Dua Puluh Tiga

7 0 0
                                    


My most precious moments

------

Papa tampak bersemangat ketika Kevin mengatakan bahwa mereka akan menginap di apartemen papa. Meski Kevin sebenarnya merasa canggung dengan tante Alika, tapi tampaknya dengan adanya Clara di sini semua tampak biasa saja. Kevin tahu, Clara berusaha keras untuk membuat tante Alika cukup nyaman dengan kehadiran mereka.

"Buatku, waktu itu berharga dan aku nggak merasa adanya manfaat dari menyimpan kebencian untuk siapapun, jadi buat apa? Aku memilih untuk membuat diriku dalam keadaan paling damai," begitu ujar Clara pada Kevin kemarin.

"Cuma ada satu lagi kamar kosong di sini. Kalo Kevin sama Jackson tidur bareng gak apa-apa kan?" Tanya tante Alika, memastikan jika Kevin akan baik-baik saja jika harus satu kamar dengan Jackson.

"Gak apa-apa kok, tante. Makasih," ucap Kevin pada tante Alika.

"Palingan kak Jackson besok pagi udah ada di atas lantai. Kak Kevin tidurnya bandel loh."

"Bohong ih, fitnah dasar."

Menit-menit selanjutnya suasana mulai mencair. Apartemen ini biasanya sepi dan tenang. Tapi hari ini, Clara mulai menghadirkan suasana baru yang berbeda. Ia sibuk bercerita tentang bagaimana masa kecilnya dulu bersama papa, mencoba mengingat kembali sedikit kenangan manis yang masih bisa ia ingat tentang saat itu.

"Dulu Clara pinter nyanyi," ujar papa.

"Dia suka nyanyi setiap saat," tambah Kevin.

"Sambil joget juga kan?" Tanya papa.

Kevin tertawa ketika mengingat lincahnya Clara menari dan menyanyi waktu kecil. Ia selalu jadi penggemar setia Clara sejak dulu. Gadis itu sudah sangat luar biasa baginya sejak kecil.

"Gimana kalo kita main bareng. Katanya kak Jackson punya kartu Uno. Ayo main," ajak Clara.

Kini mereka berlima duduk melingkar di ruang tamu dan mulai tertawa sambil sesekali menggoda satu sama lain saat salah satu dari mereka kalah. Tante Alika tampaknya tidak terlalu bisa bermain jadi wajahnya kini penuh dengan bedak berwarna putih.

"Mungkin sebaiknya mami gak usah main aja deh."

"Jangan gitu donk mi. Baru kalah tiga kali loh, masa udah nyerah," ujar Jackson.

"Mungkin tante harus saingan sama Clara nih, siapa yang paling hebat mainnya," canda Kevin.

"Tuh kan ngejek. Mentang-mentang aku selalu kalah kalo main sama kakak, bukan berarti aku juga bakal kalah sekarang. Aku jago loh main ini. Aku punya banyak strategi."

"Gaya banget seriusan deh."

"Ayo kita foto dulu sebelum mami ngapusin semua bedaknya," ajak Jackson.

Ia berdiri dan mengambil handphone nya. Mereka mengambil foto selfie bersama. Jackson senang, ia benar-benar lega sekarang. Seandainya waktu dapat berhenti saat ini, detik ini. Ia ingin selamanya seperti ini.

------

Jackson mengajak Clara dan Kevin untuk jalan-jalan di luar apartemen mereka. Langit malam ini terasa begitu indah. Kevin dan Jackson mulai bisa mengobrol bersama tentang game kesukaan mereka. Clara berjalan di belakang mereka, sedikit lebih pelan. Ia berhenti, kemudian tersenyum. Clara menatap punggung Kevin dan Jackson yang makin lama makin menjauh. Betapa bahagianya ia memiliki semua ini sekarang. Di masa lalu, ia selalu berharap bahwa keadaan dapat menjadi lebih baik suatu hari nanti. Tapi ia sama sekali tidak pernah berpikir jika keadaan dapat menjadi sebaik ini, lebih dari apa yang ia harapkan. Segala kerinduan yang ia simpan selama 13 tahun pada sosok Kevin yang hangat kini sudah terbayar lunas. Setiap kenangan yang ia simpan untuk mengobati rasa rindunya yang tak bisa ia ungkapkan pada papa juga sekarang sudah bisa ia ungkapkan. Tanpa Clara sadari, tiba-tiba air matanya jatuh.

ImperfectWhere stories live. Discover now