Loading... 11,4%

62 29 2
                                    

○7-day before Surgery

Defan duduk di kursi depan ruang UGD, mengusap wajahnya kasar, memijat kening lalu menghembuskan nafas berat, berusaha mengusir rasa stress dan khawatir akan adiknya.

Anetra pingsan setelah sesak nafas dan suara ber-denging di telinganya itu hilang. Mama tak bisa kembali ke rumah sakit lagi karena panggilan kantor sementara Mas Dedra dan Papa membatalkan tiket pesawat dan memilih untuk kembali ke rumah sakit, yang artinya mereka——Papa dan Mas Dedra—sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.

Bangunlah An, jangan buat Mas Defan kecewa..

Ckleeek..

Seorang perawat membuka pintu UGD, menghadap Defan. "De' Anetra sudah..."

Defan bangkit dari duduknya, belari masuk kedalam  ruangan dengan tergesa, membuka gorden pembatas antara satu dengan yang lain, membuat beberapa pasien yang sedang tidur terbangun, dan salah satunya Anetra..

"Kaget!" Seru Anetra memegang dadanya.

"...sadar!!" Perawat itu menyambung dari luar agar Defan tak salah paham.

Defan menghela nafas lega, menekuk lututnya untuk menyamakan tingginya dengan Anetra yang terbaring lemah di atas kasur. "Jangan pergi An.."

"Mas Defan??" Panggil Anetra dengan nada lemahnya, sangat berbeda dengan beberapa hari yang lalu.

"An.., Kamu harus sembuh!" Seru Defan memeluk tangan kanan Anetra.

Anetra tak menjawab, menunggu Defan mengeluarkan suara lagi.

"Jangan pergi ya?? ya??? Nanti Mas Defan sendiri.. Nanti engga ada yang ngawasin Mas Defan kalau chat-an sama cewek.. ya?"

Akhirnya Anetra tertawa kecil, bibirnya membentuk bulan sabit yang tak sempurna. "Anetra-kan sudah 100% bahagia sekarang, Mas Defan sudah berhasil tepatin permintaan Anetra, itu artinya Anetra sudah bisa pergi.."

"Tapi!"

"Tapi?..?"

Defan menggigit bibirnya, mencari alasan lain agar adiknya itu menyimpan harapan agar bisa sembuh lagi.

"Sudah, kan? Ingat lho kata Mama.. kalau mengharapkan terlalu lebih itu akhirnya malah kecewa."

"Jangan percaya sama Mama, An!" Seru Defan masih dengan mode berfikir mencari alasan.

Anetra menggeleng tak setuju, "Mama bukan orang jahat seperti yang Mas Defan pikirkan, Maksud Mama bilang ke Anetra kalau jangan terlalu mengaharapkan itu ada benarnya Mas.. "

"Gimana jadinya kalau selama ini Anetra BENER BENER mengharap untuk sembuh tapi akhirnya malah kebalikannya? Bukannya disaat Anetra pergi Anetra merasa sedih? Misalnya.." Sambung Anetra masih dengan senyum setengah sabitnya.

Defan terdiam, selama ini Defan memang salah mengartikan. Dia menganggap Mamanya itu orang yang paling jahat didunia.

"Engga, kamu salah, Kalau memang Mama bukan manusia yang jahat kenapa waktu Mama tau kamu kena sakit Tumor malah ngebiarin begitu aja!?"

"Kenapa Mas Defan seenggak sukanya begitu ke Mama? Semua pikiran Mas Defan ke Mama itu selelu Negative!?" Seru Anetra tak lagi dengan senyumnya.

"Iya, Sama Negative-nya sama pikiranmu ke takdir."

Anetra diam, Defan juga diam. Hening... tak ada yang ingin mereka bahas karena kini keduanya sudah paham, tak ada bedanya bukan adik-kakak?? Sama sama mempunyai pikiran Negative.., walau berbeda pandang dimana mereka meletakkan pikiran Negative itu.

"Maaf.." lirih Defan sambil mengusap telapak tangan Anetra.

"Maaf karena sudah bikin kamu engga suka sama Mas Defan.."

Anetra mengangguk mengerti, bukannya tak ingin menjawab dengan lisan.. hanya saja dia bisa mendengar suara Defan samar-samar disusul suara berdenging yang lagi lagi menyerang telinga Anetra.

"Akkh... te..telinga ku.."

NGGIIIIIING——

"AKKHH!!!!!!!!"

★☆☆

Until 100% Memory✔Where stories live. Discover now