❣1

41.2K 3.7K 382
                                    

Lisa menggoyangkan sebatang rokok diantara sela jemari lentiknya sembari menghembuskan asapnya ke udara. Disaat kepalanya penuh dan terasa berat oleh segala permasalahan yang ada, bar adalah tempat terbaik untuk melampiaskannya.

Wanita itu meraih rock glass miliknya, kemudian meminum isinya dalam sekali teguk. Tentunya Lisa belum mabuk, hanya saja rasa pening itu mulai menjalari kepalanya secara perlahan.

"Lagi, nyonya Hwang?"

Lisa menoleh, mendapati Park Jimin yang tengah melempar senyum manis hingga matanya menyipit--bergerak untuk menduduki sofa disisinya. Perempuan itu tersenyum miring membalasnya. "Aku membutuhkan beberapa teguk whiskey. Kau pasti mengerti kalau aku tak memiliki minuman semacam ini dirumah." ujarnya sembari menggoyangkan gelas kecil itu.

Lalisa Hwang memang memiliki dua sisi yang berbeda. Jika berada diluar rumah, apalagi tentang pekerjaan, perempuan itu akan menunjukkan sisi bad dan liarnya. Bahkan aku yakin kau takkan percaya jika meneliti penampilan Lisa saat ini, dimana ia mengenakan rok span pendek dan kemeja formal namun dengan dua kancing terbuka hingga menampilkan belahan dada itu adalah seorang ibu yang memiliki satu orang putri berusia enam belas tahun.

Tapi kalau sedang berhadapan dengan Somi, Lisa akan menjelma menjadi seorang ibu seutuhnya. Memasak, membersihkan rumah, memperhatikan putrinya, serta mendengarkan curahan hatinya. Ia juga benar-benar mendidik dan menjaga Somi dengan baik. Ia tak banyak menyediakan makanan instan dan minuman beralkohol dikulkas, serta menggantinya dengan makanan sehat dan juga jus buah.

"Kenapa? Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?" Jimin bertanya. Nada bicaranya begitu manis dan lembut, selalu seperti itu jika pada Lisa.

Lisa menghembuskan asap rokok terakhirnya, kemudian mematikan bara apinya pada asbak. Perempuan itu kembali menyandarkan diri pada sandaran sofa, sementara pandangannya menerawang jauh. "Aku tak pernah tahu kalau selama ini putriku mengalami tindakan bullying. Maksudku, aku tahu kalau beberapa temannya memang kerap membicarakannya sebagai seorang anak yang tak memiliki ayah, tapi aku tak pernah tahu kalau selama ini Somi kerap berkelahi hanya karena diriku. Aku tak menyangka akan separah ini."

"Memang apa yang dilakukan Somi?"

Lisa menghembuskan napas pelan. "Ia menjambak rambut temannya dan membenturkan kepalanya ke dinding sampai harus dirawat dirumah sakit."

Jimin terlihat terkesiap. Ia paham bahwa Lisa juga sedikit barbar. Tapi ia tak pernah menyangka bahwa sifat itu menurun pada Somi, bahkan lebih parah.

"Kau tahu kenapa Somi melakukan itu, Jim?" Lisa menoleh dan menatap Jimin. Wanita itu memasang sekelumit senyum tipis. "Itu karena Somi tak terima teman-temannya menyebutku sebagai pelacur."

Kali ini Jimin jauh lebih terkesiap. "Somi mendapatkan perlakuan seburuk itu dari teman-temannya sendiri?"

Lisa mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya dan mulai memejamkan mata. "Aku belum bisa menjadi seorang ibu yang baik untuk putriku. Aku bahkan tidak bisa melindunginya dengan benar."

Memang, selama ini Somi tak pernah menceritakan hal-hal buruk yang terjadi disekolahnya. Lisa hanya menerima beberapa laporan bahwa Somi gemar berkelahi seperti anak laki-laki hingga menyebabkan putrinya tersebut terpaksa harus pindah sekolah untuk menghindari hal serupa.

Kalau ditanya apa alasan Somi melakukan hal itu, gadis itu hanya menjawab dengan enteng, 'Mereka menyebalkan.'

Jimin menarik napas pelan. Melihat wajah sendu Lisa membuat hatinya tercubit, tak tega. Tangannya beralih untuk mengusapi puncak kepala Lisa, menatapnya dengan penuh perasaan. "Tawaranku masih berlaku, Lisa."

hot mama | lizkook✔Where stories live. Discover now