Loading... 10,0%

59 29 2
                                    

Anetra memeluk Mas Dendra dengan erat, mengucapkan selamat tinggal sebelum Mas Dendra dan Papanya balik ke Jakarta, dan Anetra akan sendiri lagi hanya bersama Defan.

"Jangan lupain Anetra ya!" Anetra mengingatkan, menangis dalam pelukan singkat Mas Dendra dan Papanya.

Anetra menunduk sedih, kehadiran keluarganya sangat singkat bukan? sama singkatnya dengan cerita ini, ah, ralat maksudnya kisah Anetra ini.

Defan menuntun Anetra masuk kedalam ruangan, sementara Mama mengantar Mas Dendra dan Papa keluar dari Rumah sakit.

"Sedih?" Tanya Defan setelah melihat ekspresi adiknya.

Anetra mengangguk, "Ini pertama kalinya Mas Dendra mengunjungi Anetra sejak Anetra terserang tumor mata."

"Terus?"

"Anetra berpikir.. Mas Dendra takut engga ya lihat Anetra kayak gini?" Lirih Anetra dengan nada sedihnya.

"Kenapa takut? Faktanya Mas Dendra tadi seneng seneng aja kok bicara sama Anetra." 

Anetra tertawa kecil, jelas sekali tawa yang dia paksa. " Anetra itu bukan Mas Defan yang bisa membaca kejujuran lewat tatapan atau pendengaran, Anetra itu cuma Anetra.. jadi, mana tau tadi Mas Dendra bohong atau engga' nya.."

Defan menghela nafas, "Jadi katamu yang 100% tadi cuman bohongan?"

Anetra mengangkat kepalanya, kini posisi kepalanya seperti bertatapan dengan Defan yang duduk di lantai. "Engga, Anetra engga bohong soal itu, Anetra beneran bahagia banget."

"Walau Anetra engga bisa lihat Mas Dendra sama Papa?" Tanya Defan lagi.

Anetra mengangguk, "Anetra masih punya Gwi." Seru Anetra meyakinkan.

"Gwi?" Tanya Defan tak mengerti.

"Gwi dalam bahasa korea artinya telinga, gitu kata Rehan.." Anetra menjelaskan, tersenyum begitu mengucapkan nama teman laki-lakinya itu.


Defan membuka suara setelah beberapa menit Anetra terdiam kehabisan bahan pembicaraan. "Kau tau kabar Rehan sekarang?"

Anetra menggeleng, "Ada apa dengan Reh--"

Belum selesai Anetra bertanya Defan sudah menjawab lebih dulu. "Dia Tuli."

"Sejak kapan!?"

NGGIIING--

"AKKHH!!!! KEPALAKU!!" Anetra menutup kedua lubang telinganya, berusaha mengatur nafasnya namun tak berhasil.

Defan bangkit dari duduknya, segera memanggil perawat sambil mencoba menenangkan Anetra yang berteriak kesakitan. Anetra segera dibawa ke UGD, meninggalkan Defan yang bingung dengan keadaan adiknya yang secara tiba-tiba berteriak, yang pasti ini semua berhubungan dengan Kanker otak stadium akhirnya.

Tuhan, Anetra baru saja bahagia, jangan kau rengut begitu saja..
-Defan

Akhir? Tidak masalah, karena aku sudah bahagia..-Anetra

★☆☆

Until 100% Memory✔Where stories live. Discover now