Lahirnya Suhita

710 26 0
                                    

 
Tidak mudah hidup dalam lingkungan orang orang yang menyebabkan kematian ayahnya, walau sebagian besar memakluminya, namun itu tidaklah mudah bagi bhre Daha.

Waktu terus berputar, dan kondisi Majapahit masih belum juga bisa berubah, gagal panen, kekeringan, wabah penyakit yang belum sepenuhnya hilang.

Gusti prabhu tidak bisa tenang di pendopo istana, dia tidak duduk di singgasana kebesaran miliknya, tapi jalan mondar mandir.

Para pejabat istana cuma diam dengan apa yang dilakukan oleh raja mereka, cuma menundukkan pandangan tanpa bersuara.

Sementara bhre Daha sedang mengeluarkan seluruh tenaganya untuk bisa melahirkan bayi yang akan menjadi penghuni baru istana Majapahit.

Tidak ada satupun yang bersuara, semua orang saat ini sedang sibuk dengan memanjatkan doa bagi kelancaran bhre Daha dalam proses melahirkan.

Ketegangan yang menyelimuti wajah wajah di pendopo istana langsung berubah senyum bahagia, saat mendengar tangisan bayi yang memecahkan kesunyian istana.

" akhirnya anakku lahir "

Seorang pembantu istana dengan menggendong seorang bayi menghadap gusti prabhu Wikrama Wardhana.

" hormat hamba yang mulia, ini putri cantik anda "

Dengan penuh rasa haru dan bahagia, gusti prabhu langsung menggendong bayi yang baru lahir tersebut.

" kamu akan menjadi putri tercantik penghuni istana Majapahit "

Wikrama Wardhana begitu bahagia, karena semua anaknya adalah putra, dan baru dari rahim bhre Daha lahir seorang putri.

Saat semua orang telah berkumpul di pendopo istana, dengan kedua tangannya dia mengangkat bayi tersebut di atas  kepala, dan seraya berkata.

" aku anugerahkan nama untuk putriku ini, stri Suhita"

Stri Suhita kini menjadi penghuni baru istana Majapahit, segala kasih sayang langsung tercurahkan kepada putri satu satunya ini.

Lahirnya seorang putri menambah semangat bagi gusti prabhu Wikrama Wardhana untuk membenahi semuanya.

Carut marut Majapahit usai perang dengan bhre Wirabhumi masih begitu terasa, baik tingkat istana maupun rakyat jelata.

Tinggal lama di istana, tidak bisa begitu saja menghapus dendam pada diri bhre Daha.

" Narapati adalah pembunuh ayahku, dan dendamku kepadanya tidak akan pernah hilang sebelum terbalaskan "

Kata kata itu sering dia ucapkan dalam hati, dan kian berjalannya waktu, dendam itu tidak hilang, malah menggunung dalam pikiran.

Tidak cuma dia simpan sendiri dalam hati, tapi juga dia titiskan kepada putrinya, stri Suhita.

Balita itu tiap hari dia cekoki dengan dendam terhadap bhra Narapati, orang yang telah memenggal kepala bhre Wirabhumi, kakeknya.

Meski stri Suhita tidak pernah ketemu atau melihat wajah bhre Wirabhumi, tapi siraman kebencian terhadap Narapati, terus diberikan oleh ibunya.

" jika ibu tidak mampu membalaskan dendam, maka kau yang harus membalaskannya "








Ksatria Majapahit 3 Tahta SuhitaWhere stories live. Discover now