one

863 94 28
                                    

Hai buat para readers baru! Tolong hargai cerita ini dengan meninggalkan vote dan comment kalian ya:) mengetik tidak semudah itu.

Gue tau cerita ini sempet masuk undiscovered fanfict dan vacum lama banget karena silent fucking reader  so sekarang aku kembali karena kritikan para active readers. Terimakasih buat para active dan silent readers yang mau menghabiskan waktunya membaca cerita amatiran ini. Satu vote sangat berharga. Jangan cuma vote diakhir doang ya hehe. Enjoy!:)

***

Vanes menatap butiran-butiran kecil dihadapannya, dia sudah terbiasa untuk menelannya demi bertahan hidup. Dia sudah muak dengan obat itu, karena tak ada lagi yang bisa dijadikan alasan untuk membuatnya memilih tetap hidup. Kecelakaan tahun lalu merenggut nyawa orangtuanya yang membuat dia tambah terpukul.

"Jangan ditatap saja. Kau harus meminum obat itu agar segera sembuh"

Liam Payne.

Dia adalah alasan terakhir yang membuat Vanes masih berjuang untuk bernafas meskipun cepat atau lambat Vanes akan kalah juga dengan penyakitnya. Mungkin.

Liam, kakak kesayangan Vanes yang selalu menyemangati Vanes saat dia tidak ada semangat dalam menjalani hidup, yang selalu ada disetiap suka maupun duka Vanes, yang selalu siap mendengarkan curhatan adiknya, yang selalu siap menghajar lelaki yang menyakiti hati Vanes, dan yang pasti yang selalu menghibur Vanes kapanpun.

"Minum obatnya! Setelah itu aku akan mentraktirmu ice cream green tea", tegur Liam melihat adiknya yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Senyum Vanes mengembang, ia segera meminum obatnya dengan sekali tenggak mengingat Liam akan membelikan makanan favoritnya setelah ia meminum obat.

***

Setelah membeli ice cream green tea di kedai ice cream Lowce yang tak jauh dari rumah mereka, Liam dan Vanes duduk di taman yang lokasinya persis di sebrang kedai ice cream Lowce.

"Terimakasih Liam, kau selalu mengerti apa mauku", Vanes menyengir memperlihatkan deretan gigi putih bersihnya.

"Dasar. Dari dulu kau sama saja. Melakukan sesuatu jika ada hadiahnya"

"Kau terlalu berlebihan, Li. Aku tidak selalu begitu tahu", Vanes masih sibuk dengan ice creamnya.

"Kau tunggu sini dulu dan jangan kemana-mana, aku ingin mengangkat telepon", Liam berjalan menjauh. Sementara Vanes memandang punggungnya hingga hilang dibalik taman.

Vanes menikmati angin semilir yang menyapu wajah dan rambutnya di sabtu pagi yang cerah ini. Suasana taman membuat pikiran Vanes lebih tenang dan hatinya nyaman, beban hatinya sedikit terlupakan.

"Bolehkah aku duduk disini?", suara dari seorang yang tak dikenal menyadarkan Vanes.

Vanes menoleh, lelaki blonde bermata biru muda. Mata itu membuat Vanes seakan terpaku,mata yang indah, mata yang mungkin bisa membuat beberapa orang mengagumi mata indah itu. Irresistable.

Lelaki itu akhirnya duduk di bangku yang sama dengan Vanes. Meskipun Vanes belum menjawabnya tapi ia tidak keberatan kalau lelaki itu duduk disampingnya. Mereka pun sibuk dengan pikiran masing-masing.

Ice creamnya sudah habis namun Liam tak kunjung kembali, Vanes mulai resah. Dia melirik jam tangannya, sudah setengah jam Vanes duduk disini.

Sebuah tangan menarik lengan Vanes sehingga dia berdiri.

"Aku ingin bicara denganmu, aku tak ingin kita putus, aku masih sayang denganmu, tolonglah mengerti perasaanku"

Kenapa dia datang disaat aku berusaha melupakannya batin Vanes.

Vanes menarik napas dalam-dalam.

"Zayn, kita udah ngomongin ini berapa kali sih? Aku sudah memberimu 3 kali kesempatan dan semua itu kau sia-siakan. Kau minta aku mengerti perasaan mu? Kau saja tidak mengerti perasaanku, coba kau bayangkan jadi aku, melihat pacar selingkuh sama sahabat sendiri. Itu yang namanya perasaan? Kau mau dimengerti tapi kau gak menghargai perasaanku?! Haha. Jangan bercanda, Zayn!"

"Itu tidak seperti yang kau lihat, Van"

"Tidak seperti?! Tapi 3 kali aku ngelihat hal yang sama! Sudahlah kita memang tidak ditakdirkan buat bersama. Aku capek ngomongin ini mulu"

"Tidak bisa begitu, Van! Kau harus ikut aku sekarang! Aku bisa buktikan semuanya!",  Zayn menarik tangan Vanes.

"Lepasin aku atau aku akan teriak sekarang!", Vanes mencoba melepaskan cengkraman Zayn sementara Zayn menutup mulut Vanes.

BUGGG!!

Satu hantaman mengenai pipi Zayn.

Bukan Vanes.

Bukan Liam.

Disaat Zayn lengah, Vanes melepaskan dirinya dan bersembunyi dibalik lelaki blonde yang duduk disampingnya tadi. Vanes terpaku,  seseorang bermata biru yang tak dikenalnya sekarang berkelahi dengan mantannya, Zayn.

Kemudian, semua menjadi gelap.

***

Irresistible [ discontinued ]Where stories live. Discover now