Dia

322 18 14
                                    

Dira POV

Tok... Tok... Tok...

"Hm...."

"Melek Neng...!"

Aku mengangguk.

"Masuk Jal!"

"Ckck..."

Laki-laki itu masuk sambil menenteng sebuah nampan yang berisi nasi, sayur dan lauk pauk. Lalu ditaruhnya nampan itu di meja tamu.

Aku yang masih mengantuk berusaha melek dengan mengerjap-ngerjapkan mata berulang kali. Untung saja aku tidak kejedot pintu atau tersungkur di lantai saat membukakan pintu untuk laki-laki itu.

"Nyokap nyuruh gue bawain ini... "

"Ini udah hari ketiga deh kayaknya, nyokap lo bawain sarapan kemari."

"Iya kali.."

"Lo nggak tanya ke nyokap lo?"

"Tanya apa?"

"Kenapa dia repot-repot bawain sarapan buat gue?"

"Eh, emang lo nggak minta?"

"Nggak!"

"Kak Kezeeya kali yang minta..."

"Hah?"

"Emang lo nggak tanya ke Kak Kezeeya?"

Aku diam, apa mungkin Mis Kezeeya yang minta bu Rina bikin sarapan untuk gue?

"Eh, dia malah bengong!"

"Gue nggak tahu Jal, udah 3 hari ini gue nggak ketemu dia."

"Loh? Emang dia nggak pulang?"

"Pulang sih kayaknya, tapi kita nggak pernah papasan. Dia pergi pas gue masih tidur dan pulang pas gue udah tidur juga."

"Lo berantem sama dia?"

Mampus, apa kejadian yang sebelumnya bisa dikatakan sebuah pertengkaran?

"Baik-baik sama dia, Dir. Dia orangnya baik kok, ya cuma gitu. Em rada susah dimengerti, namanya juga perempuan."

Aku mengangguk membenarkan perkataan Rijal. Entah kenapa aku merasa Mis Kezeeya memang orang baik. Soal sulit dimengerti, mungkin iya, karena aku juga perempuan. Cukup sadar diri saja, dan tidak melewati batas masing-masing.

Oh ya, kenapa aku bilang Mis Kezeeya baik? Sekarang begini, aku jelaskan. Kejadian kemarin itu mungkin ketidaksengajaan, tapi kalau itu kalian, pasti kalian akan makin membenci dan tidak suka padaku. Karena dari awal pertemuan, aku sadar, aku sudah sangat merepotkan. Untung saja Miss Kezeeya bukan kalian, dia berbeda. Kenapa? Karena dia membalasku dengan kebaikan. Sepertinya Mis Kezeeya ini memang manusia setengah malaikat.

Aku tidak peduli kalau kalian menganggapku berlebihan karena menyebutnya seperti malaikat. Coba saja kalian buktikan dan lihat sendiri. Kalian tidak tahu, kan? Rasanya dipelototi dia ketika dia marah, aku pikir malaikat maut pun minder karena pelototannya. Eh bukan, maksudku bukan seperti Malaikat maut, em walaupun terkadang iya, tapi itu hanya terjadi sebentar. Setelahnya dia benar-benar terlihat seperti malaikat, malaikat sungguhan. Malaikat dengan keunikan yang selalu berhasil membuatku tersentuh oleh perbuatannya.

Kalian tahu apa yang dia lakukan setelah insiden pemukulan itu? Dia dengan suka hati membuatkan roti selai untukku ketika perutku tiba-tiba bernyanyi di tengah keheningan di antara kami. Untuk kesekian kalinya, aku tersentuh. Sweet sekali, kan?

"Dia itu kayak waffle." Sambung Rijal, matanya menerawang ke langit-langit kamarku. Mungkin ia sedang membayangkan sosok yang ia bicarakan itu.

"Kok waffle Jal?"

She is Like YouUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum