Part 9

39.6K 1.8K 9
                                    

Bisa dibilang ini part baru, dan dulu enggak ada bagian ini. jadi buat kalian, semoga menyukai ini ya. saya putuskan untuk rubah total part 9 karena tidak selaras dengan editan part sebelumnya.  mohon dukungannya, dan selamat membaca :)

"Sendirian itu mengerikan, kesepian, dan membuat depresi. Aku ingin seseorang ada di sampingku." –Hwayugi-

ALEX POV

Aku segera lari menuju gedung F, di mana kelas Keira berada. Aku yakin dia pasti sedang di sana, semoga saja dia tidak mendengar semua kalimat yang kudengar barusan. Aku sangat tidak peduli ketika sampai di koridor fakultas Keira, banyak pasang mata yang melihat ke arahku. Jika saja aku tidak pandai menahan diri, sudah kumaki dan kutendang semua orang yang berani memberi tatapan seperti itu padaku.

Langkahku terhenti saat menemukan Keira diam di tempatnya, bisa kulihat dia menunduk, bahunya tampak lemah. Aku mendekatinya, dan dapat kudengar jelas apa yang mereka katakan di belakang Keira.

"Jangan dengarkan apapun." Kuletakkan kedua tanganku di dua sisi telinganya, berharap dengan itu dia tidak lagi mendengar suara-suara mereka. Keira berbalik, menatapku dengan mata yang basah airmata. Cewek cerewet seperti dia, yang kutahu selalu teriak dan berlaku sok kuat itu, kini menangis di hadapanku.

"Ayo, kita pergi dari sini." Kuraih pergelangan tangan kanannya, membawa dia jauh dari orang-orang yang tidak lelah melihat kami dengan tatapan jijik, ada juga beberapa yang menatap bingung penuh tanya.

KEIRA POV

"Ngapain lo bawa gue ke sini?" tanyaku akhirnya, setelah cukup lama duduk diam di bangku taman bawah pohon pinus. Alex melirikku, dia duduk di sampingku tanpa membuka suara setelah menyeretku dari koridor tadi.

"Biar lo tenang." Balasnya.

"Gitu doang?"

"Sorry," ucap Alex, aku terkejut mendengarnya mengatakan kata maaf, kualihkan pandanganku ke arahnya.

"Buat?" tanyaku.

"Sorry, gue minta maaf udah buat lo ngalami semua ini. Gue sadar semua ini nggak mudah buat lo."

"It's okay, itu semua bukan sepenuhnya salah lo kok. Lex. Mereka saja yang keterlaluan," kataku lirih.

Benar kata Alex, rasanya aku seperti baru saja menerima amuk massa. Bukan dengan tinju, atau tendangan kaki, tapi amuk massa melalui tatapan dan bibir mereka. ingin rasanya aku memberi mereka pukulan balasan, tapi serangan mereka terlalu kuat hingga membuatku lemah dalam sekejap. Muncul pemikiran di kepalaku, andai aku tidak menikah dengan Alex, dan andai bukan aku yang terkena lemparan apel waktu itu mungkin aku akan tetap menjalani kehidupan normalku menjadi seorang mahasiswi di sini. Tapi kini, rasanya aku tidak ingin muncul lagi di kampus.

"Kei," suara Alex membangunkanku dari lamunan.

"Lo masih kepikiran soal tadi?" tanya dia, lagi.

"Dih, siapa juga yang mikirin itu, orang gue lagi asik lihatin postingan foto idola gue," elakku seraya menunjukkan postingan instagram seorang Lee Dong Hae ke Alex.

"Dih, jelek gitu di idolain."

"Lebih jelekkan lo kali, ah."

"Tua gitu, mudaan gue kemana-mana."

"Kayaan dia kemana-mana."

"Kalau gitu nikahin aja dia sana."

"Gak bisa, kan gue udah terlanjur nikah sama cowok jelek kaya lo."

"Berarti dia kalah sama gue, karena gue yang berhasil nikahin lo."

Aku terdiam. Kalimat terakhir Alex membuatku merasa ... merasa seolah-olah, ada nada kepemilikkan disuaranya. Kuperhatikan Alex yang tersenyum memandang ke arah langit, sambil menyenderkan kepalanya ke punggung bangku.

"Lex," ucapku tiba-tiba. aku sendiri kaget kenapa aku bisa manggil dia tanpa tahu mau ngomong apa.

"Hm?" dia menoleh padaku, dan sesuatu yang mendesir terjadi di ruang dadaku.

Aku membeku sejenak. Bingung. Mata coklat bening berhias alis tebal itu membuatku sedikit terpesona.

"Gue laper."

Keira! ya tuhan kenapa kata itu yang keluar, malu-maluin.

"Yaelah, gue kira apaan. Nih duit, buat beli batagor di sana," Alex mengulurkan uang dua puluh ribuan ke arahku, jelas aku melongo. Serius ini cowok suka banget bikin orang kesel.

"Ini uang jajan dari suami, diterima dong."

"Apaan sih! Udah ah, gue mau cari makan." Aku berdiri, kesal sekaligus geli dengan kalimatnya.

"Haha, dikasih uang malah kabur, gimana sih? Tungguin, gue juga mau makan!" Kulihat Alex berdiri mengikutiku, lalu mensejajarkan langkah denganku, aku meliriknya dan tersenyum. Seketika aku lupa dengan hal menyakitkan yang tadi kudengar, dan itu karena Alex menemaniku. Aku tahu dia berusaha menghiburku dengan kalimat-kalimat songongnya.

Aku tidak bisa bayangkan, jika bukan Alex yang di sampingku, apa bisa aku lupa dengan hal tadi dengan sebegini cepatnya? Bagaimana jika takdirku memang menggariskanku menikah diusia ini, namun bukan Alex yang jadi suamiku, apa aku bisa merasa senyaman ini?

Setidaknya aku bersyukur ada seseorang di sampingku disaat yang seperti ini.

"Alex," aku sengaja memanggilnya, dia yang berjalan di sebelahku pun menoleh.

"Apa sih dari tadi manggil alex alex mulu."

"Terus mau gue panggil apa? Suami?"

"KEI! SEREM, AH!"

"Hahaha!!!"

Alex dengan sengaja langsung menjauh dariku, dan aku tidak bisa berhenti tertawa melihatnya.

"Kei, gimana kalau mulai sekarang kita pakai aku-kamu aja?" ucap Alex tiba-tiba setelah berhenti tertawa.

"Suddenly?"

"Why not?"

"ALEX!  Sumpah, lo lebih serem dari gue tadi. udah ah, cari makan!"

"Seriusan Kei!"

"Gue juga serius, Alex."

"Kayaknya manggil suami lebih enak deh Kei."

"Apaan sih!"

"Haha."

To be Continue

Halo, selamat malam. Kembali dengan part 9 dan ini jelas beda dari yang dulu ya, jadi buat yang kangen, dan biar enggak bingung disarankan baca dari part awal. Kenapa, karena ada beberapa part yang emang sengaja dihilangkan atau diubah demi keselarasan jalan cerita. Semoga kalian suka dengan versi baru ini yaaaa....

Jangan lupa vote dan komen, serta kritik dan sarannya ya teman-teman.

terimakasih..

(Peluk cium dari Alex)

180917

Unbelievable DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang