Diplomasi pertama

12 1 0
                                    

Lalu kita sepakat untuk melupakan hal ganjil yang terasa janggal, pun tentang mereka yang dulu pernah tinggal sebelum kita kenal.
Keegoisan manusia untuk menghapus masa lampau memang wajar kurasa, apalagi ini perkara perjuangan, tapi kita mesti sadar bahwa otak manusia bukan serupa perangkat komputer yang sambil memejamkan matapun bisa dihilangkan semua, kita butuh waktu, maksudku bukan untuk lagi mengingat, tapi sekedar belajar pada hal yang sudah lewat agar kedepannya bisa tertawat pada hati yang tepat. Manusia memang memiliki dua sisi pribadi, suci dan bejat. Pun dengan hati, putih atau laknat.
Itu penting untuk keselarasan kehidupan, sebab kita hidup dalam dunia yang tak bisa diduga, isi kepalanya tak sama, apalagi hatinya. Tapi yang jahat tak mesti dibalas jahat, yang baik juga tak harus diangkat tinggi-tinggi.
Sewajarnya saja, selayaknya manusia mencari makan untuk bertahan hidup, atau menghirup udara untuk bernafas. Semua sudah diatur sesuai porsinya masing-masing, selanjutnya kita yang ambil sikap apakah tetap pada menu yang sudah ditakar atau justru belajar serakah lalu diam-diam mencicipi hak orang lain.

//
Pesanku, sudahlah sayang, jangan lagi mengingat. Biar saja kita lewat. Biar saja dia tetap tertambat. Laju motor kita tak tergantung pada bensin yang dia jual, ibaratnya. Kita makan dan minum bukan pada air yang dia tuang, kita bertemu pun juga bukan pada rencana yang dia karang. Tak jadi soal apakah manusia itu sebenar-sebenarnya manusia atau tidak, yang harusnya kau tau saat ini adalah, kau dan aku berdua. Sebab setauku, penempa besi hanya membuat sepasang cincin untuk setiap pasangan, tak pernah sepasang setengah atau sepasang tiga buah.
Sekali lagi, cukup kau dan aku.
Sepasang itu dua, bukan tiga empat atau lima.
Paham sayang?

Aksara Jiwa DiendraWhere stories live. Discover now