Siapa yang tidak tahu dia?

15.1K 1.2K 7
                                    

Jarang ada temen yang bisa bantu nyari jalan keluar saat ada masalah. –Julia S



Arya baru selesai meeting di luar, pukul sebelas siang ia kembali ke kantor, untuk menuju ruangannya ia harus melewati kubikel bawahannya. Bagian ujung dekat pintu kantornya adalah kubikel Divya, gadis berjilbab itu nampak memijat-mijat keningnya karena pusing sudah mengajari junior bolak-balik tapi masih belum paham juga.

"Sudah baikan?" Arya berdiri di samping mejanya, bola matanya awas memperhatikan Divya yang kini wajahnya terlihat pucat.

"Mendingan, Pak." Divya mengangguk kikuk.

"Muka kamu pucat, masih sakit?"

"Oh, nggak kenapa-napa, Pak. Saya cuma..." Divya tidak mungkin menceritakan betapa rempongnya mengajari anak baru yang benar-benar fresh the oven. Ia beralasan lain, "tadi kurang minum aja." Divya pura-pura meraih botol minumnya di samping komputer. Namun herannya Arya masih menunggu di tempatnya, mau tidak mau Divya meminum beberapa teguk air putih hambar itu.

Kenapa lagi ini si Bos? Ia mengalihkan fokus ke tumpukan berkas di mejanya, berusaha cuek dengan kehadiran Arya.

"Kamu kalau masih sakit izin aja, Divya." Suara Arya masih datar tetapi penuh penekanan. Divya mengangkat sedikit wajahnya. "Kamu pusing karena mikirin kerjaan?" todong Arya lagi.

Duh, kenapa hari ini Bos banyak tanya? Divya merasa tidak nyaman. Masa iya dia harus cerita penyebab pusing dan sakit yang kemarin karena putus dari kekasihnya, tidak lucu.

Sebelum pertanyaan itu terjawab, Frans datang dengan suara meledak-ledak. Ia pikir Arya masih berada di luar kantor. "Di, lo bilang ke Gilang nggak kalau—." Menyadari Arya sedang berdiri di samping meja Divya, seketika Frans langsung menciut. Ia duduk di kursi lalu nyengir kuda demi menutupi kekagetannya. "Eh, sudah selesai meeting ya, Ar?" tanyanya sok ramah dengan ekspresi menahan malu. Karena dia lebih tua sedikit dari Arya, maka dia langsung memanggil nama Arya tanpa embel-embel sejak minggu pertama atasannya itu masuk.

Divya menahan napas sekaligus ledakan tawanya. Ia melirik wajah Frans yang mendadak aneh, masih menahan rasa malu dan terkejut sekaligus.

"Iya," jawab Arya pendek. Karena tidak mendapat jawaban dari Divya, akhirnya Arya masuk ke ruangannya.

Sampai pintu ruangan kaca itu tertutup rapat, Frans mengalihkan tatapan ke samping kirinya. "Bos kenapa? Minta lo update lagi?"

Divya hanya mengedikkan bahu, lalu kembali fokus ke berkas-berkas di depannya.



"KFC?" Divya terlihat tidak tertarik mendengar Julia dan Wiwit mengajaknya makan di sana. Seakan percuma selama ini ia hidup sehat, makan buah dan sayur mayur, lalu tiba-tiba kekonsistenannya rusak karena duo temannya mengajak ke restoran siap saji.

"Lo mau makan sehat lagi?" ujar Wiwit dengan dua tangan terlipat di depan dada. "Nasi merah, sayur, telor rebus dan sambal doang. Memangnya kenyang?" ia menyebutkan bekal yang sering dibawa Divya akhir-akhir ini.

"Makan tak perlu kenyang, yang penting bergizi biar nggak badan aja yang sehat, tapi otak juga mikirnya lancar." Frans ikut menyahut dari kursinya, tangan kanannya memegang buah apel yang sudah ia gigit-gigit. "Nih, gue dong ditiru. Makannya buah biar sehat!"

Julia mengibaskan rambut panjangnya, "makan buah apel. Tapi ngemilnya malah nasi, sama aja bohong!" ejeknya yang disambut kekehan Wiwit dan Divya. Frans sendiri tidak mau ikut keluar karena sudah dibawakan bekal oleh ibunya.

Story Of Divya (REPOST 2021)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang