"Alaaah, nggak usah sok cantik deh, lo. Semua orang di kampus ini udah pada tau, kalo lo itu operasi plastik!"

Aku diam menatapnya, lalu menatap sekelilingku. Aku rasa dia sengaja ingin mempermalukanku.

Untunglah aku tumbuh di luar negeri, di mana anak-anak di sana, perilakunya lebih minus dibandingkan gadis yang saat ini berdiri di hadapanku. Tenang, aku bukan korban bullying, aku hanya belajar dari beberapa korban, cara menghadapi orang-orang sinting.

"Lo iri?!" Pancingku.

"Ih, najis! Cantik tapi palsu buat apa? Udah deh, intinya gue nggak suka lo deket-deket cowok gue!"

"Gue nggak deketin cowok lo, dia bukan tipe gue!"

"Masa?! Oh iya gue lupa, lo kan sukanya sama yang plastik juga!"

Aku tersenyum tipis, berusaha mengontrol emosi yang mulai terpancing.

Tuk

Segumpal plastik mendarat di wajahku. Siapa lagi kalau bukan Shella?! Dia tersenyum senang setelah melempar plastik itu ke wajahku.

"Plastik ketemu plastik, hahahahah!" Katanya lalu tertawa bersama ketiga temannya.

Kutarik napasku dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Sepertinya emosiku mulai tak tertahankan. Tanganku sudah mengepal sedari tadi, namun pikiranku mengatakan agar tidak lepas kendali.

"Cukup! Kalian berempat ikut saya ke ruangan!"

Ucapan dingin itu mengagetkanku. Membuatku reflek mentatap si pemilik kata-kata dingin itu. Ternyata kata-katanya yang  dingin belum sebanding dengan ekspresi wajahnya yang dingin. Kalian tahu siapa yang aku bicarakan? Yap, Faeyza Radista.

Shella dan teman-temannya membisu seketika, dan kulihat mereka takut begitu melihat siapa yang berbicara.

"Kalian cepat ikut saya, dan kamu Dira, lanjutkan kegiatanmu."

Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya. Ternyata kakak beradik itu punya sifat yang sama, yaitu dingin namun peduli.
**

Mendung dan angin dingin menerpa kulitku. Aku mematung menatap langit yang mulai kelabu, berusaha mencari secercah sinar matahari yang aku sukai. Namun sepertinya matahari sedang lelah, ya mungkin dia lelah karena harus bersinar sendiri.

Aku benci hujan! Gerutuku dalam hati.

Dari milyaran orang yang menyukai hujan, mungkin hanya aku yang membencinya. Aku benci karena biasanya dia tidak datang sendirian, dia akan datang bersama temannya yang menghasilkan suara gemuruh dan kilatan yang aku benci.

Jantungku berdegup kencang, gemuruh di atas langit, mulai menyapa indera pendengaranku. Kupercepat langkah menuju gerbang, mencari taksi karena aku ingin segara pulang.

Ini hujan pertamaku di Indonesia. Hujan pertama yang harus aku hadapi sendirian. Karena biasanya ibuku selalu di sampingku dan memelukku setiap turun hujan. Memang terdengar tidak masuk akal, tapi untunglah dulu hujan tidak pernah turun saat aku sendirian.

"Dira?!" Panggil seseorang dari dalam mobil outlander hitam yang berhenti di sampingku.

Aku menoleh ke arahnya, dia menatapku lalu tersenyum. Ini pertama kalinya aku lihat ekspresi hangat di wajahnya.

"Masuk, saya mau ke gedung guest, juga."

"Nggak usah Pak, saya naik taksi saja."

"Saya nggak lagi nawarin bareng, tapi saya nyuruh kamu ikut." Katanya terdengar dingin dengan ekspresi wajah yang dingin, lagi.

Aku mendecak sebal, kenapa dia dan Miss Kezeeya punya aura dingin yang bisa membuat ciut siapa saja?

"Cepat naik, sudah mau hujan!" Katanya lagi, kali ini terdengar memerintah.

Aku pun naik ke mobilnya.

"Mama undang kamu ke acara syukuran kliniknya besok, nanti alamatnya akan saya kirim via WA."

Aku mengangguk, hujan yang turun begitu deras, membuatku kikuk dan gelisah. Dari balik kaca kulihat jalan raya hanya bewarna putih dan hitam. Hujan bercampur angin, benar-benar mengerikan.

Dar Jedar (Bukan Jessica Iskandar!!)

Ah, sial! Jantungku semakin berdegup kencang, kilatan dan gemuruh itu membuatku gugup dan takut. Aku mengepal kuat kedua tanganku yang mulai gemetar.

"Dira? Kamu kenapa?"

Aku menoleh ke arahnya, lalu menggeleng. Keringat dingin mulai membasahi wajahku.

Dira awas!!!!  Darrr....  Semuanya memutih lalu berubah gelap.

Potongan ingatan itu kembali lagi, dadaku mulai sesak. Tubuhku mulai gemetar. Tanpa pikir panjang kupukul-pukul kepalaku berharap memori itu hilang. Ah, tidak! Dadaku semakin sesak dan nafasku terasa pendek.

Kurasakan laki-laki di sampingku mulai panik, karena dia menggenggam erat bahuku sambil berkata," tahanlah, sebentar lagi kita sampai."

Aku mengangguk, sambil berusaha melawan ketakutan yang hampir menguasai diriku. Namun aku tak tahu sampai berapa lama aku bisa bertahan.

"Kita sampai, tunggu sebentar. Saya amb---"

Kulepas seat belt dengan cepat lalu keluar dari mobil itu. Aku tidak peduli lagi dengan hujan, persetan! Aku terus berlari memasuki asrama dengan tubuh yang basah kuyup. Setibanya di kamar, ruangan yang pertama aku tuju adalah kamar mandi.

Kukunci pintu kamar mandi dengan tergesa lalu kunyalakan musik Canon Rock dari Handphoneku yang sudah terhubung ke speaker kecil yang memang aku taruh di kamar mandi. Hingga suara menggema mengalahkan suara hujan dan gemuruh di luar sana.

Kududukkan diriku di bawah derasnya air yang mengalir dari shower yang sengaja aku nyalakan. Kupeluk erat kakiku sambil menepuk-nepuk kepala, dada, dan bagian tubuhku yang lain. Rasanya dadaku ingin meledak. Aku benci hujan!

Air mataku mulai mengalir dan semakin deras, aku pun meraung-raung tidak jelas. Berharap dengan meraung seperti itu, sesak di dadaku akan berkurang. Namun tidak, aku salah! Nyatanya rasanya masih sesak dan menyebalkan.

Apakah hujannya sudah reda? Tapi kenapa sesak di dadaku tidak juga reda?

Suara ketukan pintu yang bertubi-tubi terdengar samar di telingaku. Kutatap pintu itu, berharap siapapun yang mengetuk, segera berhenti karena sungguh aku ingin sendiri.

Tapi ketukan itu semakin keras dan tak beraturan, sampai kudengar seseorang berteriak dari luar.

"Dira, buka pintunya! Aku Kezeeya!"

Miss Kezeeya?

"Dira, please buka pintunya sekarang juga!" Teriaknya lagi.

Kepalaku terasa berat, dan dadaku masih terasa sesak. Namun entah kenapa aku menurut, kumatikan shower dan musik di handphoneku. Kuelap kasar wajahku dengan kedua tanganku lalu membuka kunci.

Pintu terbuka dan aku terkejut melihat sosok di hadapanku. Keadaannya tidak lebih baik dariku. Tubuh dan pakaiannya juga basah kuyup.

Untuk kesekian kalinya, Miss Kezeeya menatapku tanpa bicara, namun tatapan itu bukan lagi tatapan marah dan kecewa. Kulihat dia menghela napas kasar kemudian melangkah maju dan memelukku.

Dingin! Hal pertama yang kurasakan ketika tubuhnya yang basah memeluk tubuhku yang juga basah. Namun anehnya sesak di dadaku sirna begitu saja.




Jangan lupa votenya❤❤❤

She is Like YouWhere stories live. Discover now