakitnya kambuh. Beberapa teriakan panik, khawatir, bercampur penasaran terdengar. Orang-orang mendekat, tim medis berlari membawa tandu.

"Shean, Zhias, dan Javana kalian iringi mobil tim medis ke rumah sakit. Cepat!" sang coach memberikan arahan kepada tiga anak didiknya. Tanpa bantahan.

Diam-diam seseorang berdecak.

"Ck, nyusahin."

✓✓✓✓
".....an~"

"Kak Shean..." lirih Zalavia, cewek yang pingsan bersamaan dengan keberhasilannya mencetak threepoint. Namanya Zalaiva Lail Haneeva. Iva panggilannya.

Flashback on...
"Pasien akan mengalami koma cukup lama. Sekitar satu Minggu sampai sepuluh hari. Jika lebih dari itu, kami menyarankan keluarga untuk membawa pasien ke Rumah Sakit rekomendasi kami demi yang terbaik." jelas sang dokter.

"Apa sesuatu itu semakin ganas, Om?" tanya Javana, ketua Cheerleaders yang juga sahabat Iva. Dokter itu adalah Omnya sendiri. Ia tidak bisa menyerahkan sahabatnya pada dokter lain yang belum memiliki kepercayaan dari orang-orang terdekat Iva.

"Iya."
Flashback off..

Javana mengusap pundak Archelia—Bunda Iva—yang sesenggukan dalam pelukan Haidar—Ayah Iva—

"Biar Ana aja ke rumah kak Shean, Bunda. Siapa tau Iva ingin ditemani kak Shean." Javana meraih tas selempangnya.

Sudah seminggu lamanya Iva koma, membuat keluarga dan orang terdekatnya khawatir.

"Bunda ikut. Biar Ayah yang jagain Iva." Archelia menatap sendu putri semata wayangnya.

"Hati-hati. Kalian diantar supir yah." bujuk Haidar yang disetujui oleh istrinya.

✓✓✓✓
Shean menaiki motor sport hitamnya, pemberian dari papanya saat ia berulang tahun ke 16.

Ia menancap gas menuju rumahnya yang berjarak tak jauh dari SMA TANHAR.

"Sore, Ma." Shean tersenyum menerima pelukan dari Mamanya.

"Gimana sekolahnya?"

"Biasa aja," Shean menuangkan air putih ke dalam gelas yang dipegangnya.

"Ya udah kamu bersih-bersih, habis itu Mama, Papa, sama Shea mau ke rumah nenek. Kamu mau ikut?" tawar Audree—Mama Shean—

"Nggak, Shean capek."

"Ya udah sana mandi terus istirahat. Jangan lupa makan." Audree mengusap puncak kepala anak sulungnya.

Shean berjalan menaiki anak tangga, memasuki kamarnya yang bercat cokelat, sederhana namun berkesan elegan.

✓✓✓✓
"Maafin Ayah," Haidar menggenggam tangan mungil nan dingin milik anak semata wayangnya yang masih setia berbaring tak berdaya di salah satu brankar rumah sakit.

"Bangun ya, Bunda lagi jemput Shean. Iva seneng, kan?" Haidar mengusap puncak kepala Iva.

Ia menatap pilu tubuh anaknya yang bergantung pada alat medis. Rasanya, Haidar ingin dirinya saja yang mengalami sakit itu. Sakit yang diidap putri cantik nan periangnya.

"Banyak yang sayang sama kamu, terutama Bunda. Jangan bikin kami sedih ya, sayang." Haidar mengecup kening putrinya sekilas, mengusap air mata yang mulai mengalir di pipinya, lalu berjalan ke luar ruangan untuk menemui dokter spesialis.


✓✓✓✓
Shean membanting tubuhnya ke kasur. Ia lelah, seharian latihan basket karena sebentar lagi akan ada lomba.

Ia memandangi langit-langit kamarnya yang penuh dengan coretan pilox, gambar dirinya.

Ia memejamkan matanya, mulai mengarungi alam mimpi.

Ting tong... Ting tong...

"Ck," Shean mendengus, di saat ia hampir terlelap ada saja orang yang mengganggunya.

Ia berlari menuruni anak tangga saat tamunya memencet bel menggila sambil mengetuk pintu dengan keras.

Ceklek...

"Siapa?"

"Gue Javana, temen Iva." ada Javana dan seorang wanita paruh baya di belakangnya.

"Masuk!" Shean membukakan pintu rumahnya lebar-lebar, membiarkan kedua tamunya masuk.

"Ada yang ingin diminum, Jav, Tante?" tawar Shean.

"Tidak usah nak, kami ke sini hanya sebentar." jawab Archelia ramah.

"Ada apa ya, Tan?" tanya Shean mencoba sopan, bagaimanapun ia sedang berhadapan dengan wanita yang lebih tua darinya.

"Saya Archelia, Bunda Zalaiva,"

"......."

"Saya di sini tidak ingin bertele-tele. Saya ingin kamu ikut kami, jenguk anak saya. Dia koma sudah seminggu, tolong bantu Tante. Dia selalu menyebut nama kamu dalam komanya." bujuk Archelia, matanya memanas.

"....."

"Kak Shean!" desis Javana karena Shean hanya diam, tak menjawab bujukan Archelia.

"Maaf Tante," detik itu juga, pertahanan Archelia luruh. Ia merasa sedih melihat anaknya begitu menderita, ditambah lagi dengan Shean yang tak pernah menganggap keberadaan putrinya yang jelas-jelas mencintainya.

"Saya mohon, nak. Saya tidak siap kehilangan dia. Dia anak satu-satunya, harta berharga milik kami~" Archelia menghilangkan rasa gengsi dan malunya, ia berlutut di hadapan Shean membuat Shean tersentak dan Javana yang melotot kaget.

"Apa Tante perlu sujud padamu?" Archelia menatap manik mata Shean yang indah.

Gimana?! Gimana?! Suka nggaaak?

By: Sabrina Febrianti

ZALAIVA-SHEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang