Bab 5

69.6K 7.7K 255
                                    

Ada sesak yang kini tengah memberontak bersama tangis yang tak mampu lagi ditahan. Kesedihan ini sudah menjadi kebiasaan, berusaha dinikmati walau menghujam ke dasar hati terdalam.

💙💙💙

Dengarkanlah wanita pujaanku malam ini akan kusampaikan hasrat suci kepadamu dewiku.

Dengarkanlah Kesungguhan ini aku ingin mempersuntingmu tuk yang pertama dan terakhir.

Jangan kau tolak dan buatku hancur ku tak akan mengulang tuk meminta satu keyakinan hatiku ini akulah yang terbaik untukmu.

Sesekali Andra mengikuti alunan lagu yang kini mengalun merdu. Tak jarang lelaki itu tersenyum lalu melirik sekilas ke arah Agatha yang duduk di sampingnya.

Agatha berdecak. "Liat jalan, di depan lampu merah."

Andra cengengesan, lalu mulai menginjak padel rem secara perlahan sampai mobil yang dikendarainya berhenti. "Saya kurang fokus karena ada Ibu di samping saya," ujar Andra.

"Kalau kamu nggak fokus mending saya turun di sini."

"Eh jangan Bu!" cegah Andra.

Agatha mendengus, perempuan itu memilih menatap ke luar jendela, bersama dengan Andra mampu membuat emosinya naik pitam. Lelaki itu sangat menyebalkan, bagaimana tidak Andra mengenalkan Agatha sebagai calon istrinya kepada kedua orang tuanya. Agatha malu, rasanya ia seperti sedang dipermainankan oleh bocah SMA.

"Ibu kok diam aja sih dari tadi?"

"Kamu kebanyakan ngoceh, bisa diam nggak?" Agatha menatap sekilas ke arah Andra.

"Oke, saya diam." Andra kembali melajukan mobilnya usai lampu merah berubah menjadi hijau.

Tak sampai satu menit Andra kembali bersuara. "Ibu mau nggak nikah sama saya?" Lagi, Andra kembali melontarkan pertanyaan itu sebuah pertanyaan yang membuat Agatha jengkel setengah mati.

"Nggak mau!" Nada bicara Agatha meninggi, perempuan itu menekan kalimat yang ia ucapkan sebagai sebuah penegasan.

"Saya tahu pasti Ibu mengira saya main-main dengan apa yang saya katakan, iyakan?" tanya Andra, matanya fokus menatap jalanan yang padat pagi ini.

"Jelaslah, saya tidak akan pernah mengangap serius ucapan bocah SMA kayak kamu," balas Agatha.

"Saya memang suka main-main, tapi untuk hal ini saya serius. Saya serius ingin menikah dengan Ibu."

Agatha jengah, tak pernah terpikir bahwa dirinya akan mengalami hal ini. Mendapat pernyataan cinta dari anak SMA muridnya sendiri pula, ralat bukan pernyataan cinta melainkan sebuah lamaran. "Udah ya Ndra ngomongnya." Agatha tampak lelah.

"Saya tidak akan berhenti mengajukan pertanyaan itu sampai saya mendengar jawaban yang saya mau," ujar Andra mantap.

"Iya, iya. Nanti kamu tanya lagi ke saya tapi nggak sekarang saya lagi pusing." Agatha memejamkan mata, memijat pelipisnya pelan.

"Yaudah, nanti sore atau besok saya tanya lagi." Andra tersenyum tipis. "Oh iya Bu, ini udah sampai ke depan gang yang Ibu sebutin tadi."

Agatha membuka mata, mobil Andra telah berhenti di depan gang menuju rumahnya. "Saya turun di sini aja, makasih udah mau anterin saya." Agatha bersiap membuka pintu mobil.

"Saya mau antar Ibu sampai depan rumah."

"Di sini aja, mobil nggak bisa masuk jalannya sempit."

"Saya antar jalan kaki." Andra turun dari mobil mengikuti Agatha yang sudah turun lebih dulu.

"Nggak usah saya bilang, nanti kamu telat ke sekolah."

Permaisuri Hati | Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang