Dua Puluh Tilu.

2.9K 495 31
                                    

Hari ketujuh di rumah Om Bokuto.

Hari paling menyenangkan dalam seminggu ini mungkin hari ini, memang sih hari-hari sebelumnya menyenangkan tapi sedikit menyebalkan juga.

Daddy pulang hari ini!

Harusnya besok, namun Daddy bilang semalam waktu freecall kerjaannya udah beres jadi Daddy langsung aja mengambil penerbangan hari ini padahal sebelum berangkat ke luar kota Daddy udah pesan tiket penerbangan pergi dan pulang.

Biasa kalau yang punya duit mah bebas.

Tidak seperti hari biasanya gue bangun lebih awal, gue langsung aja mandi setelah itu memasak sarapan untuk Rei dan Om Bokuto. Ini hari minggu tepatnya, bersyukur Daddy pulang di hari minggu.

Ketika ingin membangunkan Rei ke kamar nya, gue udah melihat dia lari dengan rusuh turun dari tangga sambil menenteng tas sekolah lengkap dengan seragam sekolah yang terlihat acak.

"Kok lu belum ganti baju?" Tanya Rei.

"Harusnya gue yang nanya, ngapain lu pake baju sekolah hari minggu?"

Rei langsung diam menatap gue dengan tatapan blank, seperti sedang menerima informasi yang mendadak.

Tanpa babibu Rei langsung lari kembali ke kamar nya. Gue sempat melihat ujung kedua telinga nya memerah.

Se-absurd itu Rei. Iya. Orang-orang luar pasti berpikir kalau Rei itu cowok kalem dengan wajah ramah nan tampan padahal aslinya freak kaya Om Bokuto.



Gue yang lagi sibuk beresin piring di atas meja makan kaget tetiba di depan gue Rei udah duduk dengan khidmat.

"Bangunin dulu Om Bokuto, Rei," suruh gue.

Rei menggeleng, "Lu aja gih, males denger ngoroknya Papah,"

"Nggak boleh gitu! Sana gih!"

Rei tetap menggeleng dan malah mulai mengambil nasi goreng buatan gue.

Gue hanya bisa menghela nafas, akhirnya mengalah dan pergi ke kamar Om Bokuto.








"Om! Bangun! Udah pagi!" Gue teriak kecil didepan pintu Om Bokuto.

"Masuk aja [Name], Papah nggak bakalan denger," gue bisa mendengar Rei berteriak.

Memegang knop pintu, ragu juga sih masuk kamar nya Om Bokuto. Nggak sopan aja gitu. Tapi ya mau gimana lagi ya, hehe.

Gue membuka pintu kamar Om Bokuto, yang pertama kali gue melihat yaitu gelap, dengan langkah pelan gue menuju jendela yang ada di kamar Om Bokuto, terus membuka tirai jendela. Cahaya matahari mulai merambat masuk menerangi ruangan dengan nuansa hitam putih kaya rambut spike ala Om Bokuto.

Gue bisa melihat Om Bokuto menggeliat lalu bersembunyi di balik selimut merasa terganggu dengan cahaya.

"Om bangun yuk, udah pagi, katanya mau anter aku," ucap gue sambil berusaha menarik selimut Om Bokuto.

"Lima menit lagi, Rei,"

Lah? Om Bokuto belum sepenuhnya sadar ternyata.

"Ini [Name] Om, ayok ih! Aku udah buatin sarapan, keburu terlambat jemput Daddy!"



"LAH? [NAME]?!"

Baru aja gue mau menarik selimut Om Bokuto untuk membangunkan, gue terlonjak kaget hampir jatuh karena teriakan super badai Om Bokuto di pagi hari, gue refleks langsung menutup kedua telinga gue.

Menyesal telah membangunkan seorang Om Bokuto Kotarou.

"Mana Rei?" Tanya Om Bokuto setelah berteriak dengan nyaring----sangat nyaring.

"Dibawah Om, ayok bangun aku udah bikin sarapan,"

Om Bokuto mengangguk terus turun dari kasur dengan santai meskipun dengan mata yang masih sedikit merem.

"OM!" Kali ini gue yang teriak karena melihat pemandangan yang luar biasa.

Om Bokuto kaget, "Hah?"

Gue hanya memilih untuk diam dan membalikan tubuh lalu cepat-cepat berjalan keluar dari kamar Om Bokuto.

"EHHHHHHH?!"

Ketika gue turun gue bisa mendengar teriakan Om Bokuto, gue nggak perduli dan langsung jalan aja, terus kembali ke meja makan. Mengambil nasi goreng ke piring dengan brutal.

Sedangkan Rei cuma bisa memperhatikan gue dengan tatapan bingung, "Kenapa?"

Gue diam aja, masa gue harus bilang kalau tadi gue lihat Om Bokuto shirtless dan hanya pakai boxer. Big no!

*****


"Sayang!"

Teriakan dari suara yang sangat amat familiar bagi gue membuat senyum gue merekah, gue bisa melihat Daddy berjalan ke arah gue.

Semua mata memandang Daddy kagum, memang ya bapak satu ini nggak dimana-mana bikin orang klepek-klepek.

Ketika sampai di depan gue, Daddy langsung menyerobot memeluk gue dan mencium puncak kepala gue berkali-kali.

"Miss you so much dear,"

"Me too, Dad,"

Setelah acara kangen-kangenan Daddy mengalihkan fokus ke arah Om Bokuto, "Thanks ya bro udah mau jagain anak gue," Daddy menjulurkan tangannya untuk bro fist sama Om Bokuto.

Namun sedetik kemudian Daddy beralih menatap sinis Rei, mulai lagi nih.

"Kamu nggak ngapa-ngapain anak saya kan?!"

"Nggak Om,"

"Jangan bohong kamu!"

"Yang ada anak Om yang apa-apain hati saya,"

"HAH?!"

Omongan Rei langsung membuat Daddy beralih menatap gue sambil memberikan tatapan, 'kamu ada apa-apa sama dia?'

Gue menggeleng cepat, "Nggak Dad! Rei jahil banget sih!" Gue menggerutu sebal.

Rei nggak dimana-mana pasti aja menjahili gue, nggak capek apa.

Rei ketawa, "Nggak Om maaf bercanda doang,"

Daddy melengos, "Awas aja kamu, mata saya dimana-mana ya!"

"Bukannya mata Om cuma dua?"

"Bukan gitu anak burhan! Aduh anak bapak sama aja, intinya saya mengawasi kamu ya, jangan coba-coba!"

Rei lagi-lagi ketawa, kayanya senang banget bikin Daddy gue emosi.

Akhirnya kita berempat berbincang di cafe yang ada di bandara, setelah sesi berbincang akhirnya kami berempat memutuskan pulang kerumah masing-masing.

Baru mau masuk mobil Daddy yang dititip di parkiran bandara, teriakan Rei membuat gue menghentikan aktivitas.

"BYE-BYE CANTIK!"

Daddy langsung membalikan badan menatap Rei dengan tatapan super sinis nya, "Anak burhan!"

Gue bisa melihat dari sini, Rei lagi-lagi ketawa dan akhirnya mengaduh ketika Om Bokuto menjewer telinga nya.

Sedangkan Daddy memekik puas melihat Rei yang tersiksa, "Rasain tuh!"

Hadeh padahal udah tua tapi masih merasa muda.

*****

Daddy! | Kuroo Tetsurou.Where stories live. Discover now