[2]

26 4 2
                                    


Emma tiba-tiba terbangun dengan mata yang basah karena menangis. Ingatan itu terus hadir dalam mimpinya. Hal itu terus terjadi sejak dia mulai melupakan kejadian buruk yang menimpanya. Tepatnya sekitar 2 tahun yang lalu.

"Ah sial. Mimpi itu lagi."

Emma langsung mengusap wajahnya dan menyeka air matanya. Dia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket. Setelah mandi, Emma segera berpakaian dan mencari cardigan hitam favoritnya.

"Akhirnya ketemu juga cardiganku."

Senyumannya yang manis tak lupa tergambar pada wajahnya yang rupawan. Tak lupa dia mengoleskan lip balm pada bibirnya yang merah. Cantik dan manis. Mungkin itu kata kata yang dapat tergambar pada Emma saat ini.

Drttt...

Dering HP Emma berbunyi. Sudah bisa ditebak itu pasti Argon Zecklemer. Sahabat sekaligus direktur perusahaan besar "Zecklemer" yang memiliki cabang yang tersebar di 12 negara. Kebetulan, Emma adalah karyawan perusahaan Zecklemer.

"Halo, Argon."

"Halo, Emma. Kau sudah siap? Aku sudah menunggu di depan apartemenmu sejak 15 menit yang lalu."

"Ah benarkah? Maafkan aku ya hehe. Baiklah aku akan turun sekarang. Tunggu aku."

"Baiklah. Cepat."

"Siap Mr.Zecklemer."

Ditutuplah telpon itu dan dengan cepat, Emma segera mengambil tas jinjing merah dan memakai high heelsnya. Dia segera menutup pintu apartemennya. Dia segera menghampiri Argon yang telah menuggunya didepan apartemen.

"Argon," panggil Emma sambil melambaikan tangan ke arah Argon.

"Cepatlah masuk."

"Iya," balas Emma sambil berlari kecil menuju pintu mobil dan membukanya.

Meski kaya dan tampan, Argon sama sekali belum mendapatkan pendamping. Untuk beberapa orang di luar sana, menikah adalah hal yang paling utama. Apalagi untuk pria yang hampir berusia kepala 3 seperti Argon. Menurut Argon, menikah adalah hal yang kesekian. Yang terpenting adalah karier. Ya, karier.

"Em maaf ya sudah menunggumu lama tadi," sesal Emma sambil memegang kedua telinganya seperti anak kecil yang dihukum.

"Iya gapapa. Untung atasanmu ini tampan dan sabar."

"Gak ada hubungannya tuan," timpal Emma dengan terkekeh pelan.

Tak terasa mereka telah sampai di kantor perusahaan Zecklemer. Argon dan Emma pun segera keluar dari mobil mewah itu. Seperti biasanya, kedua resepsionis menyambut dan menyapa atasan mereka itu.

"Selamat Pagi Tn Zecklemer,Bu Emma" sapa kedua resepsionis itu.

"Pagi juga,Andro,Reni," balas Argon.

"Pagi juga mas Andro, mbak Reni," sapa Emma.

Memang tak asing lagi bagi para karyawan disana kalau Argon adalah atasan sekaligus pria yang ramah. Argon sangat menjunjung tinggi tata Krama dan kesopanan. Tak heran banyak para karyawati yang mendambakan pria yang memiliki rahang tegas itu.

Mereka pun segera naik lift menuju lantai 10, tempat mereka bekerja. Meski satu lantai, tetapi mereka berbeda ruangan.

Setelah mereka keluar dari dalam lift itu, Emma merasakan atmosfer aneh yang sama seperti 'kejadian itu' saat melihat pria dengan pakaian dan masker serba hitam keluar dari arah ruangannya.

"Sepertinya ada yang aneh dengan orang itu," batin Emma.

Tapi Emma tetap berfikir positif. Dia menganggapnya office boy yang telah membersihkan ruangannya.

"Ada apa hm?" tanya Argon.

"Em tidak ada kok."

"Oh begitu."

"Iya. Aku ke ruanganku dulu ya."

"Okay."

Emma pun berjalan ke ruangannya meninggalkan Argon yang menatap punggung mungil itu.

ArgonWhere stories live. Discover now