Chapter 29 [Alamort Epilogue]

9.3K 1.4K 846
                                    

700 comments?

"Hei, Naeul, kau baik-baik saja?" Mungkin Jimin tidak akan tahu bagaimana rasanya, tetapi melihat bagaimana Naeul hanya diam sepanjang perjalanan, terus-menerus mengutili kuku-kuku tangannya hingga nyaris berdarah, membuat ia menjadi benar-benar khawatir. Menyetujui keinginan wanita itu untuk datang ke tempat ini bukanlah perkara mudah. Jimin setidaknya butuh seharian penuh untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Naeul dapat melakukannya dengan baik. Ya, wanita kuat itu bisa melakukannya dengan begitu luar biasa.

Memaksa seulas senyum terpatri pada bibir, kenyataannya Naeul hanya berusaha untuk tidak kembali menelan kekecewaan pada diri sendiri. Dia menoleh, menatap pada seraut wajah khawatir Jimin yang duduk di balik kemudi mobil. "Jim, apa aku terlihat begitu mengerikan?"

Jimin memerhatikan dengan seksama, tetapi kendati tidak benar-benar melakukannya, dia justru bergerak pelan ke arah Naeul, menyisipkan helai rambut wanita itu ke belakang telinga lantas berujar, "Tidak. Kau terlihat jauh lebih baik."

Meski faktanya Naeul sendiri tahu bahwa Jimin hanya mengada-ada tentang hal itu, nyatanya ia tidak bodoh saat menatap pantulan bayangan dirinya. Dia benar-benar mengerikan. Entah bagaimana kehilangan banyak bobot tubuh, mata yang berubah cekung dan sedikit berkantung, juga wajah yang pasi setengah ingin mati, tentu saja adalah hal mengerikan yang ia sadari dengan pasti.

"Bagaimana aku harus berada di sana dengan penampilan seperti ini? Aku hanya datang untuk mempermalukan diriku sendiri."

Jimin menyela cepat . "Hei, hei, dengar. Kau tidak datang untuk menjatuhkan diri di tempat ini, oke, kau datang untuk membuktikan bahwa semua akan berjalan jauh lebih baik."

"Apa aku bisa mendapat sebutir obat itu darimu? Hm? Mungkin ini akan menjadi kali terakhir aku mengkonsumsinya. Aku janji."

Jimin menggeleng tegas, memerhatikan wajah itu dengan seksama. Suaranya pelan tetapi terdengar jelas menolak dengan tegas saat menjawab, "Tidak. Kau sudah berjanji padaku untuk tidak mengkonsumsinya lagi, bukan? Aku tidak ingin kau menjadi bergantung pada sebutir obat dan menjadi kecanduan. Obat penenang itu tidak baik untuk terus diandalkan, cukup percaya pada dirimu sendiri. Kau ingin menjadi lebih baik 'kan?"

Naeul mengangguk pelan saat Jimin kembali melanjutkan, "Kalau begitu, kau harus melakukannya dengan kesadaran yang penuh. Agar kau dapat mengingat setiap momen yang kau lalui dengan baik. Bayar semua hal yang terjadi selama ini dengan cara paling baik."

Kemungkinan kecil dari perkataan Jimin itu memang benar, tetapi melihat bagaimana pria tersebut tersenyum tepat ke arahnya dengan cara yang lembut, juga keputusan baik yang sudah ia pertimbangkan, membuat seluruh semesta seolah memberi kekuatan pada dirinya, jadi dengan langkah yang mantap berjalan menyusuri koridor yang lengang, berhenti sebentar di sudut koridor, tepat di sisi pintu darurat, Jimin justru menariknya masuk.

"Ke sini sebentar."

Naeul mengikutinya dengan tatapan setengah bingung, tetapi ketika pintu besi itu tertutup perlahan, Naeul dapat merasakan Jimin mendekap erat tubuhnya hingga ia dapat dengan jelas mendengar suara deguban jantung Jimin yang berdetak tidak karuan. Hal tersebut membuat Naeul diam-diam tersenyum kecil, ikut melingkarkn kedua tangan pada perut lawannya saat merasakan kepalanya dielus pelan, menciptakan perasaan nyaman yang membuatnya ikut menenggelamkan wajah pada ceruk leher Jimin yang dalam.

Jimin mungkin tidak banyak mengatakan apapun padanya, tidak juga memberikan kata-kata dorongan yang sejujurnya tidak banyak membantu, tetapi dia melakukannya dengan cara yang jauh lebih baik. Naeul membutuhkan sebuah dekapan yang hangat sebab ia harus melangkah seorang diri, dia harus bisa berdiri dengan kedua kaki sendiri, jadi dia butuh setidaknya sokongan kekuatan dan Jimin paling tahu bagaimana memperlakukannya dengan cara terbaik.

HelleboreWhere stories live. Discover now