Enam belas

1.6K 91 7
                                    

"Alex, bolehkah aku menelpon?" Ana ingin tahu kabar Mia, ia khawatir.

"Boleh, apa yang tidak untukmu," Ana merasa jengah, tapi juga senang. Ana segera memasuki mansion, disusul Alex. Ana menekan beberapa angka, disusul bunyi deringan setelahnya. Tak berselang lama, suara perempuan muncul.

"Hallo, dengan keluarga Zansca. Siapa di sana?" Ana dengan bersemangat menjawab, jantungnya berasa habis lari marathon sekarang, "Ana di sini, Norin. Bagaimana kabar Mia?"

"Tidak ada kabar lagi tentang Nona Mia, Nona. Terakhir ia memberi kabar pada hari itu, kira-kira 3 atau 4 hari yang lalu."

"Jadi kemungkinan Mia masih berlibur di rumah bibi Marry?" di seberang sana sigap menjawab, "iya, mungkin seperti itu. Kami akan menjemput Nona Mia jika esok ia belum kembali."

"Oke, syukurlah. Terimakasih Norin." Setidaknya Ana lega sekarang, Mia masih berlibur di rumah Bibi Marry. Alex tersenyum. Satu hal lagi yang ia tau dari Ana, ia perhatian pada sahabatnya sendiri. Pada sahabatnya saja ia perhatian, apalagi pada dirinya yang merupakan Mate Ana. Alex tahu, ia begitu percaya diri, tapi begitulah Alex.

Ana berbalik dengan raut muka menunjukkan ia riang, mungkin ia lebih tenang sekarang.

"Terimakasih Alex," Alex tersenyum " all for you, Princess" pipi Ana bersemu merah, tersanjung.

"Ana aku ingin bicara," Ana langsung menoleh, "apa?" Alex balik menatapnya.

"Ini tentang penandaanmu. Dalam klan kami juga terdapat tradisi dalam penandaan tiap matenya. Mate hanya boleh ditandai pada bulan purnama dan gerhana bulan," jeda sesaat Alex langsung melanjutkan,"Tapi berbeda dengan aku yang seorang Alfa, seorang Alfa harus menandai matenya pada saat gerhana bulan total. Jika dihitung dari sekarang, itu terjadi 10 hari lagi."

Lengang.

Hening.

"Kamu... tidak keberatan kan, Ana?'

"Tentu saja tidak, Alex. Aku harus menghargai tradisi nenek moyangmu." Senyum Ana menenangkan.

Pikiran Ana sekarang entah kenapa tidak dapat dibaca olehnya, Alex tidak tahu kenapa. Ah, mungkin ia hanya sedang tidak fokus. Rencana-rencana yang ada di kepalanya terkadang mengalihkan pikirannya. Ya, rencana-rencana yang mungkin terdengar jahat.

"Baiklah, kalau seperti itu berarti kita akan menikah seminggu setelah kamu ku tandai" santai Alex. Ana jelas terkejut dan tak sadar berucap lirih, "menikah?"

Alex yang tak peka sekenanya menjawab, "Iya, menikah."

"Aku rasa itu terlalu cepat, Alex." Ana merasakan firasat buruk itu lagi. Entah kenapa.

"Bukankah lebih cepat lebih baik?" Alex lebih peka sekarang, "lagipula mengapa harus ditunda Ana, sekarang katakan padaku, apa yang membuatmu ragu?" Kata Alex lembut, sambil perlahan mengusap Surai kecoklatan milik Ana.

"Tidak. T-tapi.. apa aku boleh pulang dulu?"

Alex tersenyum, "Tentu. Esok kita berangkat, kita juga harus membicarakan pemindahan kekuasaan packmu bukan?"

"Iya juga t-tapi..." firasat itu kembali ada. Alex menyadari keraguan Ana.

"Tapi? Ana, lebih cepat lebih baik. Lagipula aku matemu, ingat perkataanku padamu?" Bagaimanapun juga, Alex berusaha meyakinkan.

"Kau tidak akan menyakitiku, Alex." kata Ana lirih, mengulang kata-kata yang biasa Alex ucapkan sambil menunduk. Alex tersenyum, hatinya menghangat sedangkan Ana masih terdapat keraguan dihatinya. Jelas, Alex yang belum menandainya tidak merasakan hal itu.

Rogue's Mate [HIATUS]Onde histórias criam vida. Descubra agora