(2)

80 15 44
                                    

"Ya! Kau kenapa diam saja?! Kau bisa diapa-apakan tahu!", omel Kino pada adik perempuannya itu.

Meskipun ia tahu bahwa kakaknya itu marah karena khawatir, tapi tetap saja omelannya itu terdengar sangat berisik bagi telinganya.

"Aish, gumanhaeyo, oppa! Aku jadi tidak bisa berkonsentrasi, ck!", balas Solji balik kesal sambil berdecak.

Kino hanya bisa mengalah dan menggurutu kecil melihat respon adiknya yang justru marah balik padanya, "Padahal dia bisa dalam bahaya", bisiknya kecil sambil memonyongkan bibirnya.

Gadis yang mendengar gerutuan itu pun menghentikan aktivitasnya dan menoleh, "Aku tahu oppa aku tadi bisa dalam bahaya. Maaf, aku sudah berkata kasar. Dan... terima kasih", ucapnya dengan sedikit menghela napas.

Kino yang melihat wajah pasrah adiknya hanya tertawa kecil, "Gurae, kau tidak boleh terus marah-marah. Maaf juga aku tadi membentak"

"Lanjutkanlah", suruhnya sambil mengacak rambut Solji.

Ya, benar yang dikatakan Kino. Gadis berponi ini tidak boleh sampai marah --- maksudnya marah yang sampai memuncak. Kalian mungkin tidak percaya kalau alergi ini bisa muncul hanya karena marah saja. Bukan hanya marah sih sebenarnya, tapi saat kau menangis, takut, cemas, khawatir, alergi ini bisa muncul.

Pernah suatu ketika, Solji marah dan menangis keras saat ibunya tidak memperbolehkan dirinya untuk pergi bermain bersama temannya waktu kecil. Dan alerginya seketika bermunculan di badannya. Padahal tidak ada sinar matahari langsung, tapi kenapa bisa muncul?

Menurut dokter yang memeriksa Solji waktu itu menyatakan jika alergi ini bisa dipicu dari psikologisnya Solji. Sehingga, di mana ia merasa gerah atau suhu tubuhnya tiba-tiba naik karena marah, cemas, ataupun menangis, alergi ini bisa muncul dengan sendirinya.

Makanya Kino tak melawan lagi jika sudah ada tanda-tanda adik kecilnya itu akan marah. Yah, keuntungan bagi Solji, ia selalu menang dalam situasi apapun.

"Hei", ucap Kino mengganggu adiknya. Yah, dia sedikit bosan di sini karena tidak ada lagi yang dilihat selain jalanan, taman, dan lukisan Solji.

"Hmm?", Solji terlalu fokus pada aktivitasnya, jadi ia hanya mengucap kata singkat.

"Begini...", ia memajukan tubuhnya untuk mendekati Solji, "..Aku ada penampilan dance bulan depan..."

Belum selesai berbicara, Solji sudah memotong duluan, "Kau mau latihan sekarang?", tebaknya sambil menoleh ke arah Kino.

"Yap! tepat sekali! Jadi, aku akan memutar lagu di sini, tidak apa kan?", tanya Kino meminta izin dengan wajah memelasnya. Ia khawatir lagu yang ia putar akan mengganggu konsentrasi adiknya.

"Arasseo, oppa... Latihanlah dan...", jawabnya menggantung.

"Semangat!", ucapnya sambil tersenyum mengangkat flat brush di tangannya.

Kino yang diizinkan untuk latihan itu pun langsung memeluk adiknya dengan gemas, "Aigoo, uri dongsaeng-i jinjja kyeopta!"

"Ya! Oppa!", kesal Solji karena rambutnya berantakan lagi.

Namun, sang kakak sudah berlari duluan ke belakang untuk menjauhi adiknya. Sedangkan, Solji hanya tersenyum melihat kelakukan kakaknya itu.

Tiga jam telah berlalu, menunjukkan pukul 01.30 saat ini. Lukisannya sudah selesai seperti apa yang diharapkannya. Saking puasnya ia terus-menerus melihat hasil karyanya itu, sampai lupa kalau Kino telah di belakangnya.

"Woah, daebak! Lukisanmu memang bagus sekali!", pujian itu langsung membuyarkan fokus Solji. Gadis itu pun sontak menoleh.

"Wah, iya dong, Kang Solji!", ucapnya bangga sambil menepuk pundaknya.

Allergic to Sunshine | HoshiWhere stories live. Discover now