8

3.5K 707 219
                                    

Unchhh banyak yang komen, aku senang aku senang 😙


Happy reading!^^



~°~°~



"Ada kata terakhir, Half Blood?"

Samar aku melihat seorang wanita dengan rambut hitam melebihi bahu dan poni panjang berdiri di hadapanku. Jubah hitam dengan lambang api melindungi tubuhnya. Ia tersenyum manis, sama sekali tak mengancam. Tapi aku sadar bahwa kehadirannya merupakan ancaman besar. Apalagi aku melihat api di sekelilingku.

Tiba-tiba kupingku berdengung. Aku memejamkan mata. Berharap mengurangi dengungan yang membuat kepalaku sakit.

Ketika membuka mata, aku bisa melihat dengan jelas bahwa wanita itu mengangkat tangannya. Wajah manis nan ramah yang sebelumnya kulihat kini tampak bengis.

Bersamaan dengan itu aku mendengar erangan keras. Seorang pria meronta-ronta di atas tanah seraya memegangi leher, seolah ia tercekik. Urat-urat di wajah dan lehernya menonjol namun berwarna hitam. Seperti diracun dari dalam tubuhnya.

Pria itu sempat melirik ke arahku sebelum memejamkan mata. Seolah berusaha menahan seluruh rasa sakit yang diderita. "Maaf, bertahanlah," ucapnya tanpa suara sebelum tubuhnya mulai lemas dan kakinya berhenti bergerak.

Dalam hitungan detik, pemandangan mengerikan itu berubah. Alih-alih api membara mengelilingiku aku melihat gedung sekolah. Di hadapanku berdiri seorang pria dengan rambut putih kebiruan. Kulitnya putih bersih, matanya yang kuning dan kecil tampak seperti garis ketika ia tersenyum.

"Aku menemukanmu, (y/n)."

Kupingku kembali berdengung setelah pria itu berucap. Kali ini lebih kencang sampai-sampai aku tak bisa mendengarkan perkataannya yang lain. Hingga akhirnya sebuah kalimat bisa kudengar dengan jelas.

"Aku takdirmu, (y/n), aku Hoshi, anak dari Dewa Langit. Aku dilahirkan untuk datang padamu."

Pria itu melangkah mendekatiku dengan senyuman lebar. Tangannya menggenggamku. Ia kembali bicara, tapi aku tak bisa fokus karena pandanganku buram.

Yang kuketahui kemudian seseorang menarikku hingga genggaman itu terlepas. Ketika aku berbalik kulihat dengan jelas Vernon berdiri di depanku, menatap tajam pria itu dan menggenggam tanganku erat. Seolah tidak ingin aku lepas darinya.




Semuanya kembali menjadi gelap. Kepalaku pusing. Sebisa mungkin aku membuka mataku yang terasa berat. Pandanganku samar, membuatku harus mengerjap beberapa kali sebelum bisa melihat dengan jelas.

Aku melihat api unggun kecil. Mingyu dan Aurora duduk berdampingan di atas sebuah kayu yang tumbang. Mereka tampak melamun memandangi api sampai tak menyadari bahwa aku terbangun. Kala itu juga aku menyadari bahwa aku tertidur di pangkuan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Vernon. Aku juga sadar bahwa sebuah jas membalut tubuhku sehingga aku merasa hangat.

Setetes air tiba-tiba jatuh pada pipiku. Mingyu kemudian berujar, "Vernon ... kau menangis lagi. Dia berada dalam pengawasanmu, jangan terlalu khawatir."

Vernon menangis?

Aku memutuskan untuk berpura-pura terpejam ketika sebuah tangan menyentuh pipiku. Mengusap air yang belum lama jatuh.

"Maaf ...," lirih Vernon. Aku bisa mendengar helaan napasnya yang berat sebelum berujar, "Bisa mengawasinya saja tidak cukup."

"Pasti sulit bagimu," Aurora menyahut. "Kita punya nasib yang sama. Tapi milikku belum kembali, sedang milikmu sudah kembali tapi ...."

Entah kenapa Aurora menghentikan perkataannya secara mendadak. Tapi aku bisa mendengar desisan pelan dari Mingyu. Seolah menahannya untuk bicara.

"Aku penasaran akan sesuatu, Bung," ucap Mingyu. Bersamaan dengan itu aku merasakan tangan Vernon mengusap kepalaku.

Half Blood 3 (Secret Of Roseline) [Seventeen Imagine Series]Where stories live. Discover now