BAB 28

2.4K 137 1
                                    

Kini mereka berada di Revayah Coffee yang terletak di area Gatot Subroto, yang merupakan pusat perkantoran di Denpasar. Bima tidak ingin terlalu merepotkan Ajeng datang hingga ke Ubud hanya untuk mengantar surat perjanjian kerja sama ini. Coffee shop ini tidak terlalu besar tapi cukup nyaman, untuk sekedar menikmati secangkir kopi. Di sini hanya menyediakan minuman dan pastry saja. Interior yang didominasi dengan kayu, kaca dan lampu dan beberapa rak buku.

Bima menyesap mocha frakeshakes yang di pesannya. Di atas meja terdapat cheese cake, yang di pesan langsung oleh Ajeng.
Bima memandang Ajeng, wanita itu menyerahkan berkas perjanjian kerja sama. Wanita itu mengenakan celana pendek dan kemeja putih. Rambut panjang itu di biarkan terurai, mengingatkan kepada sahabatnya Gista.

"Semoga kerja sama ini berjalan dengan baik," ucap Ajeng, ia menyesap vanilla freakshakes.

"Percaya sama aku, aku bisa mengerjakannya. Lagian kuasa hukum ayah kamu sudah melihatnya,"

Ajeng melirik Bima, laki-laki itu mengenakan kaos berwarna hitam dan celana jins. Penampilan yang cukup santai untuk membicarakan bisnis seperti ini.

"Sudah berapa lama kamu di Jakarta?," tanya Ajeng, membuka topik pembicaraan, di luar konteks bisnis. Karena masalah bisnis sudah selesai.

"Tujuh tahun,"

"Lama juga ternyata, posisi kamu sebagai apa di Swiss Hotel?," ucap Ajeng, ia memasukan cheese cake ke dalam mulutnya.

"Dulu sebagai manager keuangan,"

Ajeng lalu memandang Bima, ia tidak menyangkan bahwa Bima termasuk orang yang paling berpengaruh di Swiss Hotel. Manager keuangan merupakan jabatan yang sangat penting karena berkaitan dengan ujung tombak perusahaan. Pantas saja laki-laki paham sekali tentang analisis keuangan. Ternyata dia orang yang sangat berpengalaman di bidang ini. Terbukti bahwa Bima dengan cepat mengambil keputusan dalam berinvestasi.

Laki-laki itu pasti tahu betul tentang tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan yang ia bangun, karena laki-laki itu tidak asing dengan semua ini.

"Apa alasan kamu keluar dari perusahaan itu?,"

Bima mendengar lalu tertawa, "Aku seperti sedang di wawancarai oleh HRD,"

Sepertinya pertanyaan itu sudah tertanam di dalam pikiranya, karena ia sudah lama di bidang ini. Ajeng juga ikut tertawa manatap Bima,

"Ya, dulu aku memang salah satu staff HRD,"

"Pantas saja," timpal Bima sambil terkekeh, sepertinya suasana dirinya dan Ajeng mencair.

"Pertanyaan itulah yang terlintas di pikiranku dan itu merupakan pertanyaan yang paling penting ketika interview," ucap Ajeng, karena jika bertanya seperti itu, ia bisa mengetahui karakter dan orientasi seseorang, toh ia ingin mencari orang yang profesional dalam bekerja.

"Alasannya hanya satu, aku ingin berkembang dan memiliki usaha sendiri,"

Ajeng mendengar itu lalu tersenyum, jawaban itulah yang paling tepat menurutnya. Semua orang ingin berkembang dan tahu bagaimana tujuan hidupnya,

"Oiya, apa kamu sudah menikah atau memiliki kekasih? Aku hanya tidak ingin salah paham kita mengadakan pertemuan ini," ucap Ajeng lagi.

Alis Bima terangkat mendengar ucapan Ajeng, "Kita di sini juga ngomongin kerjaan bukan sedang berkencan,"

"Iya sih,"

Bima melirik Ajeng, memperhatikan setiap gerak wanita itu, "Jika aku memiliki kekasih, apa kamu tidak ingin bertemu denganku di tempat seperti ini?,"

"Setidaknya kamu bisa membawa kekasihmu, agar tidak salah paham itu saja,"

"Aku tidak terlalu suka orang lain ikut campur dalam urusan kerjaan aku, walau dia kekasih atau istri aku sekalipun, karena ini merupakan bisnis. Aku sebagai pihak pertama menawarkan kepada kamu untuk berinvestasi. Tidak ada yang perlu di curigai di sini,"

MY LOVE MY CEO (SELESAI)Where stories live. Discover now