Sayang, aku siapa?

20 1 0
                                    

Hey bodoh! Untuk apa kau menunggu?
Dia tak akan pulang. Sedang mesra dengan dunianya, kau hanya selir.
Cinta kedua. Tau diri saja!
-------------------------------------------------------------

Kepada engkau; Kasihku.
Aku menghitung setiap detik tak sabar ke jam kita biasa berbincang. Tengah malam kala ibumu terlelap. Kau bisa meminjam ponselnya barang sekejap, mencercaku dengan pesanmu agar segera dibalaskan sebab kesempatan ini tak lama. Lalu kita berkisah tentang sedang apakah saat ini dan apa saja yang kau lahap dari pagi hari hingga malam. Sesekali ngegas karena beda pendapat, kau dan aku kerasnya serupa batu. Sama persis.
Mengenai kondisi saat ini aku tak masalah. Asal berkabar tiap harinya aku sudah cukup bahagia.
Munafik jika kau bicara tidak bisa, toh dia ibumu. Sedangkan aku yang bernyawa hanya di sela-sela kulit saja masih bisa leluasa mengeja kata untukmu cinta, kecuali saat nafasku tercekat iblis dibadan. Aku tak sadarkan diri. Minus peduli.
//
Malam ini aku setia dengan detik, kembali kuhitung dentangnya, menunggu kabar dari kau sang cinta, yang sejak kemarin hilang timbul serasa ditelan bumi. Sekali menyapa tengah malam hampir subuh yang tentunya aku sudah meninggalkan ruh, berkelana keruang mimpi, seni masa depan yang ingin kurajut denganmu. Aku menyesal tertidur begitu cepat hingga melewatkan kesempatan berhargaku hari itu. Aku tak seberuntung biasanya. Begitu besarnya aku menaruh harapan pada hasil ketikkan jarimu. Sebenarnya tidak, pada hadirmu tentunya.
Tapi tidak malam ini. Malam dimana aku harus kembali berkutat dengan waktu yang menjebakku untuk memerangi pikiranku sendiri atas dasar jawaban dari orang-orang sekitar mengenai keberadaanmu, tentang hadirmu dan kesempatanku berbincang denganmu kekasihku, keutamaan yang menempatkanku diurutan keduamu.
Sudah sudah jangan marah. Cintaku tetap sama dan tak pernah berubah meski kau memaksaku untuk pindah, aku sudah bayar rumah ini. Jadi jangan minta aku angkat kaki secepat kau melarikan diri.
Kau bacalah ini, aku tak mengumpat. Hanya menuliskan isi hati dari sikapmu yang makin hari makin memangsa diri sendiri. Semoga luka ini cepat tamat, yang kisahnya berubah jadi bahagia atau justru menyempurnakan duka. Tak apa, asal kita bicara.
Sekian suratku, istri yang selalu mencintaimu♡

Aksara Jiwa DiendraOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz