BAB 30

2.5K 129 1
                                    

2 bulan kemudian,

Semua orang pasti pernah merasakan pahit manisnya kehidupan. Begitu juga pertemuan tanpa adanya perpisahan. Bagi seseorang ini merupakan suatu yang sangat pelik terlebih melepas orang yang sangat berarti. Mengalami dilema hidup bahkan ada kehilangan akal sehat.

Setiap orang memiliki cara bagaimana melupakan agar tidak terlalu menderita. Kuncinya hanya satu yaitu jangan terlalu banyak memikirkannya. Dengan cara menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan, terlebih untuk meraih kesuksesan.

Sejujurnya ia tidak berusaha melupakan tapi, ia hanya mencoba bertahan. Ia tidak ingin mengenang terlalu banyak dengan kenangan itu. Ia akan membuat semuanya menjadi lebih baik. Aru yakin cepat atau lambat ia akan bertemu dengan wanita itu.

Ia tidak perlu buru-buru mengambil keputusan untuk mencari pengganti Ajeng di hatinya. Karena ia tidak ingin wanita lain terluka karena hanya sebatas pelarian saja. Ia tidak ingin wanita lain merasakan sakit hati karena tidak ia bahagiakan. Biarkan saja semua mengalir seperti air.

Aru melirik jam melingkar di tangan, menunjukkan pukul 16.10 menit. Ini sudah sepuluh menit berlalu, tapi sepertinya Rama belum keluar. Ia melihat beberapa anak keluar dari pagar. Aru membuka jendela mobil, memandang guru BK nya Rama yang sedang berdiri di depan pagar. Ia masih ingat wanita itu bernama Sinta. Wanita itu sepertinya sedang menunggu seseorang.

Sedetik kemudian saling berpandangan satu sama lain. Aru hanya bisa menyungging senyum, ia hanya ingin bersikap ramah kepada wanita itu. Aru lalu membuka hendel pintu, tidak sopan rasanya jika ia hanya duduk dikemudi setir. Aru berjalan mendekati wanita itu, agar tidak terlalu bosan.

"Mau jemput Rama?," ucapnya Ramah.

"Iya," ucap Aru.

"Sebentar lagi keluar, ada pengumuman libur ujian nasional,"

Aru mengangguk paham, "Mau pulang?," tanya Aru, ia hanya berbasa basi saja.

"Iya, ini lagi nunggu jemputan,"

Aru memperhatikan wanita dihadapannya ini. Wanita itu berparas cantik dan kulitnya begitu mulus, karena ia bisa melihat betis wanita itu. Gaya bicaranya yang sopan dan tutur bahasa yang halus.

"Bukan asli Jakarta ya," Aru mengalihkan topik pembicaraan.

"Kok tau," ucapnya sambil tersenyum, lihatlah senyumnya begitu menarik.

"Cara bicara kamu berbeda, kamu asli mana?," tanya Aru.

"Dari Bandung, dinasnya di Jakarta,"

"Jadi di sini ...,"

"Kost,"

"Owh gitu," Aru mengangguk paham.

"Kost di mana?,"

"Rumah kost di Pondok Pinang,"

Alis Aru terangkat mendengar wanita itu ternyata tinggal di pondok pinang.

"Kost khusus wanita itu?," ucap Aru, karena ia tahu bahwa letak kost itu tidak jauh dari rumahnya.

"Kok tahu?,"

"Tidak terlalu jauh dari rumah saya,"

"Owh ya,"

"Iya,"

Aru mengerutkan dahi, "Enggak cari dekat dekat sini, setidaknya ketempat kerja kamu lebih dekat,"

"Kemarin sedapatnya aja, maklum masih baru di Jakarta,"

"Sudah berapa lama di Jakarta?,"

"Baru dua bulan,"

Sinta mengalihkan pandangannya ke depan begitu juga Aru. Ia melihat laki-laki berseragam polisi itu berhenti tidak jauh darinya. Laki-laki itu mengenakan motor matic berwarna hitam. Ia yakin laki-laki itu adalah kekasih wanita itu. Terlihat jelas wajah itu tidak suka ketika memandangnya. Ia tidak sedikitpu untuk berniat mendekati salah satu guru adiknya. Toh di sini ia berbasa-basi saja. Sambil menunggu kehadiran Rama.

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now